Aku tlah tahu kita memang tak mungkin
Tapi mengapa kita selalu bertemu-
Jika sebuah kebodohan diberikan pada tiap insan dengan takaran yang sama rata, mungkin hal itu tidak berlaku untukku. Bukan kebodohan dalam hal akademisーayolah, aku juga bukan idiot yang tak mampu menyelesaikan pertanyaan aljabar atau gagal memahami reaksi kimia antara Natrium dan air dapat menciptakan ledakan. Namun, kebodohan ini membuatku buta, nyaris mirip penyandang disabilitas dalam artian hiperbola tentunya.
Ah, ya ... aku bodoh dalam menilai bagaimana 'rasa' menjadi manusia seutuhnya.
"Jeanette!"
Derap langkah mendekat, aroma manis bunga lavender, dan wangi khas shampo membuatku tersenyum simpul. Lingkar kebiruan menukik tajam; seolah menilaiku yang tengah tersenyum.
"Kau kehabisan LSD?"
Gila.
"Untuk apa aku mengonsumsi itu?"
Dia tergelak, bahkan tanpa beban menepuk bahuku. "Oh, ayolah aku hanya bercanda. Lagipula, otak encermu karena kau punya darah keturunan Newton dan bukan karena narkotika, 'kan?"
"Kau mabuk, Harriet?"
"Hah, mabuk?"
Aku terbengong menyadari bagaimana dia tiba-tiba mendekatkan wajah. Membiarkanku mencium aroma mint yang menguar saat napas diembuskan di depan wajah.
"Jadi, Nona Sok Pintar ... apakah aku mabuk?"
Dia menyeringai. Cukup menyebalkan dan ingin membuatku langsung menghantamkan buku tebal tentang Kimia Kuantum ke kepalanya. Nahas, itu semua hanya terjadi dalam imajinasiku.
"Ya, ya ... aku percaya padamu."
"Nah, begitu dong!"
Lagi-lagi dia tertawa. Menular memang, tapi aku lebih suka mendengar tawanya daripada milikku. Kembali, aku tidak memahami apa yang terjadi pada kami. Padakuーpada hati yang selalu berdebar tiap kali jarak dikikis oleh kehangatan Harriet.
"Kau mau ikut kencan buta denganku?"
Langkahku terhenti. Kami berada di satu fakultas yang sama, kelas yang sama, dan bangku yang selalu bersebelahan. Sayangnya, karena kebodohanku juga aku tak mampu menebak arah pembicaraan Harriet kali ini.
"Kau tahu kan, aku lebih sukaー"
"Kencan dengan buku-bukuku ... cih, kau tidak seru!" potong Harriet segera dengan bibir yang dicebilkan.
Dia sudah hapal jawabanku, bahkan sikapku. Namun, bagaimana dia tak memahami batas hingga membuatku merasa sakit kepala sesekali. Seperti kali iniーsetelah insiden napas berbau mint, kini dia merengkuh lenganku dengan manja. Mirip anak kecil yang menutut untuk dibelikan sesuatu.
... ah, sepertinya aku akan menganggap Harriet sebagai bocah kecil mulai detik iniー
"Kalau begitu, kencan saja denganku. Bagaimana?"
Detik terhenti, napasku tercekat saat sebuah ide horor mengetuk rungu. Layaknya tayangan film yang diperlambat, aku menoleh pada Harriet dalam tatapan penuh tanya. Oh, dia pasti tengah melihat kerutan dahiku yang begitu dalam.
"Apa maksudmu?"
Dia menggedik singkat, "Ya, tidak ada salahnya mencoba denganku, 'kan?"
"Jangan bodoh. Kau tahu kita sama-sama perempuan, 'kan? Hubungan antar perempuanー"
"Bla bla bla, I don't need your lecture, Mam," potong Harriet cepat-cepat dengan telunjuk yang ditempelkan pada bibirku. "Yay or Nay?"
