"Pertanyaan terakhir. Aku berharap bukan ulahmu, Will," ujarnya was-was. "Krisis moneter dengan skala global, bukan ulahmu, kan, Will?" tanyanya memastikan.
"Bukan."
Alessia menghela napasnya lega, sebelum ucapan William membuatnya benar-benar sesak napas.
"Liam yang menciptakan krisis moneter, aku hanya membantunya," jelas William kelewat santai.
"WILLIAM ROCKEFELLER!"
_______________________________________
BLACK HELLEBORE || Part 18—Game Circle
||
Rockefeller Mansion | Seattle, Washington—USA.
07.30 AMAlessia memperhatikan William yang terlihat sudah rapih dengan kemeja putih serta setelan jas berwarna hitam. William berjalan menghampiri Alessia di meja makan, dengan kedua tangannya sibuk memasang dasi yang senada dengan warna jasnya.
"Kau sudah mau berangkat?" tanya Alessia ketika William sudah duduk di sampingnya.
"Aku akan mengadakan rapat para pemegang saham," ujarnya sembari meminum secangkir coffee mocha latte.
"Dengan Alfred Corporation?"
"Mereka topik utama rapat ini."
"Will, entah kenapa aku merasa ragu dengan tindakanmu kali ini." Alessia berusaha menyampaikan kegelisahannya.
"Ada apa denganmu? Kau membelanya?!" William menatap tajam Alessia.
"Tidak, hanya saja—entahlah. Aku harap kau tidak benar-benar akan mengambil alih perusahaan Dominic."
"Sudahlah, aku berangkat. Jaga dirimu baik-baik dan jangan pernah pergi kemana pun tanpa izinku."
"Kau tidak sarapan?"
"Selera makanku hilang."
William segera bangkit dari duduknya. Mengecup kening Alessia singkat, lalu berjalan menuju halaman belakang mansion, tempat di mana helicopter-nya siap mengudara.Alessia mengikuti langkah William menuju helipad. Para anak buah Rockefeller dengan pin di dada kanan mereka, segera membungkuk ketika William datang.
"Masuklah, di luar dingin. Sepertinya aku akan pulang malam."
"Pertimbangkanlah ucapanku, Will. Aku tidak ingin kau menyesal nantinya."
"Menyesal?" William menggelengkan kepalanya. Menatap Alessia dingin, tanpa ekspresi. Sepertinya pria itu sedang menahan amarahnya. Tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Hening, sibuk dengan pemikiran masing-masing.
Tanpa mengatakan apa pun lagi, William segera melangkahkan kakinya menaiki helicopter. Alessia menatap kepergian William dengan perasaannya yang berkecamuk. Entahlah, firasatnya mengatakan bahwa Dominic berbeda. Alessia bisa melihat dari tatapan matanya. Tatapan terluka? Tidak, Alessia masih merasa ragu. Namun, hatinya mengatakan yang lain.
***
Rockefeller Corporation | Manhattan, New York—USA.
01.15 PMDominic memasuki gedung Rockefeller bersama dengan sekretarisnya yang berambut pirang—Belinda Jennifer. Entah bagaimana hasil rapat para pemegang saham hari ini. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan setidaknya 45% saham, tetapi hal itu sangatlah sulit, mengingat krisis moneter yang terjadi saat ini. Mereka lebih memilih berinvestasi dengan perusahaan-perusahaan besar sekelas Rockefeller daripada Alfred yang jelas-jelas sudah diambang kehancuran.
Dominic menghela napasnya berat ketika memasuki ruang meeting. Ini adalah usaha terakhirnya untuk mendapatkan saham. Jika gagal, bukan hanya perusahaannya yang hancur, tetapi dirinya juga akan hancur. Dominic tersenyum miris mengingat sesuatu.
Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat William yang tengah duduk dengan smirk-nya. Menatap remeh Dominic. Ingin rasanya ia melubangi kepala pria angkuh itu.
"Baiklah, karena Mr. Alfred sudah datang, bisakah kita memulai meetingnya?" ujar William seraya berdiri memulai presentasinya mengenai visi misi serta planning kedepannya untuk Rockefeller. Berusaha menarik minat para pemegang saham. Kemudian giliran Dominic yang menyampaikan presentasinya hingga selesai.
Waktu sudah menunjukkan pukul tiga, yang artinya kurang lebih sudah dua jam mereka melakukan meeting. Suasana juga semakin panas kala kubu perusahaan Alfred sudah mendapatkan 50% saham yang berarti seimbang dengan miliki William. Hanya membutuhkan setidaknya 1% saja untuk menentukan Alfred Corporation jatuh di tangan siapa. Apakah tetap dimiliki oleh Dominic, atau malah berhasil direbut oleh William.
Dominic dan William saling menatap dengan sengit dari ujung tempat duduk mereka.
"I'm sorry, Sir. Sepertinya saya terlambat." Seorang wanita dengan baju merah seksinya serta lipstik merah terang yang membuatnya menjadi pusat perhatian semua orang di tengah-tengah rapat.
William mempersilahkan wanita itu duduk.
"Saya akan menginvestasikan 20% saham saya kepada Alfred Corporation." Ucapan wanita itu membuat semua orang tercengang. Pasalnya, keputusan wanita itu untuk menginvestasikan 20% sahamnya berarti sama saja memberikan kemenangan untuk Dominic.
Dominic juga sama tercengangnya. Dirinya bahkan sama sekali tidak mengenal wanita itu, apalagi melakukan kerja sama. Dominic menatap William dari sudut matanya. Ia melihat William tengah tersenyum ke arahnya kemudian berganti mengedipkan sebelah matanya kepada wanita tadi. Sialan! Dominic mengerti arah jalan permainan pria iblis itu.
Rapat kali ini telah usai. Dengan kemenangan diperoleh Alfred Corporation. Orang-orang menjabat tangan Dominic untuk mengucapkan selamat, tak terkecuali William yang turut menjabat tangan Dominic dengan senyum devil-nya tak lupa wajah angkuhnya yang membuat Dominic semakin geram.
"Welcome to my game, mengusikku sama saja menghantarkan nyawamu ke lubang kematian," bisik William dengan suara mengejeknya.
_______________________________________
Yg suka silahkan vote dan komen..
6.September.2021 (21:27)
@nandaalfiyah7
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Hellebore
RomanceAlessia Domani dan William Rockefeller adalah The Best Couple. Dunianya dikelilingi oleh kemewahan. Ibarat terlahir dari sendok emas. William Rockefeller ; Alessia Domani adalah miliknya. Tidak ada yang berhak menyentuhnya meski seujung kuku pun. S...