17

22.3K 2.4K 24
                                    

Arjuna Harvito Widiatmaja POV

"Nad, cuma 1 tempat jalan jalannya, nggak lebih, ya?" kataku ketika aku dan Nada memasuki rumah kembali.

"Iya-iya, aku ganti baju dulu ya Jun, bentar."

"Ingat, nggak pakai baju seksi!"

"Inggih, Pak. Sendiko dawuh." kata Nada dengan intonasi ngenyek kepadaku lalu berlalu memasuki kamarnya.

1 Jam kemudian Nada telah keluar dari kamarnya dengan penampilan yang keren.

Oh ....oh....Aku harus bagaimana membuat Nada terlihat tidak menarik, mau bagaimanapun Nada selalu bisa menarik perhatianku. Padahal Nada sudah memakai baju tertutup dari leher sampai ujung kaki.

"Sudah sesuai sama syarat yang kamu kasih, ayo buruan jalan." Kata Nada sambil
menarik tanganku untuk keluar dari rumah.

"Jun... Jun... Jun...fotoin dulu dong."

Aku menghela napas, "ya udah, buruan pose."

Setelah itu kami berjalan beriringan meninggalkan rumah papa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah itu kami berjalan beriringan meninggalkan rumah papa.

"Jun... Kita naik subway 'kan ?" Tanya Nada dengan riangnya di sebelahku. Persis anak kecil yang baru sekali diajak jalan-jalan.

"Iya, kalo naik Pramex ya nggak ada di sini."

"Pramex 'kan udah diganti pakai KRL sekarang. Cuma aku belum sempet nyoba sih."

Aku menoleh ke Nada dan sepertinya dia serius dengan ucapannya.

"Kalo nggak ada tujuan mau kemana, mending tidur dirumah."

"Nolep." ucap Nada santai sambil mengecek handphonenya.

"Yang nolep kayanya kamu, kalo aku sih nggak. Gunung, pantai, tebing masih tersedia di sekitar Jogja. Buatku hidupku nggak nolep." Aku balas kata-kata Nada. Entah kenapa aku tidak terima dikatakan nolep olehnya.

"Percaya yang banyak jelajah ke sana ke sini, tapi bisa dihitung jari masuk mall." Kata Nada sambil tertawa.

Aku tertawa mendengarnya, "tau dari siapa kamu, aku jarang banget ngeMall?"

"Kelihatan aja sih ya, dari tujuan kita kemana. kita mau ke Tokyo Tower 'kan. Kalo peka ya, kamu ajak aku ke Ginza buat belanja."

"Lagi bokek." kataku memutus harapan Nada kalo aku mau diajak shopping dengan dirinya.

"Sama, Jun duitku habis buat bayar Mbak Luna kemarin."

Kami berdua tertawa. Memang kami berdua memutuskan untuk menikah dengan biaya dari penghasilan kami tanpa membebani keluarga kami sama sekali. Karena aku mau pernikahanku dengan Nada sesuai dengan keinginan diriku bukan mereka. Setidaknya Nada tidak protes ketika aku meminta konsep resepsi kami dengan banyak dedaunan, pohon, bukan bunga bungaan apalagi yang palsu. Dan dari obrolan-obrolan kami berdua, kami ingin menghadirkan masa-masa kecil kami kembali dengan menyajikan menu jajanan ketika kami SD. Seperti cilok, es goreng, bahkan terang bulan jadul yang sempat susah di temui beberapa tahun lalu dan kini mulai banyak lagi penjualnya. Bahkan Nada menginginkan adanya angkringan dan jamu gendong lengkap dengan atributnya. Aku pun menyetujuinya dan benar saja, ketika kami mengutarakan kepada Mbak Luna, sepupu Nada itu sempat tertegun dan melongo mendengar keinginan kami yang sedikit absurd. Tapi berjanji akan mewujudkannya.

Walau keluarga kami kekeh jika aku dan Nada harus menggunakan paes ageng basahan sebagai baju yang kami pakai di resepsi. Untuk hal itu aku pasrah yang penting dekorasi dan konsep sesuai keinginanku. Tapi Nada sempat berdebat dengan keluarganya .

"Yang, pakai kanigaran aja ya besok?" kata Nada kepada Eyang Eyang kami ketika rapat keluargaku dan keluarganya untuk urusan tata rias.

"Nggak, sudah tradisi kalo keluarga kita nikah pakai nya paes ageng basahan jogja."

"Ya tapi nanti badan Juna yang bagus itu di lihat semua orang. Aku nggak ikhlas."

Ketika mendengar Nada mengatakan itu, wajahku langsung semerah kepiting rebus. Aku yakin Nada sedang keceplosan karena setelahnya aku bisa melihat dirinya menggigit bibir bawahnya dan tubuhnya tegang disampingku.

"Lo udah colong start sama Juna buat cek body duluan, Nad ?" Kata Adam, kakak Nada yang justru ikutan nimbrung di situasi yang tidak tepat ini.

Bug....bug....bug.....

Nada menghujani serangan dengan bantal ke Adam yang duduk di sebelah kirinya.

"Nada... Adam. Stop it!" instruksi dari Mama Nada menghentikan pertikaian tidak penting kedua saudara kandung tersebut.

"Ma, Pa, Om Wisnu, Eyang... Sumpah, Nada sama Juna belum pernah ngapa-ngapain sampai sekarang."

"Bener, Jun?" tanya Papa Nada padaku.

"Bener, Om." Jawabku sambil menganggukkan kepala.

"Jun, buruan masuk." kata kata Nada menyadarkanku dari mengingat kenangan yang terjadi 2 bulan lalu.

Aku dan Nada akhirnya memasuki subway, hingga kami akhirnya sampai di Tokyo Tower. Sejujurnya aku sudah cukup sering ke Jepang, sehingga aku tidak terlalu seantusias Nada. Itu semua karena memang keluargaku ada kerjasama dengan perusahaan asal Jepang dan papa memang memiliki beberapa aset di sini.

"Nad, pulang yuk, udah mau sore."

"Yah, Jun. Kamu ngajak main ke Jepang kaya ngajak main ke Kaliurang aja, belum ada 2 jam di sini udah ngajakin pulang."

"Besok-besok bisa ke sini lagi. Kerjaanku lagi banyak banget. Ingat, kita baru bayar 70 persen dari total tagihan Mbak Luna buat acara kita besok."

"Kamu tenang aja, insentifku buat proyek yang di Brunai bakalan cair, kayanya cukup buat nutupin kekurangannya."

Satu hal yang aku sadari tentang Nada. Dia bukan perempuan yang pelit. Bahkan cenderung terlalu loyal kepadaku. Sejak aku bertunangan dengan dirinya, hampir setiap hari, lebih tepatnya 5 hari dalam seminggu, babang Gojek atau babang Grab selalu mengirimiku makanan untuk sarapan dan makan siang. Semua makanan itu dikirim oleh Nada dan di masak sendiri olehnya. Sungguh, Nada bukan berperan menjadi pasangan buatku, malah seperti ibu yang selalu memastikan anaknya kenyang, sehat dan terawat. Sesuatu yang tidak pernah aku dapatkan di hidupku karena aku tidak pernah mengenal Mamaku.

"Nggak, duit kamu, kamu simpen aja, nutupnya pakai duit aku. Lagian habis kita nikah ulang tahun Salma 'kan. Kamu mau ngasih dia apa?"

"Kasih rendang aja udah bikin dia senang," kata Nada kemudian kami keluar dari Tokyo tower dan menuju ke stasiun lagi untuk pulang ke rumah Papa.

Ketika kami sudah sampai di stasiun dan sedang menunggu kereta, Nada memegang pergelangan tanganku. Aku pun menoleh kepadanya. Aku melihat mata indah Nada sedang fokus menatapku sambil tersenyum

"Jun, Makasih ya buat semuanya."

Setelahnya aku hanya sanggup diam dan tertegun melihat wajahnya yang cantik dengan kulitnya yang eksotis itu.

****

Terima kasih masih setia dengan cerita Juna dan Nada sampai sejauh ini 😘😘🤗🤗

Biar kalian ada bayangan , paes ageng basahan jogja itu , sama dengan baju resepsi yang di pakai Raffi sama Nagita Slavina ketika menikah dulu. ...

Jangan lupa tinggalkan Vote jika kalian suka cerita mereka , biar makin semangat update😁

Thank you 😘

#ArjuNada (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang