Chapter 5: Louse

69 14 12
                                    

MR. Navarro mengepakkan sayap perinya untuk menangkap Addison yang terlempar dari perahu. Begitu juga dengan Thann yang langsung merentangkan sayap hitamnya dan menarik Habibie yang histeris dari dalam ledakan. Serpihan perahu bagaikan salju yang menghujani mereka ketika terbang menjauh.  
 
            “Apa yang terjadi?” tanya Addison dengan wajah panik. “Di mana Thann dan Habibie?”
 
            “Kita diserang,” jawab kepala sekolah dengan tenang. “Mereka baik-baik saja. Kau tidak usah panik. Aku sudah melatih kalian berulang kali untuk keadaan seperti ini. Mereka baik-baik saja.”
 
            Thann terbang mendekat dengan sayap hitamnya terbentang lebar. “Serangan apa barusan itu? Tidak terdeteksi sama sekali. Aku tidak melihat dan merasakannya,” ucap Thann sambil memegang jubah Habibie dengan tangan kanan dan kipas di tangan kiri.
 
            Mata Mr. Navarro menelisiri sekitar, tetapi uap air menghalangi pandangannya. “Kita harus turun agar bisa melihat dengan jelas. Uap air ini menghalangi pandangku. Kita berada di titik buta dan gampang diserang.”
 
            “Apa tidak ada mantra untuk menghilangkan uap ini?” tanya Addison sambil mengusap cermin cakram mataharinya yang berembun dan masih sempatnya melirik sedikit ke arah cermin untuk melihat penampilannya.
 
            “Ada, tetapi aku sedang menghemat energi sihir untuk menahan radiasi asteroid di sekelilingku. Lebih baik kita keluar dari uap ini daripada menghilangkannya,” jelas kepala sekolah. “Thann, mendekatlah kepadaku, aku akan membuat perlindungan.”
 
            Thann mengepakkan sayap menuju Mr. Navarro. Kepala sekolah membuat lingkaran sihir dengan sebelah tangannya dan seberkas cahaya hijau berbentuk gelembung mengelilingi Thann dan Habibie. Mr. Navarro juga membuat perlindungan untuk dirinya dan Addison.
 
            “Absolute protection versi lite,” komentar Addison dengan terkesima.
 
            “Sekarang kalian sudah aman. Kita akan turun dengan kecepatan tinggi. Kau ikuti aku, Thann. Jangan sampai kehilangan jejakku.” Kepala sekolah mengepakkan dua pasang sayap perinya yang transparan, seperti spektrum cahaya yang selalu berubah warna, setelah itu ia melesat dengan kecepatan tinggi.
 
            Thann mengikuti kepala sekolah dekat-dekat. Tidak mau tersesat dan kehilangan jejak di tengah uap air. Mereka meliuk-liuk melewati uap air cukup lama. Thann merasakan hantaman demi hantaman menerjang mereka, tetapi mantra perlindungan kepala sekolah memang tidak tertembus.
 
            Thann tidak tahu berapa lama mereka berputar-pitar menembus kabut sampai tersingkap cahaya di depan matanya. Kepala sekolah berhenti mendadak dan diikuti Thann di belakangnya. Suhu dingin dan membekukan langsung menyergap mereka. Lautan sudah berubah beku, tidak ada air yang mengalir dan jatuh dari atas.
 
            “Makhluk apa ini?” tanya Habibie yang sejak tadi diam saja. Uap panas keluar dari mulutnya karena suhu yang berubah drastis.
 
            “Yang jelas tidak tercantum dalam buku pelajaran sekolah,” jawab Thann sambil memandang makhluk yang seluruh badannya terbuat dari es. Monster raksasa bewarna sian itu memegang busur yang juga terbuat dari kepingan-kepingan es. Di kepalanya terdapat mahkota es menyala, pelindung dada, dan tangan. Penampilannya terlihat seperti pemanah.
 
            “Aku mau memberikan nama kepada makhluk itu agar namaku tercantum dalam buku pelajaran sebagai penemu,” komentar Addison yang masih saja bergurau dalam situasi seperti ini.
 
            Makhluk itu menengadah, memandang mereka dengan matanya yang bewarna sian menyala, lalu tiba-tiba ia menembakkan panah es sebesar pohon kelapa dengan kecepatan tinggi. Mr. Navarro dan Thann refleks menghindar dan terbang berputar-putar menghindari lesatan panah beruntun dari makhluk es raksasa pemanah itu.
 
            “Makhluk itu menyebalkan sekali!” ucap Mr. Navarro ketika serangan panah es berhenti. “Kita tidak bisa mendekat jika seperti ini terus.”
 
            “Aku juga tidak bisa lama-lama terbang sambil mengangkat beban,” ucap Thann sambil melirik Habibie yang bergelayutan di kaki Thann.
 
            “Hehehe, canda beban,” ucap Habibie tanpa dosa sambil menyilangkan tangannya membentuk huruf V. Naganya yang bergelayutan di pundaknya ikut menguik yang sepertinya juga beban.
 
            “Sebaiknya kita berpencar. Kalian mencari lokasi Mirror Island dan biarkan aku menghadapi es itu. Berdasarkan mimpi Shalima, lokasinya memang berada di sekitar sini. Habibie bisa membantumu dengan merasakan pancaran radiasinya,” kata kepala sekolah memberikan instruksi.
 
            Thann dan Habibie mengangguk setuju.
 
            Kepala sekolah memandang monster setinggi 65 meter itu dengan sorot mata tajam. Sepertinya kali ini ia akan membalas makhluk itu. “Aku harus memberi pelajaran kepada kutu yang sudah menghancurkan perahu Miss Elafir. Sepertinya tadi aku mendengar teriakan Miss Elafir ketika perahunya hancur. Merepotkan saja! Kutu itu sudah membuatku kesal karena harus berhadapan dengan Miss Elafir yang cerewet!”
 
            Kutu? batin Habibie. Mana ada kutu sebesar itu? Kenapa kepala sekolah memilih kutu dari sekian banyak sebutan lain?
 
            Kepala sekolah membuat segel sihir dengan sebelah tangan. Tidak berapa lama, matanya mengeluarkan cahaya hijau dan garis-garis aneh bercahaya menjalari lengan, leher, dan wajahnya. Ia mengangkat tangan tinggi-tinggi lalu lingkaran sihir bewarna kemerahan yang sangat besar muncul di langit.
 
            “Kekuatan apa ini?” tanya Habibie sambil memandang ke langit. Ia dapat merasakan energi yang kuat sekaligus gelap dari lingkaran sihir itu.
 
            “Aku tidak suka energi ini. Auranya terlalu gelap dan pekat. Berbeda dengan energi yang pernah kuisap selama ini,” ucap Thann juga ikut menengadah ke langit.
 
            “Meteor destruction!” Suara kepala sekolah menggelegar.
 
            Lingkaran sihir mulai mengeluarkan lidah api, garis dan simbol dari lingkaran sihir mulai terbakar dan menyisakan lubang hitam di langit. Tidak berapa lama, terdengar suara gemuruh yang aneh. Suhu mulai berubah naik sehingga melelehkan air laut yang beku. Tidak berapa lama, benda besar yang terbakar melesat dari lubang raksasa itu dengan kecepatan tinggi dan menghancurkan raksasa es dalam satu kedipan mata.
 
            Laut yang semula beku berubah menjadi lautan api. Semburan energinya begitu dahsyat, membuat Thann terlempar beberapa meter. Untung perlindungan yang dibuat kepala sekolah bekerja dengan baik.
 
            “As-ta-ga. Demi dewa ….” Addison bergumam tanpa sadar tatkala melihat meteor keluar dari lubang hitam di langit.
 
            “Go-golden asteroid! Bukankah itu golden asteroid?” Habibie terperanjat sampai melepaskan pegangannya dari kaki Thann. Beruntung malaikat bersayap itu cepat-cepat menarik Habibie kembali agar tidak jatuh ke dalam lautan api.
 
            “Itu kekuatan dia, kan? Kekuatan orang itu yang bisa memanggil meteor?” tanya Habibie memastikan, meteor yang barusan ia lihat itu hampir mengancurkan bumi beberapa tahun silam.
 
            Thann menggeleng. “Aku rasa itu hanya tiruan. Kekuatan sebenarnya pasti seribu kali lebih dahsyat karena berdampak ke seluruh Maple World. Aku tidak tahu kalau kepala sekolah berhasil meniru kekuatan legendaris itu.”
 
            Ketika mereka sedang berbicara, tanpa disangka-sangka, panah api menghantam mereka dengan kecepatan tinggi, Thann tidak sempat mengelak. Mereka terlempar ke angkasa dengan serangan panah memborbardir tanpa henti.
 
            Hantaman demi hantaman terus mencecar mereka, tetapi berkat perlindungan yang diberikan kepala sekolah, sekali lagi mereka bisa bertahan. Namun, ketika serangan berhenti, Thann dan Habibie melihat kalau perisai yang dibikin kepala sekolah sedikit retak.
 
            “Bukankah perlindungan ini tidak bisa ditembus?” tanya Habibie cemas memandang perisai dan makhluk api raksasa di bawahnya secara bergantian.
 
            “Energi sihir di sini tidak stabil, sehingga berdampak pada kualitas sihir kepala sekolah. Aku juga merasakan kekuatan sihirku semakin lama semakin berkurang. Mungkin penyebabnya radiasi asteroid emas itu,” jelas Thann.
 
            Tiba-tiba Addison berteriak. “Aku menemukannya! Aku melihat Mirror Island!”
 
            Habibie dan Thann serentak memandang ke arah Addison. “Di mana? Dan kenapa wajahmu seperti itu?” tanya Habibie ketika melihat mata kanan Addison bercahaya dan bola matanya berubah seperti kaca, sementara satu tanduk melesak keluar dari kepala kanannya.
 
            “Kekuatan Addison sudah aktif,” kata kepala sekolah memberitahu. “Thann, kaubawa Addison dan Habibie ke Mirror Island. Addison akan memandumu menemukan pulau itu,” perintah kepala sekolah. “Aku akan menyelesaikan dengan makhluk besar itu dulu. Ternyata belum jera juga setelah ditimpa meteor.”
 
            “Perlindungan yang Anda buat telah rusak, Sir,” lapor Habibie.
 
            “Aku akan membuat perlindungan dua lapis, tetapi aku tidak tahu akan bertahan berapa lama. Semakin mendekati asteroid, kualitas sihirku semakin berkurang,” kata kepala sekolah sembari membuat lingkaran sihir dan melindungi ketiga siswanya dengan gelembung hijau dua lapis.
 
            Thann hanya mengangguk dan menyerahkan kipas kepada Habibie. Ia terbang lebih dekat ke arah kepala sekolah dan menarik jubah Addison dengan tangan kirinya. “Maaf, ya, kami hanya beban,” kata Habibie sambil tersenyum tanpa dosa. Naganya ikut menguik seakan mengiyakan.

Secret Mission to Mirror Island (HIDDEN YEAR 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang