Jennie sedang berada di teras rumahnya dan hendak membuka pintu saat ponsel di sakunya berdering. Ia baru saja diantar Lisa setelah diajak membolos hingga ia pulang malam seperti ini. Jennie menerima panggilan telfon itu sambil berjalan memasuki rumahnya yang terasa sepi, mungkin ibunya belum pulang, tapi Jennie tak lagi peduli.
"Jennie?"
Jennie terdiam sebentar mendengar suara familiar yang seperti sudah lama tak memanggilnya itu. Memang selama berjauhan mereka kerap saling bertukar kabar lewat pesan namun tidak pernah sampai menelfon seperti ini karena perbedaan zona waktu.
"Hai, lo lagi dimana? Kok kayak berisik?"
"Sorry, gue lagi ada di rumah temen gue yang lagi ngadain birthday party. Gue keluar dulu bentar."
Jennie melangkah menuju dapur untuk mengambil segelas air minum.
"Gue nelfon lo karena gue mau nanya. Daritadi lo gak bales chat gue, kenapa?"
"Gue baru nyampe rumah soalnya."
"Lo habis darimana? Sama siapa?"
"Ada lah pergi sama temen. Ke pantai."
"Lo gak capek pergi abis pulang sekolah? Biasanya kan lo suka langsung tidur karena capek."
Jennie menggigit bibirnya. "Gue gak sekolah tadi."
"Lo sakit?"
"Bukan?"
"Terus?"
Jennie terdiam selama beberapa detik.
"Lo bolos? Sama siapa? Lisa?" Terdengar suara geraman yang membuat Jennie memejamkan mata.
"Kenapa lo bisa langsung nebak tepat sasaran?" Jennie tertawa kecil. Mencoba mengajak bercanda.
"Gak ada yang lucu tau gak." Mendengar suara tegas dari Hanbin, Jennie pun terdiam. "Gue bilang apa sama lo kemarin Jennie? Kenapa lo gak mau dengerin gue? Jangan deket sama Lisa! Dia bukan orang baik!"
"Dia baik kok ke gue."
"Itu cuma manipulasi dia aja. Kenapa lo gak percaya sama gue? Gue yang lebih dulu kenal sama lo. Gue yang lebih lama jadi sahabat lo."
"Karena yang lo bilang gak masuk akal."
"Gosh, Jennie. Lisa itu bahaya buat lo."
"Kasih gue alasan yang lebih spesifik kenapa gue harus jauhin Lisa. Bahaya karena apa? Apa ini cuma akal-akalan lo karena lo cemburu sama Lisa? Hanbin, gue udah pernah bilang kan sama lo. Gue gak bisa menjanjikan apapun buat kita bisa lebih dari apa yang selama ini kita jalani."
"Iya, gue cemburu, iya. Tapi ini lebih dari itu, Jennie. Dia cuma manfaatin lo. Jangan terlalu percaya sama dia. Jangan terlalu nyaman sama dia. Jangan kasih 100% hati lo buat dia."
"Apa keuntungan yang dia dapet dari manfaatin gue sih? Kenapa lo bisa mikir kayak gitu disaat gue aja gak merasa dimanfaatin? Dia justru bantuin gue asal lo tau. Dan gue juga gak mudah percaya sama orang lain kok, lo tenang aja. Gue gak akan terlalu percaya sama dia, oke?"
"Tapi lo iya! Lo udah percaya sama dia kan? Gue udah paham gimana sifat lo. Jennie yang gue kenal gak akan dengan gampang berteman dekat sama orang baru. Dulu aja gue butuh waktu lama buat bisa jadi sahabat lo. Jennie yang gue kenal gak suka jadi pusat perhatian dan berani berangkat sama orang paling populer meski dia tahu kalo dia mungkin bakal makin dibenci sama banyak orang. Jennie yang gue kenal gak pernah mau melanggar aturan sekolah apalagi membolos. Tapi apa sekarang? Lo lakuin semua hal diluar kebiasaan lo ketika lo sama dia. Lo nyaman sama dia bahkan dalam hitungan hari. Lo kenapa Jennie? Lo terpesona sama dia? Lo mulai suka sama dia? Gue jelas merasa heran karena ini baru pertama kalinya lo kayak gini. Lo berubah sejak ketemu sama Lisa. Atau gue aja yang merasa kayak gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Better With You
Fanfiction[ON GOING] Jika seseorang bertanya, adakah di dunia ini manusia yang tak pantas merasakan bahagia? Jennie pasti akan menjawabnya : Ada. Aku lah pecundang itu. Pemikiran itu tumbuh setelah berhari-hari dirinya menjalani kehidupan remaja dengan diger...