Hello epribadeee, im kambekkk👯👯
Gimana kabar hari ini? Sehat?
Aku harap sehat selalu yaaa😎
Kangen cerita ini gakkk?
Hehe, yauda cusss baca ajaa
Ready?
Gooo🚴🚴🚴
Jerry terkejut melihat adiknya pingsan. Dia langsung berlari ke sana, dan langsung merebut tubuh adiknya yang sempat digendong cowok tidak dikenalnya.
Tapi wajahnya seperti tidak asing. Seperti pernah ketemu sebelumnya. Tapi itu tidak penting. Yang terpenting sekarang cewek yang berstatus sebagai adiknya.
Dalam hati Viko mengumpat, menyumpah serapah seniornya yang mengambil alih tubuh Luna. Padahal aturannya dia duluan yang gendong Luna, terus izin ke senior dengan alasan menemani Luna ke klinik kampus sampai cewek itu sadar.
Sial, gagal lagi! Senior anjing!
Dengan langkah besar dan cepat, Jerry membawa tubuh adiknya ke dalam mobil. Sebelum itu dia ambil tas miliknya dan Luna.
"Woy bro! Ngapain bawa tuh cewek? Palingam dia modus biar bisa lo gendong." teriak Jiko yang sedaritadi melihat gerak gerik teman satu tim nya itu. Jengkel karena cowok itu lebih memilih cewek yang bername tag Luna ketimbang urusan pamaba. Padahal disini dia sebagai ketua pelaksana. Dia yang harus handle, dan amati acara ini berlangsung. Ini malah main tinggal.
Dan lagian, itu cewek ngapain pingsan? Biar dikira senior capek? Terus bisa caper sama senior? Sementang senior bening-bening, HIH! Dia udah tau gimana sikap mahasiswi junior tiap liat senior bening langsung pura-pura pingsan biar bisa diperhatiin senior. Dan dia yakin cewek ini sengaja pingsan biar bisa modus sama senior.
"Woy!" teriak Jiko lagi. Namun Jerry tidak mengindahkan teriakan Jiko. Memilih pergi sebelum telinganya sakit mendengar teriakan Jiko.
Dan lagi-lagi emosinya semakin meningkat ketika seluruh perhatian mahasiswa baru ke arah dua orang yang berjalan menjauh dan akhirnya hilang. Berteriak histeris sembari menyebut nama Jerry.
***
Manik mata tajam Jerry fokus melihat gerak gerik sang dokter yang memeriksa Luna. Setelah dirasa cukup, dokter tersebut mencopot stetoskop dari telinga dna lehernya. Menyimpan semua peralatan medis miliknya ke dalam tas hitam.
"Dok, gimana adek saya?"
Sejenak dokter itu menghela napas, lalu tersenyum hangat. "Kamu tenang aja. Adik kamu hanya kecapean. " jelas nya. "Apa adik kamu sarapan tadi pagi?"
Jerry terdiam. Dia tidak tau apakah adiknya sudah makan atau belum.
Tanpa menunggu jawaban dari cowok itu, dokter langsung menulis resep obat yang harus dikonsumsi. Tidak lupa mencantumkan harga yang harus dibayar.
"Kamu bisa tebus semua obat ini di klinik kampus. Ini semua obat harus dikonsumsi adik kamu sampai sembuh. Pantau terus jam makannya, jangan sampai hal ini terulang lagi. Saya sudah tulis obat apa aja dan jam berapa serta berapa kali dalam sehari obat ini dikonsumsi. Kalau begitu saya pamit. Selamat pagi."
Jerry mengangguk sembari mengambil kertas tersebut dan langsung membelinya setelah dokter tadi pulang. Tidak lupa dia mengunci pintu.
***
Tiga jam pun berlalu, dan akhirnya Luna bangun. Kedua matanya mengerjap, menyesuaikan dengan cahaya lampu kamar. Berusaha untuk duduk dan merengganggkan tangannya yang terasa kaku dan pegal.
Jerry yang baru aja masuk ke dalam langsung bergegas mendekat ke arah ranjang. Satu tangannya terangkat memastikan suhu tubuh adiknya yang sudah mendingan. Mengambil beberapa bantal untuk diletakkan ke belakang sebagai sandaran Luna.
"Gimana keadaan lo? Udah mendingan?"
Luna menoleh ke arah abangnya, lalu menggeleng lemah.
"Udah makan?" lagi, Luna menggeleng lemah.
Sudah Jerry duga. Pantasan cewek itu pingsan.
"Lo tuh sayang ga sih sama diri lo? Udah tau punya penyakit magh, masi juga telat makan." sontak, cewek itu sedikit tersentak mendengar suara Jerry.
Astaga! Jerry lupa kalau suaranya membuat cewek itu terdiam. Merasa bersalah, cowok itu mendekat lalu mengelus pelan kepala Luna.
"Maaf. Gue ga maksud bentak lo. Gue hanya gamau lo begini." tutur cowok itu lembut. Dia hanya ingin menyadarkan adiknya buat lebih peduli ke dirinya sendiri. Gimana mau peduli ke orang sedangkan dia tak kasian sama dirinya sendiri? Apalagi sekarang lagi heboh berita kematian dikarenakan sakit magh. Kalau Luna mengabaikan kesehatannya, bisa-bisa dia orang kesekian kalinya meninggal. Dan Jerry tidak mau hal itu terjadi.
Luna tertawa hambar. "Biarin aja gue mati. Toh gak ngaruh ke orang lain,kan?"
"Ya ngaruh lah bego! Kalau lo mati, terus mommy gimana? Lo mau bikin mommy makin menderita karena lo?"bentaknya. Hatinya terasa sakit.
"Lo itu adek gue, Lun. Kalau lo pergi, gue gimana? Gue mau nebus semua kesalahan gue selama ini ke lo. Please, jangan begini." lanjutnya. Tangannya yang sedaritadi di saku tangan terkepal kuat. Menahan rasa sakit yang semakin menggerogoti hatinya.
"Gue bodoh. Gue bodoh udah ngabaikan lo. Diamin lo disaat lo lagi butuh pertolongan. Jujur, gue nyesal. Gue gabisa nepatin janji gue buat jaga lo."
Luna terdiam mendengar penuturan abangnya. Tidak sadar tetesan air mata keluar tanpa diminta. Dia kecewa. Rasanya dia ingin marah, memaki abangnya karena melanggar janjinya. Tapi dia tidak bisa.
"Izinin gue buat nebus semua kesalahan gue. Gue janji, gue gak akan nyakitin lu lagi."
"Dan gue gak akan langgar janji gue."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...