30. Hal yang terlewatkan

96 16 0
                                    

Sebelum mengikuti kepanikan ataupun aksi Humpty dumpty seterusnya, ada satu hal yang harus kalian ketahui. Ini adalah cerita dari sudut pandang tokoh utama kita, sepuluh bulan yang lalu. Atau dapat dikatakan setahun sebelumnya, sebelum semua kisah tragedi itu berlangsung.

Saat itu Axel yang duduk di atas brankar baru sadar dari komanya beberapa hari yang lalu, ia tersenyum tipis merespons kepergian sang kakak di balik pintu ruang rawat. Hari ini Zea pulang lebih dulu sebab ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkannya, dia berkata akan kembali sebelum pukul delapan malam berhubung saat ini masih jam sembilan pagi.

Setelah itu hanya terlihat raut datar, dia menunduk menatap sebelah tangannya yang terpasang selang infus dan menghela napas pelan.

"Keluar ...."

Lantas saja seorang pria kisaran awal kepala empat keluar dari persembunyiannya, dia sedikit merapikan jasnya dan mengangkat sebelah sudut bibir tipis.

"Siapa kamu?" tanya Axel datar, tajam, dan tanpa minat.

Tiba-tiba pria itu membungkuk memberi salam hormat, membuat Axel mengerutkan kening tidak mengerti. "Salam Tuan muda!"

"Apa-apaan ini? Lo siapa!" seru Axel namun tiba-tiba seorang dokter lengakap dengan maskernya masuk dan mengalihkan perhatiannya.

"Maafkan saya Tuan muda!" seru pria itu kembali, setelah memberi anggukan kepada sang Dokter.

Walau hanya matanya yang terlihat, Axel tahu jika dokter tersebut adalah Dokter Rangga —dokter yang menjadi penanggung jawab perawatannya lima tahun terakhir.

Pria asing itu menahan lengan Axel, lebih tepatnya menahan pemberontakan cowok itu yang kini posisinya berubah menjadi telungkup.

"Apa-apaan ini sialan! Dokter Rangga, saya tau itu Anda! Apa-apaan ini!"

Pria tadi membungkukkan badan, meletakkan jari telunjuk di depan bibir. "Sssttt ... ini demi kebaikan Anda, saya mohon kerjasamanya ...."

Setelah itu Axel berteriak ketika jarum dingin menembus kulitnya, lalu kehilangan kesadaran.

Kemudian beberapa menit berlalu, Axel mengerjapkan mata yang sedikit terlihat buram. Namun kini dia berada di tempat lain, yang jalas dirinya berbaring di atas kasur dengan sparai putih, terpasang infus, juga ruangan putih polos dengan satu meja nakas di sisi kasur.

Pintu yang terbuka mengalihkan Axel, orang yang dilihatnya sebelum pingsan berdiri di hadapannya dengan senyum tipis. "Siapa kam—-" ucapan Axel terpotong oleh geraman atas respons rasa sakit di bagian paha dalamnya, ketika hendak bergerak.

"Tuan muda, Anda tidak perlu bergerak. Jahitannya bisa lepas ...." ucap orang itu, kembali membantu menyandarkan tubuh Axel yang diterima saja olehnya sebab dia memang perlu sedikit bantuan.

"Siapa Anda?" tanya Axel entah kesekian kalinya dengan tatapan menyelidik.

"Ah saya minta maaf atas kesan pertama yang agak buruk, perkenalkan saya Cashel Darius Matthew tangan kanan mendiang ayah kamu Seth Yuanda Pradipa di perusahaan L' EALRS Group," jelas Cashel singkat dengan senyum tipis yang belum luntur, walaupun perkataannya hanya direspons dengan kerutan di kening tuan mudanya.

"J–jadi? Apa yang Anda lakukan pada saya sebelumnya? Dan di mana saya sekarang?!"

Cashel mengacak puncak kepala Axel pelan. "Ternyata benar, kamu juga melupakan paman," ucapnya dengan senyum kecut.

"Baguslah soalnya kamu dulu nggak suka banget sama paman, sukanya ngajak kelahi terus." Pria itu menggeleng dan terkekeh pelan mengingat saat-saat itu, kemudian menoleh pada Axel.

Senandung Kematian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang