Dua puluh satu

377 35 3
                                    

Jadikan reading list dan jangan lupa vote dan komen yah

****

Aku pikir dengan pergi ke sebuah mall dapat menghilangkan rasa sedih ku saat ini. Tapi, kenyataannya tidak sedikitpun.

Rasanya tak habis pikir dengan suamiku. Seberapa sibuk pekerjaannya sampai-sampai tak punya waktu untuk menghubungiku. Jangankan menelepon mengirim pesan singkat saja tidak harusnya dia jadi orang pertama yang memberiku semangat dan selamat. Tapi, kenyataanya tidak.

Mungkin dia benar-benar lupa akan hari penting ini. Aku yang tak bisa menyembunyikan kesedihan memilih untuk pulang.

"Kita belum makan lo, Nis! Kamu yakin mau tetap pulang?" tanya Neneng yang langsung aku angguki. "Ya udah ayo aja, kalau mau pulang! Tapi kita beli makanan buat take away dulu yah, lagi pula kita belum makan." sambungnya.

"Neng, aku lagi enggak berselera makan, maaf. Aku lagi butuh waktu sendiri. Biar aku pulang duluan aja, yah!" Kataku yang membuat Neneng terdiam untuk sesaat sebelum ahirnya bicara.

"Kamu yakin, Nis?" neneng yang seakan tak yakin dengan apa yang aku katakan.

"Iya, Neng! Ya udah kalau gitu aku pulang dulu, yah!"

Aku yang langsung pergi setelah berpamitan pada sahabatku.

Ini pertama kalinya aku merasakan hati yang gundah gulana, rasanya sulit untuk dijabarkan bagaimana perasaanku saat ini.  Rasanya aku enggan untuk bicara pada siapapun itu, sekalipun mereka orang terdekat. Yang aku butuhkan saat ini hanyalah menyendiri.

Aku memilih diam dan menatap ke arah luar kaca selama berada di dalam taksi, meski sesekali pandanganku beralih pada layar ponsel.

Ka Irham online, tapi kenapa tak membalas pesanku sama sekali. Bahkan chat yang aku kirim tadi pagi saja belum dia balas sampai sekarang. Maksudnya apa coba dengan semua ini.

Aku dibuat berpikir yang tidak-tidak akan dirinya yang bersikap seperti ini. Dan anehnya saat aku mencoba menghubungi kembali, Kak Irham masih  tak mengangkat panggilanku.

"Astagfirullah ..., mau ka Irham apa sebenarnya. Kenapa bersikap seperti ini? Apa mungkin aku punya salah, tapi apa? Kalau pun iya, seharusnya dibicarakan, bukan diam seperti ini," batinku yang mulai mengeluarkan butiran bening.

Setelah beberapa saat terdiam, tiba-tiba lamunan ku terpecah oleh suara sopir taksi yang  memberitahu kalau aku sudah sampai ke tempat tujuan. Aku yang tidak bisa menahan gejolak air mata memilih memalingkan pandangan saat membayar sopir taksi dan bergegas pergi.

"Mba kembaliannya!" teriak sopir yang tak aku gubris sama sekali.

Terkesan berlebihan memang, tapi bagaimanapun ini perasaan murni  dari seorang istri yang menanti kabar atau bahkan ucapan manis dari suami yang dicintai.

Akupun membanting tubuhku ke atas kasur menumpahkan semua kesedihan yang ada. Butiran-butiran yang tadi sempat tertahan kini mengalir begitu deras. Harusnya ini jadi hari terbaik untukku, tapi kenyataannya malah sebaliknya.

****

Aku terbangun dengan kepala yang  sedikit pening. Ada sebuah tangan melingkar tepat di bagian perutku. Aroma parfum yang mempunyai ciri khas membuatku sadar betul siapa pemilik wangi dan tangan tersebut.

Akupun memutar tubuh secara perlahan menatap ke arah lelaki ya kini sedang tertidur pulas. Entah sejak kapan dia datang dan tidur di sampingku. Ku coba mengusap pipinya perlahan, menatapnya dengan seksama.

Harusnya aku marah, tapi kenapa saat suamiku berada di hadapanku, aku malah tidak bisa berbuat apa-apa.

Akupun memeluk tubuh suamiku yang masih tertidur pulas. Mencoba menyandarkan kepala di dada bidang miliknya, mencium aroma khas yang sudah dirindukan beberapa hari terakhir.

Aku yang masih merasa lelah dan mengantuk memilih untuk tidur kembali.

Suara getaran ponsel di bawah bantal membuat aku kembali terbangun. Mencoba meraba telepon genggam yang sedari tadi bergetar dan mengambilnya.

"Hmm, Assalamualaikum!" sapaku tanpa membuka mata dan mencari tahu siapa yang saat ini sedang menelpon ku.

"Nis! Kamu baru bangun tidur yah? Kamu baik-baik aja, kan?

Suara yang membuat aku tersadar dan membuka kedua mata yang sedari tadi merekat lekat.

Bukannya menjawab ucapan yang ada di balik telepon, aku malah mencari sosok yang tadi tidur bersamaku.

"Kak! Ka Irham dimana?" Aku yang segera membangunkan tubuh dan mencari keberadaan sosok tersebut. Namun aku tersadar saat melihat di semua sudut sosoknya tak ada. Jangankan sosoknya jejaknya saja aku tak menemukan. Bahkan pintu saja masih terkunci.

Tidak mungkin kalau itu cuma mimpi? Itu seperti nyata untukku.





Semua Karena CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang