🤸🤸🤸
Lima belas menit tersisa sebelum pintu gerbang SMU JAYA MAKMUR 1 benar-benar tertutup tanpa celah. Peraturan di sekolah ini memang bisa dikatakan ketat. Tidak ada toleran untuk kesalahan sekecil apapun.
"Pagi non syena. Tumben agak siang datengnya?" Sapaan ramah datang dari pria paruh baya berseragam hitam saat aku melewati gerbang.
"Agak macet tadi pak." Jawabku berusaha untuk sesopan mungkin meski di mata orang lain masih terlihat kaku.
Dia mengangguk paham. "Denger denger nanti pak Bagaskara kunjungan ya non? Udah dua bulan nggak kesini mungkin mau lihat non syena—"
"Pak. Bentar lagi bel. Saya masuk dulu." Aku buru-buru memotong ucapan beliau sebelum rahasia yang selama ini tersembunyi tidak terbongkar sia-sia.
Fakta bahwa aku adalah putri dari sang pemilik yayasan disembunyikan dari semua murid kecuali para petugas sekolah agaknya sedikit menyulitkan memang. Tapi itu sedikit menguntungkan mengingat kepripadian anti sosialku yang sudah pasti menghindar dari sebuah perkumpulan.
Kemungkinan besar jika fakta itu tidak disembunyikan akan ada banyak murid yang mendekatiku dengan berbagai niat.
Dan aku benar benar tidak bisa jika kemungkinan itu benar-benar akan terjadi."Mochiiiii. Tumben ih agak siang. Pasti bang Leon telat ya nganterin?" Sebuah sambutan kedua.
Akupun sampai hari ini tidak mengerti Kenapa bisa sampai dikelilingi orang-orang yang overdosis energi padahal aku paling benci dengan bising. Ya selain bang Leon siapa lagi kalau bukan Luna. Teman sebangku yang mungkin bagi semua orang imutnya kelewatan.
ALUNA RIANTI. Gadis mungil 152 sentimeter ini sudah berteman dekat denganku sejak masih kecil. Dan ya, dia juga satu satunya siswi yang mengetahui fakta bahwa aku adalah putri dari sang pemilik sekolah. Gadis imut yang menjadi incaran para siswa karna parasnya yang menawan.
Seperti hari biasanya, asesoris yang dia pakai selalu terpasang menghiasi penampilannya hari ini.
"Itu Lo tahu." Jawabku berjalan memasuki kelas.
Luna mengikutiku dari belakang lalu ikut duduk setelah sampai bangku. "Mau sampai kapan Lo diem terus? Seenggaknya Lo ngasih kepastian dong sye. Jangan dingin-dingin kek jadi cewek." Protesnya lagi setelah kesekian kalinya aku menyodorkan sebatang coklat yang rutin menghuni di kolong mejaku setiap pagi.
"Lo tahu itu nggak mungkin. Lo nggak tahu aja udah berapa kali gue nolak dia. Tapi tuh cowok tetep aja batu."
Luna menghela nafas. Merasa rumit sendiri pada drama tidak penting yang lancang masuk ke dalam kehidupanku. "Iya gue tahu. Tapi... Gue lama lama kasian sama dia sye."
"Terus Lo nggak kasian sama gue?" Tanyaku telak.
Lagian, bisa-bisanya Luna lebih berpihak pada cowok benalu yang selalu membuat hari-hariku tidak nyaman. Urusan bersosialisasi saja aku sulit, apalagi untuk urusan asmara. Satu topik membosankan yang tidak pernah terpikirkan olehku.
Cinta.
🤸🤸🤸
Please wait for the next part
KAMU SEDANG MEMBACA
The Warmest
Novela JuvenilCuma iseng nulis cerita. Jadi males buat deskripsi he he he😁