Based on Relation•shits Chapter Three; Gone Wrong. For full version story, please kindly check https://twitter.com/orenjijusseu/status/1424759322463010820?s=21 or pinned tweet di orenjijusseu yaa.
Trigger warning: harsh words, abusement‼️
***
Di hadapan pintu apartemen yang tertutup rapat, seorang gadis mengerang kesal. Beberapa kali jemarinya menekan rangkaian nomor yang dihafalnya di luar kepala, namun yang didapatkannya hanyalah pintu yang masih terkunci rapat. Denandra sudah menggantinya kata sandi pintunya.
Jika dikilas balik, ini bukan yang pertama kali Denandra mengganti kata sandi pintu apartemennya. Lelaki itu berulang kali melakukan hal yang sama bila keduanya tengah berseteru. Terkadang membiarkan Nami berjam-jam berdiri di balik pintu apartemennya, meski pada layar intercom lelaki itu menyaksikan bagaimana kedua tangan gadis itu bertangkup memohon. Egonya terlampau tinggi.
Lalu seperti yang kerap kali dilakukannya, Nami menekan tombol intercom, kembali menangkup kedua tangannya memohon, "Aden, bukain dong. Please..."
Dewi Fortuna seakan berpihak pada gadis yang terpaut dua tahun lebih tua dari sang Andaresta. Pintu apartemen itu terbuka, menampilkan Denandra dengan kaus oblong berwarna biru langit serta celana tidur berwarna khaki–yang Nami ingat betul adalah pemberian darinya.
"Kan gue udah bilang gak usah kesini. Bego ya lo?"
Nami meringis pelan, meski lontaran kalimat yang baru saja didengarnya dari Denandra terdengar cukup kasar, sebuah kecupan kecil dihadiahkannya pada pipi sang Adam, "Marah-marah terus, ah. Ini gue bawain kopi sama croissant. Eh, ada pizza juga sih. Lo udah makan?"
Menerobos masuk melewati tubuh tinggi kekasihnya, Nami membawa dirinya menuju dapur. Seakan sudah familiar betul dengan tempat itu seolah rumahnya sendiri, gadis itu memasukkan croissant yang dibelinya ke dalam microwave, mengatur timer selama satu menit–guna menghangatkan roti yang sudah mulai tidak hangat.
"Piring yang kemarin gue taroh di sini lo pindah kemana?" Nami membalikkan badan sembari mengikat rambutnya yang terurai, bertanya pada sosok Denandra yang berdiri di ambang pintu dapur.
"Laci kedua sebelah kanan." Aden menjawab acuh.
"Kenapa dipindah, sih? Kalo taroh di situ bisa pecah, Aden. Ini 'kan ada rak piring." Perempuan itu membuka laci yang dimaksud sang pria, menemukan tumpukan piring yang ditaruh sembarangan oleh kekasihnya, lalu menyusunnya kembali pada rak piring tempatnya semula.
"Bacot." Aden menanggapi singkat, dengan nada yang masih tidak bersahabat.
Perempuan itu hanya menghela nafasnya, lalu saat timer berbunyi, cekatan ia mengeluarkan croissant yang sudah dihangatkannya, meletakkannya pada sebuah piring berukuran sedang. Matanya mencuri pandang pada Denandra yang masih berdiri di ambang pintu dengan sorot tajam tak bersahabat.
Perlahan, Nami berjalan mendekati Denandra yang memasang mode siaga. Matanya memandang awas setiap gerakan kecil yang Nami lakukan. Berulang kali memberi perintah pada diri sendiri untuk tidak bermain mudah.
Andaresta tersentak kala lengan kurus sang kekasih melingkar pada pinggangnya. Menyusupkan kepalanya pada dada bidang lelaki yang lebih muda, Nami tersenyum tipis kala mendengar debar menenangkan Andaresta.
"Apasih. Lepas." Penuh paksa, Denandra berusaha melepaskan tautan tangan Nami yang sialnya semakin erat seiring usahanya yang makin kuat untuk melepas dekap sang gadis yang sejujurnya, tak ingin ia urai.
"Hm. Bentar, Aden, jangan marah-marah dulu. Aku capek banget abis ketemu Prof. Handoko. Sekarang tuh pengennya disayang-sayang sama kamu, bukan dimarah-marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Day and Night [Day6 Mature Oneshot]
Fanfiction⚠️Some words in these stories might be harsh and triggering. Keep in mind to read it in your own risk. ⚠️Please just read this if you're already 21 or above. ⚠️Underage please step back!