Tak ada gunanya menorehkan dosa pada Hitam, karena Hitam, adalah dosa itu sendiri.
***
“Manusia kadang lengah. Mereka tidak menyadari betapa menariknya hidup dalam dimensi irasional. Dunia yang membalikkan kehidupan.”
“Dimensi irasional, terletak secara sejajar dengan dimensi yang biasa ditempati manusia. Berjalan ala kadarnya, persis dengan kehidupan manusia. Berdampingan dengan dimensi yang ditempati manusia, tanpa ada yang menyadari.”
“Yang langka adalah menemukan cara untuk masuk ke dalam dimensi itu.”
Awalan menarik dalam buku usang yang ditemukan oleh gadis berumur 18 tahun, Eumi. Buku tua yang menjelaskan tentang kehidupan dalam dimensi irasional. Eumi tidak mengetahui, lebih tepatnya tidak mau peduli tentang asal muasal buku tersebut. Yang ia tahu hanyalah, sekarang dirinya berada dalam bahaya besar.
Reruntuhan rumah ini menjadi tempat peristirahatan bagi Eumi. Ia tahu keputusan bodohnya untuk meminjam uang kepada rentenir, akan menjeratnya dalam hutang seumur hidup. Dan di sini lah ia, meringkuk di belakang meja usang dengan buku tua di depannya. Berharap para anak buah dari rentenir tidak dapat melacak keberadaannya.
Secara fisik, Eumi terlihat cantik dengan hidung mancung, kulit kuning langsat, tulang pipi yang tinggi dan rambut lurusnya. Namun tidak dengan hatinya. Ketamakannya membawa ia pada nafsu besar untuk memperdaya laki-laki.
Meski banyak laki-laki yang terjerat oleh kecantikannya, namun kali ini prediksi Eumi salah. Ia mengira bisa menipu laki-laki yang satu ini, sang rentenir. Kenyataan berkata lain, dirinya lah yang paling tertipu.
Andai saja ia melihat dengan jelas titik-titik kecil yang membentuk garis mendatar di atas kolom tanda tangan— setelah dilihat dengan mikroskop, adalah penjelasan tentang konsekuensi pengembalian hutang. Andai saja ia mengetahui kelicikan laki-laki itu. Andai saja …, batin Eumi.
Nasi sudah menjadi bubur, matahari hampir berganti bulan. Ia merasakan binatang malam mulai mencari dirinya di dalam reruntuhan rumah—entah hanya untuk menakut-nakuti, atau memang sebenarnya binatang terkecil pun bisa memangsa manusia jika mereka menyatukan kekuatan dalam jumlah—Eumi tidak peduli. Bagi Eumi, tidak ada yang bisa mengalahkan ketakutannya terhadap kehilangan uang atau harta. Bahkan mahluk tak kasat mata sekali pun.
Matahari terbenam. Ilalang yang tumbuh di sekitar reruntuhan rumah, semakin menambah kesan seram. Eumi baru membaca buku usang di depannya seperempat halaman, seakan mencoba membunuh waktu. Ia memutuskan akan bermalam di sana. Rumahnya pasti sudah dijaga ketat oleh para anak buah rentenir, tidak ada peluang untuk kembali sekarang. Eumi merasa matanya semakin berat, dan perlahan menutup.
***
“Lihat! Orang itu berbuat kebaikan! Hukum dia dengan memakan gula kapas!”
Teriakan itu membuat Eumi yang sedang mengelus seekor kucing hitam terdiam. Ia sadar bahwa yang dimaksud teriakan itu adalah dirinya. Entah bagaimana, dia menyadari kalau dirinya terjebak dalam dimensi irasional yang diceritakan dalam buku yang dibacanya. Dirinya juga sudah berpindah tempat, sekarang ia berada pinggir trotoar, dekat sebuah halte bus. Gadis itu menyadari bahwa tempat ini mirip sekali dengan kota yang ia tinggali. Tapi ia tidak bisa mencari tahu, mengapa ia berada di sini sekarang.
Eumi ketakutan. Hukuman memakan gula kapas menjadi sangat mengerikan baginya. Sepertinya Eumi juga mulai mengerti, bahwa ketika memasuki dimensi irasional ini, seluruh kepercayaan dan pemikiran, akan ikut terpengaruh.
Otaknya kembali bekerja. Ia kini mengerti cara menyelamatkan diri. Ia menarik ekor kucing itu dan membantingnya ke aspal kasar. Berkali-kali. Dengan bunyi dentuman yang menyayat telinga. Diiringi bunyi ‘splat’ dan ‘krak’. Tapi Eumi tak punya pilihan. Ia harus melakukan kejahatan jika ingin selamat. Sebagian dari orang yang melihatnya kemudian bertepuk tangan.