Segera aku menyingkirkan jarinya. Tentu tidak mau juga dia sampai merasakan ada getaran asing yang menggangguku. Sungguh, aku hanya menganggap kedekatan kami sebatas sahabat yang terlalu ... intim.
"Baiklah."
"Yay, you're the best Jeanette!"
Aku memutar bola mata bosan ketika dia langsung menghambur dalam pelukan. Tubuhnya terbilang kurus dan beberapa sentimeter lebih pendek dariku. Namun, energi Harriet meluap-luap seperti popcorn ketika dimasak dalam mentega dan api. Mirip katalis yang mempercepat reaksi dan juga mendebarkan hati.
-
Dan bila akhirnya kau harus dengannya
Mengapa kau dekati aku-
Aku mempelajari bagaimana 'manusia' bersikap saat kencan. Mengenakan baju terbaik, tampil cantik atau tampan, dan tak lupa membalur diri dengan parfum khas. Dengkusan geli lolos saat menemukan catutan diri dalam balutan kemeja bergaris oversized dan celana kulot berwarna beige. Kata Harriet, rambut panjangku cocok diikatーjadi, kulakukan saja.
Menurut jurnal yang kubaca terkait 'Bagaimana Mendapatkan Hati Seseorang dalam Satu Minggu', aku harus menyiapkan hadiah saat bertemu. Pun, seingatku Harriet menyukai bunga matahari. Sedikit berbeda dengan kebanyakan gadis, tapi itulah dia.
Setelah sampai di destinasi, aku menunggu kedatangan Harriet. Katanya kami berkencan malam ini. Hah, padahal kami biasa menghabiskan waktu di rumahnya atau di asramaku dengan menonton Netflix. Namun, kali ini berbeda.
Getar ponsel menggugah atensiku dari jendela lebar kafe. Senyuman yang terukir saat membaca nama pengirim seketika pudar, tergantikan dengan dengkusan lirih bercampur pahit. Ada secuil rasa sakit yang membuat dadaku sesak. Padahal, hari ini aku berniat mengutarakan rasa yang baru kusadari setelah semalam suntuk mencari pembenaran.
Aku ... mencintai Harriet.
Penyangkalan demi penyangkalan membuatku tampak seperti orang bodoh. Tak menerima hadirnya rasa yang kini harus kupendam jauh-jauh di palung hati terdalam.
Bunyi nada dering monoton mencipta decihan, tapi ayal senyuman pahit terbit selayaknya rasa yang terlambat datang.
"Tidak apa-apa, Harriet. Aku juga masih di asrama kok."
Ada sesal yang kudengar dalam saluran telepon kami. Pun, sesekali dia berseru kegirangan dengan menceritakan bahwa pemuda idamannya menyatakan perasaan. Kini mereka tengah berkencan, selayaknya pasangan yang dimabuk asmara.
"Baiklah. Jangan sampai kau melupakan tugasmuーoh, aku harus pergi. Sampai jumpa."
Tergesa aku mematikan telepon itu, tak ingin meluapkan energi demi rasa yang mungkin hanya mampu didengar dan membuat hubungan kami merenggang. Keterlambatan ini kusadari sebagai kebodohan. Sebuah penyesalan akibat ketidakmampuanku untuk memahami lebih arti sebuah rasa dan empati akibat cinta. Kini semuanya berakhir ... perasaanku pada Harriet dan kekalahanku pada cinta.
'Harriet ... aku mencintaimu.
---your bestfriend, Jeannette.'
-
Maafkan aku terlanjur mencinta
-
---end
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepingan Melodi
RandomMerupakan kumpulan cerita pendek dengan bentuk songfict. Akan diupdate sesuka hati penulis~ Happy reading. Dilarang plagiat. Plagiat itu dosa! Trigger warn: gxg tagsーbaca dengan kesadaran masing-masing. Terima kasih~ With Love, Lilynovous. [*] cr: ...