Di suatu malam di bulan ramadhan, samar-samar terdengar suara tangis dari seseorang. Namun, suara tangisnya ini seolah terdengar sedang ditahan-tahan supaya orang lain tidak bisa mendengarnya.
Ini bukanlah cerita kejadian mistis. Tapi jelas-jelas itu Aku! Ya, Akulah sumber dari suara tangis tersebut.
Sebagai seorang laki-laki dewasa, saat itu adalah pertama kalinya aku menangis bagaikan bayi.
Banyak yang bilang, aku dikenal sebagai orang yang tidak punya emosi, tidak mudah menangis, tidak mudah tersentuh dan sebagainya. Padahal mah ga gitu juga. Aku hanyalah orang yang jago menyembunyikan perasaan. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau kisah cintaku di SMA berjalan dengan absurd (akan diceritakan di Episode lain).
Namun, suatu kejadian sudah berhasil membuat air mataku tidak berhenti mengalir (Bagaikan keran air rusak yang tidak bisa ditutup, dan papah tidak punya waktu untuk memperbaikinya, dan siapa sangka tagihan PDAMnya membuat mamahku bertransformasi menjadi manusia kepiting kembaran tuan Krab). Ya, Kejadian itu bermula saat aku membuka pengumuman hasil SBMPTN ( Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Pada saat itu tiba-tiba ponsel punya papah berbunyi dengan nada dering "UI UAA DING DING WALA WALA DING UI UAA DING BALA BALA DING DING" dengan volume yang menggelegar, bergema di seantero rumah. Saat ponsel papah sudah berbunyi, orang se rumah refleks dengan kompak mengucapkan kalimat default yang sia-sia ini.
"Pah HP bunyi tuh."
Kenapa sia-sia? karena ujung-ujungnya, pasti aku-aku juga yang mendapat tugas mulia membawakan ponsel tersebut ke tangan papah.
Pada saat ponsel itu berbunyi, papah sedang di taman belakang, mengurusi Si Dodi, burung kesayanganya. Saat ku lihat nama penelponya, ternyata itu Kang Aji.
Kang Aji adalah kakak kandungku. Aji sang bungsu kepencet. Begitulah julukan legendaris yang beliau miliki. Selama 6 tahun, Kang Aji digadang-gadang akan menjadi bungsu dari 4 bersaudara di keluarga ini. Lalu tiba-tiba muncul lah aku, Bayi Aril yang lucu dan imut ini. Hal tersebut akhirnya memaksa Kang Aji menanggalkan gelarnya sebagai bungsu legendaris. Dan aku, akhirnya resmi merebut gelar kang Aji sebagai bungsu.
"Bentar Ji, papah lagi di kandang Dodi."
Karena khawatir membuat Kang Aji menunggu, aku angkat saja dulu."ngapain papah masuk kandang Dodi dek? eh kampret, btw kamu udah cek bel-"
belum tuntas aku dengarkan kicauan Kang Aji, tiba-tiba terdengar teriakan seorang bocah balita kecil perempuan berumur 3,5 tahun. Aku refleks langsung memberikan ponselnya ke papah.
"OMMM ALIL, SINI OM!"
Aku langsung berlari ke arah sumber teriakan yang berasal dari keponakanku itu. Tadinya pun, aku sedang bermain dengan keponakanku si Eneng di ruang tengah.
"Om, ingus atu banak banet, mirip slaim."
Yaampun, aku kira apa. Aku pun langsung mengambil tisu dan membantu si Eneng menyingsringkan ingusnya.
Tak lama kemudian, dalam kondisi masih menelpon Kang Aji, papah berjalan melintas dari taman belakang menuju ruang tamu. Hoalah, kalau tau ujung-ujungnya bakal ke ruang tamu, berarti usaha ku tadi sia-sia dong. Ah sudahlah..
Biasanya saat ada orang yang menelpon, papahku selalu meng-loud speaker ponsel nya. Sehingga, orang seantero rumah bisa mendengarnya.
"Pah pengumuman SBMPTN udah ada, itu si dek Aril keterima dimana?"
Samar-samar aku mendengar percakapan tersebut. Waktu itu, posisi papah sedang di ruang tamu, sedangkan aku sedang bermain mainan slime bersama keponakan ku di ruang TV.
"Om liat om, slaim nya milip ingus bayi." (Eneng, 3 tahun)
Sebuah informasi penting yang keluar dari mulut balita kecil lucu itu, seakan terpental begitu saja dari Otak ku yang jenius ini. Pikiranku sekarang hanya terfokus pada pertanyaan yang diucapkan kang Aji di telepon.
SBMPTN? siapa yang ikut SBMPTN? Eneng yang ikut? Ah, tapi tidak mungkin, balita mana yang udah ikut SBMPTN. Terus siapa dong?
Ternyata itu Aku? Apakah aku lulus? Kedokteran Universitas P bukan ya?
Sejak kecil, aku sudah bermimpi untuk masuk kedokteran di Universitas P. Karena letak kotanya yang cukup dekat dari kota tempat tinggalku, dan Teh Asti pun alumni kedokteran Universitas P. Teh Asti adalah kakak kandungku, si anak nomor 2, sekaligus anak perempuan tertua di keluarga ini. Saat dulu Teh Asti masih menjadi mahasiswi kedokteran, kami sekeluarga sering menjenguk teh Asti. Tidak jarang kami juga masuk ke dalam area kampusnya.
Aku pun sangat kaget, saat kulihat jam di dinding. Ternyata waktu sudah menunjukan pukul 14.06! Sedangkan, hasil SBMPTN kan sudah diumumkan sejak pukul 14.00. Tidak terasa, ternyata waktu berjalan begitu cepatnya. Padahal terakhir ku melihat jam, perasaan baru jam 12 an.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara langkah kaki Papa yang berlari dari ruang tamu menuju kearah ku. Tapi, aku malah lari ke kamarku untuk sesegera mungkin membuka laptop, mengecek hasil pengumuman SBMPTN.
"Dek cepet cek hasilnya sekarang Dek" ucap ayahku sambil berlari.
"Om mau kemana om, neneng juda mau itut dong." pinta keponakanku sambil berlari mengikutiku.
Papahku pun berlari di belakang eneng mengikutiku menuju kamar.
Dengan cepat aku langsung buka browser di laptopku dan memasukan alamat website hasil SBMPTN. Dan yang keluar adalah
"Maaf anda gagal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Bocah Dokter
Teen FictionAuthor: Freedom Zero Genre : SliceofLife,Komedi,Romance,Dokter Status : On Going ( Update Jumat Malam). Bercerita tentang kisah kehidupan Aril, si manusia biasa, dalam perjalananya untuk menjadi seorang dokter. Dokter, polisi, pilot, insinyur, ast...