Prolog

95 14 7
                                    

~Tidak selamanya kau akan berada di sisiku karena aku tidak akan selalu bersamamu, meski hatiku rindu namun penolakan mu menyadarkan ku bahwa uluran tanganku tidak akan pernah kau gapai~
-R-

...

Gadis itu melangkah mendekati seorang pemuda jangkung yang membelakanginya. Rambutnya yang panjang berkibar diterpa angin sore yang berhembus ke taman belakang rumahnya, dress berwarna putih selutut dengan lengan pendek melekat ditubuh rampingnya. Langkahnya terhenti kala jarak diantar mereka hanya tersisa satu meter, gadis dengan wajah imut itu memainkan jari-jarinya merasa gugup. Ia menundukan kepala merasa sulit untuk meminta sesuatu yang sudah seharusnya ia miliki.

Pemuda dengan celana jeans dan baju santai itu masih terdiam menunggu gadis tersebut mengatakan sesuatu. Ia tidak mau membuang suaranya hanya untuk berbicara pada gadis tersebut, rasanya tak penting saja.

"Kak Al, boleh aku minta sesuatu?" tanya gadis tersebut sambil menatap belakang kepala pemuda di hadapannya. Apa wajahnya begitu buruk sampai pemuda itu tak ingin menatapnya?

"Apa?" tanya balik pemuda di hadapannya dengan datar dan dingin, meski begitu ia tau bahwa dirinya sudah diberi kesempatan untuk mengutarakan satu keinginan yang selalu ia harapkan.

"Aku harap Kak Al mau belajar untuk mencintai aku," jawab gadis itu dengan jelas. Pemuda itu terlihat membalikan tubuhnya membuat gadis tersebut menundukan kepala, ia tak berani menatap wajah pemuda itu secara langsung meski ia ingin.

"Seberapa besar pun harapan lo, gue gak akan pernah bisa ngelakuin itu," jawabnya penuh dengan penekanan seakan-akan hal itu memang tidak akan pernah terjadi.

"Gak papa." Gadis itu hanya tersenyum kecil masih dengan menundukan kepalanya. Apa sesulit itu meski hanya untuk sekedar belajar mencintainya? Tak apa, ia tak akan memaksa. Ia bisa menunggunya berapa lama pun waktu yang pemuda itu butuhkan.

Pemuda itu pergi begitu saja masuk ke dalam rumah, gadis itu tersenyum membalikan badannya menatap kearah di mana pemuda itu hilang ditelan jarak. Seberapa keras pun ia berusaha hal yang ia inginkan tidak akan pernah terjadi, meski ia sudah tau kenyataannya tetap saja ia ingin mendengarnya langsung. Kenapa ia harus menyakiti dirinya sendiri dengan mendengar setiap ucapan-ucapan kasar yang dilontarkan pemuda itu?

-o0o-
.
.
.
.
.
.

-Hana Arsy.

Anything for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang