0.5 | Hypocrite

659 163 6
                                    

Langit telah gulita dan jalan mulai terlihat lapang dari kepadatan kendaraan karena kebanyakan orang telah tiba di rumah, namun Riki justru sedang dalam perjalanan pulang usai bermain di rumah temannya sejak pulang sekolah.

Biasanya, Riki selalu bermain game bersama Heeseung. Namun karena sedang dibalut curiga, Riki memilih untuk menghindar sementara.

Jay tidak seru untuk diajak bermain, Jake mungkin masih marah dengannya, Sunghoon tidak terlalu suka bermain game, Jungwon sedang dalam suasana hati tidak baik, dan Sunoo sudah tiada. Tak ada satupun dari mereka yang bisa Riki ajak bermain untuk melepas penat.

Riki mengendarai motor dengan kecepatan cukup tinggi, menyalip berbagai kendaraan di depan agar dapat segera sampai di rumah. Tubuhnya sedikit pegal, ia ingin segera berbaring di atas kasur dan tidur.

Ketika hendak melintas di sebuah perempatan jalan, Riki melihat cahaya kendaraan dari arah kanan, sepertinya mobil karena cahayanya cukup terang. Riki meningkatkan kecepatan, agar bisa melintas lebih dulu tanpa perlu mengalah.

Riki pikir, mobil itu akan mengalah dan menginjak rem untuk membiarkannya lewat. Namun yang terjadi justru sebaliknya, mobil itu tetap melaju dan berakhir menabrak bagian belakang motor Riki hingga motornya terjatuh, sedangkan tubuhnya sendiri tergeletak di atas aspal.

Laju mobil tidak terlalu cepat sehingga tabrakan yang terjadi tidak terlalu kuat, Riki masih dalam keadaan sadar namun tubuhnya dibalut nyeri hebat.

"WOY—" Riki hendak marah pada seseorang yang menabraknya, namun niat itu diurungkan kala melihat seorang lelaki berjalan mendekat. "Kak Sunghoon?"

Sunghoon, si pengemudi yang menabrak Riki itu berjalan dengan tergesa menghampiri sahabat termuda sekaligus korbannya.

"Lo gapapa?" tanya Sunghoon sambil berjongkok di hadapan Riki yang baru saja mengambil posisi duduk.

"Pake nanya," balas Riki ketus, kesal dengan pertanyaan Sunghoon yang bodoh. "Lo kalo gue tabrak sampe jatuh gini, nggak kenapa-napa?"

"Santai aja kali." Sunghoon menoyor kepala Riki yang masih tertutup helm. "Gue cuma nanya."

"Pertanyaannya bego sih. Udah jelas gue jatuh, pasti sakit."

"Iya, iya, maaf." Sunghoon merasa bersalah. "Lagian lo mau lewat perempatan kok nggak lihat kanan kiri dulu? Kan jadi ketabrak."

"Lo juga kenapa nggak lihat kanan kiri dulu? Kan jadi nabrak."

"Gue sambil bales chat temen tadi."

"Gila." Riki nampak tak habis pikir. "Mau bunuh orang lo?"

"Enggak, lah, gila apa?" Sunghoon membantah dengan cepat. "Lo aja nggak sampe mati."

Riki menghela napas, memilih bangkit berdiri tanpa membalas perkataan Sunghoon.

"Kayaknya lo ada luka," terka Sunghoon karena melihat Riki meringis kesakitan beberapa kali, terutama saat ia bangkit berdiri.

Tapi Sunghoon tak tahu bagian mana yang terluka, karena Riki mengenakan jaket serta celana sekolah yang panjang. Bagian lengan dan kakinya yang kemungkinan terluka tak dapat terlihat.

"Gue anter ke klinik, ya? Nanti sekalian gue anter pulang." tawar Sunghoon.

"Motor gue gimana?" Riki balik bertanya. "Mau masukin ke mobil lo?"

"Mana muat, bego."

"Kalo gitu nggak usah, kan nggak mungkin gue ninggalin motor di sini," Balas Riki seadanya. "Gue balik dulu, ya."

"Lo beneran bisa pulang sendiri? Nggak mau ke klinik dulu? Soal motor, biar gue telfon yang lain buat bawain motor lo."

"Enggak usah, Kak. Gue enggak kenapa-napa, nanti lukanya gue obatin di rumah."

Hypocrite | EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang