Part 13
Keesokan paginya, Tina membuka matanya setelah mendengar suara seseorang sedang mengemasi barang, hal itu cukup mengusik telinganya dan membuatnya bangun dari tidurnya.
Setelah membangunkan tubuhnya, Tina menatap sekelilingnya di mana ada bosnya tengah mengemasi kopernya dan tas milik Tina. Di saat itu, Tina langsung membulatkan matanya, merasa lupa bila ia harus bersiap-siap untuk keberangkatannya pulang.
"Pak, ini sudah jam berapa? Kita telat ya?" Tina berlari menghampiri Alfan yang sudah merapikan barang-barangnya.
"Ini masih jam enam, kita berangkat jam setengah delapan. Lebih baik kamu mandi dan siap-siap sekarang, setelah itu kita langsung ke bandara."
"Tapi saya belum merapikan barang-barang saya, Pak." Tina tampak gelisah, matanya menelisik ke arah tasnya yang sudah berada di dekat koper bosnya.
"Barang-barang kamu semuanya sudah saya masukkan ke tas kamu, kalau barang-barang kamu yang lain masih ada di atas meja, kamu beresih sendiri." Alfan menunjuk ke arah tas kecil milik Tina, yang biasanya diisi dompet, make up, dan ponsel.
"Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya mandi dulu." Tina berlari ke arah kamar mandi, meninggalkan Alfan yang tersenyum melihat tingkah lakunya. Tina memang selalu seperti itu, terburu-buru bila sudah melupakan sesuatu termasuk soal waktu.
Sekarang yang Alfan lakukan memesan makanan, yang akan ia dan Tina makan saat di perjalanan. Dengan tenang, Alfan mendudukkan tubuhnya lalu memesan layanan kamar. Ia akan memesan makanan instan agar tak terlalu repot saat dimakan di jalan.
***
Setelah Tina mandi dan merapikan diri, kini mereka sudah berada di dalam mobil. Sedangkan tangan keduanya tengah membawa hamburger, kentang goreng, dan ayam krispi. Mereka tengah menyantap sarapan sembari menuju ke arah bandara, tidak ada waktu untuk mereka makan dengan tenang saat masih berada di kamar hotel, mereka sudah diburu waktu untuk segera berangkat.
"Maaf ya, Pak. Gara-gara saya telat bangun, kita jadi sarapan di jalan. Harusnya saya bangun lebih awal dari Bapak, tapi malah Bapak yang bangun dulu." Tina menundukkan wajahnya, sedangkan makanannya belum sepenuhnya ia santap.
"Tidak apa-apa. Saya mengerti perasaan kamu, kamu pasti belum bisa terima dengan yang apa terjadi kemarin, jadi wajar kalau kamu terlalu terpuruk sampai lupa bangun." Alfan menjawab seadanya sembari kembali melahap makanannya, sedangkan Tina yang mendengarnya seketika terdiam, merasa tak percaya saja bila bosnya ternyata bisa semengerti sekarang.
"Terima kasih, Pak. Maaf sudah membuat masalah di acara rekan kerja Anda." Tina semakin merasa bersalah, bila dipikir lagi ia memang belum sempat meminta maaf dengan apa yang sudah terjadi kemarin malam.
"Kamu tidak usah minta maaf, kamu tidak salah." Alfan menatap ke arah Tina, berusaha membuat asistennya itu mengerti bila yang terjadi memang bukan salahnya. Sedangkan Tina hanya tersenyum sembari tertunduk, ia hampir tidak percaya bila lelaki yang duduk di sampingnya adalah bosnya, lelaki yang paling menyebalkan di hidupnya. Sikapnya saat ini seolah mampu menghapus memori seseorang akan kepribadiannya yang kurang membuat orang nyaman.
"Terima kasih, Pak. Sudah mengerti posisi saya." Tina menjawab tulus, namun Alfan justru tersenyum sembari mengusap sebentar puncak kepalanya, membuat empunya terdiam dengan anehnya.
Tina pikir, sikap bosnya itu terlalu aneh, banyak sikapnya yang jauh dari kebiasaannya, membuat Tina semakin tak nyaman, takut hatinya kembali jatuh pada lelaki yang salah. Sampai saat Tina mengingat sesuatu, seolah ada suara yang sempat membuatnya kepikiran, namun apa. Tina berusaha mengingat-ingat, seperti mimpi yang harus segera Tina gali dan ingin tahu artinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)
RomansaMenurut Tina, memiliki bos seperti Alfan itu menyebalkan. Sifat dan kepribadiannya yang aneh, sering kali membuat Tina ingin menyerah meski pada akhirnya ia tetap tidak bisa. Banyak hal yang mengharuskannya tetap bertahan, termasuk keinginannya untu...