PART 7

3.2K 484 56
                                    

***

Rania memilih pura-pura tidur dengan posisi kepala miring ke arah jendela. Di luar hujan masih deras. Sebenarnya dia tak tega membiarkan Diana pulang sendirian tetapi sahabat dekatnya itu tidak keberatan sama sekali. Justru mendukung dirinya pulang bersama Raffa. Bukan semata-mata karena hujan yang masih mengguyur ibu kota, tetapi juga untuk mengusaikan segala rasa yang dirinya pendam nyaris 10 tahun ini.

Raffa harus tahu. Sungguh, dia bukan bermaksud untuk mengacaukan pernikahan pria itu. Hanya ingin Raffa tahu tentang perasaan yang dirinya pendam selama hampir 10 tahun, supaya dia bisa melepaskan sosok itu di hatinya dengan ikhlas tanpa beban berat yang menghimpit dadanya.

"Aku tahu kamu pura-pura tidur, Na."

Raffa mengatakannya secara gamblang. Pria itu melirik sekilas wanita disisinya sebelum memfokuskan kembali pandangan ke arah jalanan. Sedang dalam hati, Rania sibuk mengumat--sesuatu yang tidak seharusnya dirinya lakukan. Wanita itu memang berniat berbicara pada Raffa. Tapi nanti ketika mereka hampir tiba di rumahnya. Bukan sekarang di saat jarak masih cukup jauh.

"Buka mata kamu Na. Akting kamu cukup buruk untuk mengelabuhiku."

Mendengus kasar, Rania akhirnya membuka mata yang membuat sudut-sudut bibir Raffa berkedut geli.

"Kamu nggak bakat jadi artis Na. Mungkin kamu bisa menipu orang lain, tapi tidak berlaku untukku."

"Jangan terlalu percaya diri, Raffa! Kamu tidak benar-benar tahu semua hal tentangku." karena jika pria itu mengetahui tentangnya dengan baik, mana mungkin Raffa tidak tahu tentang perasaan yang berusaha dirinya pendam selama ini.

"Apa yang nggak aku tahu Na? Kamu bisa memberitahuku sekarang." Raffa menoleh ke samping sambil tersenyum manis. Berbeda dari ekspresi hangat yang pria itu beri, Rania justru memberikan ekspresi datar dengan tangan mengepal kuat disisi tubuh.

"Kamu nggak perlu tahu semua hal tentangku, Raffa. Lagipula apa gunanya mengetahui segalanya tapi kamu sendiri nggak pernah sekalipun berusaha memahamiku."

"Kamu lagi dapet Na? Aku rasa sikap kamu berbeda dari biasanya. Atau memang efek pusing membuat kamu seperti ini?"

"Memang biasanya aku seperti apa? Setelah lulus SMA kita bahkan sudah jarang bertemu. Sikap dan sifat manusia bisa berubah kapanpun, begitu juga denganku Raffa. Nyatanya kamu belum mengenalku dengan baik 'kan?"

Menghela nafas cukup panjang, Raffa memberi anggukkan singkat. "Sepertinya begitu. Karena baru malam ini kamu bersikap dingin."

Tidak ada yang salah dengan perkataan pria itu, hanya saja perkataan selanjutnya lah yang membuat Rania terpaksa menahan nafas untuk beberapa saat.

"Kamu terlihat seperti biasa saat aku datang. Tapi setelah kembali dari kamar mandi mendadak kamu berubah, Na. Kenapa? Apa ada sangkut pautnya dengan kabar pernikahanku? Kalau dipikir-pikir, kamu sama yang lain juga tidak begitu tertarik dengan kabar yang aku kasih."

Tepat sasaran.

Sekarang Rania justru dibuat kalang kabut sendiri dengan perkataan Raffa barusan. Jadi pria itu menyadari keanehan di meja makan beberapa waktu yang lalu? Tapi kenapa bertingkah jika semua baik-baik saja. Atau memang Raffa pandai menyembunyikan perasaan pria itu dari orang lain?

"Jadi benar?" Raffa tidak bisa menyembunyikan senyuman kecut dan juga kekecewaannya. "Kenapa Na? Ah, atau kalian merasa tidak senang karena aku mendahului kalian ya?" alih-alih membuat suasana kian tegang, pria itu memilih menyelipkan canda. Terlebih saat mendapati kediaman wanita disisinya.

"Kayaknya kamu nggak bisa menggunakan alasan 'bad mood' untuk menolak bicara denganku."

"Sudah berapa tahun kamu sama Lusi menjalin hubungan?"

Stuck in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang