"Java chips frappucino-nya satu, grande." Retha menyebutkan pesanannya pada barista di coffee shop yang didatanginya.
Hari ini Minggu dan dia ada janji dengan Rigel, orang yang menemukan dompetnya yang sempat hilang beberapa waktu lalu. Ingat kan, Retha pernah bilang she will treats him a meal? Sebenarnya sudah seminggu berlalu sejak saat itu. Retha benar-benar lupa dan Rigel juga tidak bertanya atau sekadar basa-basi padanya. Waktu semalam Retha lihat Rigel update instagram story (kebetulan mereka jadi saling follow), baru deh, dia ingat janjinya. Makanya Retha langsung balas untuk mengajak Rigel lunch.
Mereka janjian untuk makan siang di Pepperlunch, kebetulan Retha juga sedang kepingin. Karena datang terlalu cepat dari waktu janjian mereka, akhirnya Retha mampir ke coffee shop lebih dulu. Tepat saat minumannya habis, ada notifikasi pesan masuk dari Rigel. Sekarang mereka sudah tukaran personal kontak, nggak lagi komunikasi melalui direct message instagram setelah semalam mengobrol cukup banyak. Gaya bicara mereka juga sudah lebih santai sekarang.
Rigel : Retha, i've arrived in lobby, nih. Lo udah sampe?
Niretha : Udah, langsung ketemu di tempat aja ya!
Setelah membalas pesan dari Rigel, Retha keluar dari coffee shop dan berjalan ke Pepperlunch. Dia sampai duluan dibanding Rigel karena dari coffee shop ke Pepperluch memang tidak jauh juga. Tak lama, Retha melihat Rigel masuk area restoran dan sedang celingak-celinguk mencari keberadaannya. Retha cuma diam memerhatikan, nggak inisiatif kasih kode dengan angkat tangan atau lainnya. Soalnya lucu sih, lihat Rigel celingak-celinguk gitu.
Waktu akhirnya Rigel sadar posisi Retha, laki-laki itu langsung buru-buru mendekat.
"Udah lama?" sapa Rigel.
"Enggak kok. Langsung pesen makan aja ya? Gue udah laper nih, hehe," jawab Retha.
Usai memesan makanan, mereka mengobrol selagi menunggu makanan disiapkan.
"Tau nggak, tadi di jalan ke sini gue hampir nggak bawa dompet! Gue bingung deh, akhir-akhir ini kenapa bermasalah mulu sama dompet padahal biasanya gue nggak seceroboh itu kok," kata Retha membuka obrolan.
Salah satu kelebihan Retha adalah dia hampir tidak pernah kesulitan buat memulai pembicaraan lebih dulu. Dia juga mudah akrab dengan orang baru karena jago memposisikan diri. Makanya, meski Retha dan Rigel hitungannya baru saling kenal, Retha santai saja tuh cerita yang jatuhnya lebih ke TMI (Too Much Information). Alias, nggak penting-penting amat juga sebenarnya buat diketahui Rigel.
Rigel tersenyum mendengar cerita Retha. Retha notice kalau Rigel lumayan sering tersenyum—mungkin memang orangnya murah senyum. Padahal wajah Rigel cenderung tegas, yang kalau cuma lihat sekilas meninggalkan kesan galak. Kalau Rigel nggak senyum, sepertinya orang yang nggak kenal sama dia bakal takut deh buat dekat-dekat.
"Faktor U nggak, sih?" Rigel merespon cerita Retha dengan candaan.
"Yee, gue baru dua puluh tau!"
"Oh iya, kata Mark, lo katingnya dia ya? Waktu itu Mark sempet bilang pas ngasih tau ke gue ada yang mau balikin dompet. Ini emang agak telat sih gue baru nanya sekarang, tapi gue nggak apa-apa nih, ngomong sama lo asal nyebut nama? Since, technically you're older than me gitu.." lanjut Retha.
"Iya, nggak apa-apa kok, santai aja sama gue. Ngomong-ngomong, gue nggak ngira loh lo kenal sama Mark, soalnya kan FISIP sama FH jauh tuh."
"Kenal dari temen ke temen gitu deh, panjang kalau dijabarin," kata Retha seraya tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang J dan R
General FictionSanjaya Permono punya banyak potensi dalam dirinya, namun semuanya menjadi sia-sia karena ia merasa jalan hidupnya sudah ditentukan sejak awal. Dia tak pernah benar-benar punya hak untuk memilih. Mimpi-mimpinya terpaksa harus ia kubur. Kian hari sem...