Part 12

34 1 0
                                    

Part 12

Setelah makan malam di sebuah warung makan, kini Tina dan Alfan berada di dalam taksi, keduanya berniat pergi ke sebuah tempat di mana biasanya dijadikan tempat tongkrongan untuk menikmati suasana malam.

Tina yang tidak tahu tempatnya di mana hanya bisa melihat jalanan kota yang ramai orang di balik mobil yang di tumpanginya. Sedangkan Alfan duduk di sampingnya, aktivitasnya tak jauh berbeda dengan apa yang sedang Tina lakukan.

Alfan sendiri sudah sering ke kota itu, jadi tak akan mengherankan bila ia sudah terbiasa menjelajahi tempat-tempat bagus untuk ia nikmati suasananya. Sekarang, Alfan akan mengajak Tina ke tempat-tempat itu, tempat yang mungkin saja bisa menghiburnya dari rasa sedihnya.

"Pak. Itu pasar malam ya?" tanya Tina sembari menunjuk ke arah tempat lapang yang dijadikan tempat permainan dengan banyak lampu yang menghiasinya. Di sana juga banyak orang berjualan makanan dan mainan, menambah kesan meriah untuk setiap orang yang melihatnya.

"Iya. Kenapa?"

"Kita ke sana ayo, Pak!" Tina menunjuk ke tempat itu, nada suaranya terdengar antusias dan bersemangat.

"Untuk apa kita ke sana? Memangnya kamu tidak pernah ke pasar malam apa?" Alfan menjawab pedas seperti biasa, bukan karena Alfan ingin merendahkan Tina, ia hanya tidak mau bila rencananya membawa asistennya ke tempat yang disukainya itu akan gagal.

"Memang belum, Pak." Tina menjawab jujur yang kali ini ditatap serius oleh Alfan.

"Kamu pasti bohong kan? Manusia mana yang tinggal di bumi ini, yang tidak pernah ke pasar malam? Semua pasti sudah pernah termasuk saya, meskipun waktu itu saya dipaksa, tapi setidaknya saya pernah ke sana." Alfan menjawab tak habis pikir, ucapan Tina terlalu mustahil untuk ia cerna. Itu karena baginya pasar malam termasuk acara rakyat, di mana semua kalangan bisa merasakan ataupun melihatnya, tak terkecuali orang miskin sekalipun.

"Saya memang belum pernah ke pasar malam, Pak. Saya cuma pernah melihatnya di TV, saya tidak bohong, untuk apa saya melakukannya?" Tina menjawab jujur, berbohong untuk hal seperti itu rasanya bukan Tina namanya, karena baginya bukanlah sesuatu yang harus ditutupi.

"Serius? Tapi kenapa?" tanya Alfan penasaran.

"Ya karena waktu saya kecil, Papa saya terlalu sibuk bekerja, sedangkan Mama saya lebih seperti tidak peduli dengan saya, jadi saat saya ingin pergi ke pasar malam, tidak ada yang bisa menemani saya. Sampai saat Papa dan Mama saya bercerai, Papa saya semakin sibuk mencari uang untuk biaya sekolah dan kehidupan saya, Papa saya hampir tidak pernah pulang. Saat saya remaja, tepatnya setelah saya lulus SMA, Papa saya mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kakinya lumpuh, setelah itu saya yang menggantikan Papa saya mencari uang, banyak pekerjaan yang sudah saya lakukan, semua itu sudah menguras waktu saya, sampai pasar malam saja saya tidak pernah melihatnya secara langsung." Tina tersenyum hambar, merasa miris sendiri dengan kisah hidupnya.

"Hidup kamu benar-benar menyedihkan," jawab Alfan terdengar tak percaya, meski sebenarnya hatinya merasa sakit mendengar kisah hidup Tina. Sedangkan Tina sendiri justru terkekeh, ucapan bosnya itu memang sepenuhnya benar.

"Pak, kita balik arah ya, kita ke pasar malam sekarang," pesan Alfan ke arah sopir.

"Siap, Tuan."

"Bapak serius kita mau ke pasar malam sekarang?" tanya Tina terdengar antusias.

"Iya, itu karena hidup kamu terlalu menyedihkan, makanya saya kasihan." Alfan menjawab ketus seperti biasa, yang kali ini Tina senyumi dengan sepenuh hati, tidak biasanya yang akan marah bila bosnya itu merendahkannya.

"Terima kasih, Pak."

"Hm," jawab Alfan singkat seolah tidak peduli dengan ucapan Tina, meski sebenarnya hatinya berbunga-bunga melihat senyum tulus yang terukir indah di bibir asistennya. Wanita itu tampak sangat bahagia, bagaimana mungkin Alfan bisa tidak memedulikan keinginannya.

Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang