Kenyataan

20 5 2
                                    

Pagi ini, Radit sangat bersemangat. Namun, juga sedih. Ia akan menemui seseorang, Jenn. Ya, Jenn berkata ingin mempertemukan dirinya dengan sosok Ikhsan. Orang yang ia benci semasa sekolah dulu.

Ia sudah menghubungi Jenn tadi. Ia sampai meminta kontak cewek itu pada Luthfi. Tentu tidak gampang dan harus melewati drama yang menyebalkan baginya.

Mengingat Luthfi, ia jadi memikirkan soal semalam. Tak sengaja ia mendengar tentang perjodohan sahabatnya. Ia baru tahu hal ini semalam. Luthfi tak pernah cerita masalah ini.

" Mereka pergi bersama malam ini. Yah, semoga anak ini bisa menyetujui lagi perjodohan ini. ", Kata Om Ghani menatap sendu putranya. Luthfi hanya diam dari tadi.

" Vio anaknya baik kok. Om kenal sama keluarga mereka. Om harap kamu jangan terlalu gegabah, nanti menyesal.", Saran Abel.

Ia membaca raut wajah Luthfi yang menunjukkan bahwa ia tak suka dengan perjodohan itu. Namun, ia juga melihat sedikit perasaan sesal di matanya. Entah benar atau tidak. Mungkin lain kali ia harus bertanya padanya.

Jadi, selama ini Luthfi merahasiakan sesuatu darinya dan tak menceritakan pada siapapun? Bahkan Alan maupun dirinya sekalipun?

Sebuah rahasia akan tetap menjadi rahasia sampai waktunya tiba. Dan ia tak suka hal itu.

Ia segera beranjak dari tidurnya. Ia mengenyahkan pikiran itu. Mungkin di hidupnya selalu dikelilingi oleh rahasia yang tak ia ketahui.

Sepuluh menit ia menghabiskan waktunya untuk bersiap. Ia turun ke bawah dan mendapati keluarganya sedang sibuk dengan sarapan masing-masing.

" Pa, hari ini Radit off dari kantor , ada urusan. ", Ucapnya pada sang papa. Abel menatap heran putra keduanya. Tak biasanya anak itu bermalas-malasan untuk urusan kantor.

" Please... Cuma sehari doang. Ntar kalo urusan dah selesai, Radit mampir deh ke kantor.", Bujuknya. Akhirnya sang papa menyetujuinya.

Ia berteriak girang sambil mengecup kedua pipi adik bungsunya.

" Alva, Abang pergi dulu ya. Jangan nakal di rumah. Jangan gangguin mama terus, kasian.", Ucapnya pada si bungsu yang di balas anggukan kecil. Ia sangat gemas.

Ia juga berpamitan pada sang mama. Entah apa yang merasuki anak itu hingga se bahagia itu, pikir mereka.

.
.
.

Satu jam Radit duduk menunggu seseorang datang. Ia sampai menghabiskan lima gelas coffee latte dan dua potong kue red velvet. Padahal ia belum sempat sarapan tadi. Semoga maag nya tidak kambuh.

" gue harus gimana ketemu sama tuh orang? Dah lama juga.", Monolognya.

" Radit!! Ya ampun, maafin gue ya. Tadi sempet nganterin Zee ke sekolah dulu. Lo udah nunggu lama ya?"

Ya. Seseorang yang ia tunggu-tunggu baru saja tiba. Selalu sederhana namun mampu membuatnya terpana. Jenna.

Radit tersenyum maklum, " gapapa. Nggak lama kok."

Bohong.

Jenn melirik lima gelas kopi yang tertata di meja. Ia merasa bersalah. Selama itu kah dia? Pikirnya.

" Oh iya, Lo udah sarapan belum, Dit? Mau gue pesenin makan?", Jenn bertanya untuk menebus keterlambatannya. Radit menggeleng.

" Belum? Dan Lo ngabisin lima gelas kopi dalam keadaan perut kosong? Lo gila?!", Sentak Jenn membuat Radit menatapnya aneh. Beruntung hanya ada mereka berdua dan satu pelayan, masih terlalu pagi untuk dipadati pengunjung.

The Power of Destiny 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang