Angin berhembus pelan, membiarkan rambut yang tak lembut miliku beterbangan. Aku membiarkan angin membelai wajahku. Rasanya sejuk, pori-pori wajahku seolah membesar dan menyerap angin itu masuk menjadikan pipiku dingin dan nyaman.
Pagi seperti biasa, tak ada suara berebut atau apapun itu. Tentu saja. Siapa yang mau berebut? Aku anak tunggal. Dan rumah sepi adalah hal yang kusukai. Aku suka sepi.
Memilih naik grabcar yang kupesan. Kini aku telah sampai di sekolah ku. SMA GARUDA. Aku adalah sebutir garam dalam sayuran, seperti di sekolahku.
Sosok figuran yang hanya menjadi sedikit perasa pada tokoh dan masalah utama.
"Gila, kemaren tawuran, dan kita kalah. " Suara berat menyapa gendang telinga. Sosok Ferdi si penyelamat para orang bodoh.
" Kita bakal bales lagi lah, gue kemaren nggak ikut!! " Namanya Dion, lelaki yang tak mengikuti adegan para orang bodoh, namun aku yakin. Kali ini dia akan menjadi sang terbodoh.
Melewati manusia yang masih sibuk mengobrol tadi, aku meneruskan langkahku. Ada Zara, tokoh utama wanita di sekolah.
Kasar lagi, primadona SMA GARUDA.
"Gila!!! Kemarin pada tawuran!!! Parah sih, gue nggak dateng untuk menjadi pahlawan Ave!!!" Mendengar sosok nama yang di sebutkan oleh sang primadona, aku mendegus kesal. Mencoba menetralkan diri, mengenggam tali tas yang berada di kedua sisi bahuku.
Tak lagi kudengar grutuan sang tokoh utama. Aku memelankan langkah, menikmati pemandangan sekolah. Beberapa orang bergerombol dan tertawa secara berjamaah, lalu ada dua insan manusia berjenis klamin berbeda yang saling memaki -sebelum aku menebak dia akan menjadi pasangan kelak- lalu ada yang bermain bola di depan kelas.
Dan tidak sedikit yang sepertiku. Berjalan sendiri, dengan tenang. Terlalu murah jika ada sebuah bullyan di sekolah se elite ini.
Aku telah sampai di kelas. Menemukan beberapa manusia yang sedang mengerjakan tugas. Aku selalu berfikir, apa mereka adalah manusia yang tidak punya waktu meski hanya setengah jam??
Sekedar mengerjakan tugas saja tidak dilakukan di rumah.
Aku tidak tau kehidupan mereka seperti apa. Makanya aku hanya berdiam diri tanpa ada satu kata yang keluar dari mulutku.
"Tugas lo udah? " Menoleh menatap seorang gadis yang menjadi teman sebangkuku sejak naik kelas 11. Ajeng.
"Udah, " Menjawab dengan sekenanya. Aku tidak peduli Ajeng akan menilaiku seperti apa. Tapi aku cukup bersyukur mempunyai teman sebangku yang tidak cerewet dan suka bergosip.
Ajeng adalah salah satu TEMAN ku di kelas. Tidak lebih.
"Boleh cocokin? " Aku menganggukan kepala. Mengeluarkan buku tulis fisika dan memberikan kepada Ajeng. Terkadang obrolan kita bermulai dari sebuah tugas. Lalu saling berbagi ilmu. Setelah itu mengerjakan bersama.
Tidak ada gosip si ganteng itu atau si cantik ini.
Tidak ada pembicaraan tentang artis yang sedang viral.
Atau bahkan obrolan tentang klub yang di gandrungi saat ini.
Tidak juga memainkan tok-tok
Aku dan Ajeng lebih suka membicarakan tentang ilmu dan beberapa materi yang kurang kita kuasai. Aku suka teman seperti Ajeng. Itu menyenangkan.
" Ternyata sama. Udah tau tentang lomba Olimpiade tahun ini? " Dan pembukaan dari Ajeng akan membuat aku terus berkata. Ajeng membalas dengan senang.
Aku dan Ajeng tidak pernah mengikuti Olimpiade. Karena? Tentu saja keaktifan organisasi dan di kelas yang terlalu minim.
KAMU SEDANG MEMBACA
bukan FIGURAN
General FictionTerdengar klise. Tapi tentu berbeda. Para tokoh utama dengan berbagai tingkah. Lalu ada si sebutir garam pada sayuran. Alias si Figuran. Pada dasarnya, tidak ada seorang FIGURAN karena setiap orang punya ceritanya sendiri dan menjadi tokoh utama...