O6. Sebuah Keputusan
Setelah pernikahan Eris dan Aiyas berhasil serta lancar di selenggarakan, Eris memutuskan untuk tinggal dikediaman Aiyas dan juga Ares. Sementara Sena, gadis itu memilih untuk tetap tinggal di rumahnya, padahal Eris sudah meminta Sena untuk ikut tinggal bersama nya dan Aiyas. Namun Sena tetap keukeuh dengan pilihan nya untuk tinggal seorang diri.
Untuk saat ini tidak ada yang bisa mengubah keputusan Sena, gadis dengan sifat keras kepala itu tetap mempertahankan keputusan nya.
Ares bangkit dari kasur nya, melirik jam dinding di kamar nya yang sudah menunjukkan pukul 19.12 malam. Ia menuju lemari pakaian untuk mengambil jaket bomber dan menyambar kunci motornya yang berada di atas meja.
"Joan pamit keluar." Pamit Ares kepada seorang pria yang sedang duduk dan menonton televisi.
Pria itu menoleh, "Kemana?" tanya nya menatap lekat putra bungsu nya. Itu Aiyas sedang menatap nya penuh pengawasan.
"Nongkrong doang, gak lama." Jawab nya, lalu hendak keluar dari rumah. Namun, langkah nya terhenti sejenak saat Aiya kembali membuka suara.
"Kamu ga pamit ke mama?"
Ares terdiam, ia lupa bahwa papa nya sudah menikah lagi dan sekarang ada sosok lain yang tinggal di rumah nya. Ya, Eris ibu dari seorang gadis yang Ares cinta.
"Mama Eris lagi di dapur, ada baiknya sebelum pergi kamu pamit dulu." Kata Aiyas.
Ares berbalik dan berjalan ke arah dapur. Terlihat Eris sedang mengaduk segelas kopi hitam panas yang Ares tebak itu untuk papa nya.
"Ma?" rasanya canggung untuk Ares menyebut kata mama lagi setelah sekian lama.
Eris menoleh, "Oh Joan, mama kira siapa. Kenapa Jo?" seulas senyum terbit di bibir Eris.
"Izin mau keluar sebentar nongkrong sama temen-temen di Cafe." Kata Ares dan berjalan mendekat untuk salim dengan Eris.
Eris mengangguk dan membiarkan Ares mencium punggung tangannya. "Hati-hati ya, jangan malem banget pulang nya."
"Iya ma." Ares pun melenggang pergi dengan sedikit berlari kecil. Sebenarnya Ares tak terlalu mempermasalahkan papa nya yang menikah lagi. Namun rasanya sangat tak nyaman dan canggung bahwa orang yang dinikahi sang papa adalah ibunya Sena. Dan Ares akan selalu merasa bersalah karena Sena terus menyalahkan nya sebagai penyebab ibunya menikah lagi.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke tujuan. Disana sudah berkumpul teman temannya. Hanya Ares sendiri lah yang baru saja datang. Pria tampan dengan tindik di telinganya itu pun memarkirkan motor, tampaknya ia adalah orang terakhir yang datang mengingat semua teman-teman nya sudah berkumpul disana.
"Tumben lo telat? Biasanya paling gercep kalo diajak nongki." Kata Jimmy seorang mahasiswa teknik mesin yang sudah memasuki bangku kuliah empat semester.
Selain Fazan, Ezra, Bembi, dan Minggu Ares memiliki perkumpulan nongkrong lagi. Walaupun Fazan, Ezra, Bembi, dan Minggu masih ikut didalamnya. Sebut saja Achilles nama perkumpulan itu. Berisikan delapan laki-laki tampan dengan kharisma yang tiada habis.
"Paling juga kelamaan boker." Sahut Tanaka. Laki-laki dengan posture tubuh dan wajah yang sempurna, tak lupa hidung bangir nya bak perosotan.
"Lo mau mesen apa?" Kali ini pertanyaan diajukan dengan pemuda bergigi kelinci. Namanya Bobby, namun mereka sering memanggil nya Bingos (Bobby tonggos) ya padahal gigi Bobby itu tidak rongos namun lucu seperti gigi kelinci.
"Samain aja." Jawab Ares.
Bobby lalu mengangguk dan memanggil waiters untuk memesan.
"Ka, lo bener-bener mau move on dari Jena?" tanya Jimmy pada Tanaka yang saat ini sedang menyesap rokok nya yang tinggal setengah bagian.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐭𝐚𝐢𝐧𝐞𝐝 𝐆𝐥𝐚𝐬𝐬' 𝐑𝐨𝐬𝐞𝐤𝐨𝐨𝐤
Teen FictionPernikahan yang dilakukan oleh kedua orang tua Sena dan Ares, membuat keduanya mau tak mau harus tinggal satu atap, dan Ares sangat mensyukuri karunia itu. • "Air sama minyak itu gak bisa menyatu karena sifat molekulnya yang berbeda. Kayak lo sama...