25. Dansa

49 12 0
                                    

Pagi ini usai membersihkan diri, Knela berkaca di kamar mandi. Gadis itu pagi-pagi sudah cantik dengan gaun ungu lilac-nya. Lengan kainnya bundar berenda. Panjang gaun itu sendiri ialah selututnya.

Knela hari ini ingin tampil lebih berbeda dari biasanya. Gadis itu menata rambut cokelatnya sendiri untuk dikuncir setengah bagian saja. Knela mengamati muka putihnya sendiri. Dia bisa melihat mata birunya pada kaca. Bisa Knela rasakan, mata birunya itu menyimpan semangat yang besar. Tidak seperti dulu dia terpuruk, matanya menyorotkan kesedihan tanpa batas.

"Dyacanela Lilian, harusnya kau tak menyerah pada hidup dengan menyakiti diri sendiri dulu. Karena kau tahu, Knela? Seperti yang terjadi belakangan dan hari ke depannya, kau tak tahu kebahagiaan apa yang datang sebagai gantinya. Jadi, Knela. Kau mau berjanji untuk menjaga dirimu sendiri dan terus bertahan?" Knela bicara pada dirinya sendiri di depan kaca. Dia sedang pada masa punya antusias hidup tinggi. Dia harus menyembuhkan lukanya, dan dia ingin dirinya sendiri bertahan sampai jatah bahagianya datang hingga habis.

Knela mungkin tak bisa memaafkan semua takdir buruk menyakitkan. Knela mungkin tak bisa sepenuhnya merelakan orang-orang berharganya pergi. Dia tak bisa menjadi manusia normal sempurna, dia juga tak bisa disukai oleh semua makhluk yang ada di dunia. Tapi, Knela sekarang sadar, sebegitu banyak bagian buruk terjadi, dia tetap punya peran penting untuk hidup.

Selagi Tuhan belum memetik bunga nyawanya di atas sana, artinya Knela juga masih punya tugas untuk dilakukan. Knela akan terus hidup, sampai Tuhan memang mengizinkannya pergi dan berkata: "Semuanya sudah cukup, Knela. Waktunya pulang."

***

Knela senang bukan main karena pagi ini, Lukas berniat menceritakannya cerita terakhir. Rahasia yang Knela sudah bertekad untuk menerima segala konsekuensinya. Knela sangat bersemangat, dia sudah menuju titik lebih tinggi untuk punya persiapan mendekati pemimpin penyihir. Langkahnya tersisa sedikit lagi, perjuangannya tinggal sebentar lagi untuk benar-benar berada di puncak klimaks rencana.

"Tuan, mengapa kita berada di ruangan luas ini? Anda akan membuka sebuah portal lagi?" Knela tiba pada tempat yang telah diarahkan Lukas. Tuan Serigalanya itu menyuruh Knela menuju ke sebuah ruangan di tengah kerajaan yang lantai-lantainya berkeramik dan sekelilingnya dipenuhi bermacam furnitur. Ada berbagai alat musik, meja prasmanan yang tidak diisi hidangan, ada juga banyak kursi yang tersebar di sepenjuru ruangan. Seolah-olah ruangan luas ini ialah ruangan khusus untuk menyambut tamu atau mengadakan acara besar? Entahlah, Knela tak tahu pasti.

Lukas sedang duduk di kursi ujung dekat kumpulan alat musik. Alat musik itu sendiri, sudah berada di tangan masing-masing pemusik penyihir yang sudah siap memainkan suatu lagu. Lukas terlihat berbincang sejenak dengan mereka, kemudian setelah melihat kedatangan Knela, fokus lelaki itu teralihkan.

Di sisi lain, dari kejauhan, Lukas sendiri menangkap tampilan baru Knela. Gadis itu juga datang sambil membawa sebuah sapu tangan.

"Tampilan baru dadakan, lagi?" Lukas bertanya sambil ikut mendekat ke Knela. Pemimpin penyihir itu pagi ini mengenakan pakaian formal kerajaan, berkancing emas serba hitam, tanpa jubah. Lukas mengamati Knela dari atas sampai bawah. Akhirnya, tatapannya jatuh ke mata biru gadis itu. Mata yang entah sejak kapan, membuat Lukas betah dengan keteduhannya. Mata yang menyimpan banyak sekali duka, tapi akhir-akhir ini Lukas menangkap gelora semangat membara di dalamnya. "Apa ada tujuan tertentu? Seperti bukan kau saja. Biasanya kau terus pakai putih. Kejutan sebelumnya hitam. Kenapa sekarang ungu lilac?"

Warna ungu muda pada gaun Knela itu, Lukas rasa cukup lembut dan menambah kesan misterius.

Knela hanya tersenyum. Lukas kini sepenuhnya berada tepat di hadapannya. Gadis itu agak mendongak untuk bisa menatap Lukas lurus. Sambil menggoyang-goyangkan tubuh dan mengibaskan rok bagian bawahnya, dia menunjukkan gaun yang dia rasa indah itu. "Sejujurnya ini warna kesukaan saya, Tuan. Warna putih bukan warna utama, hanya bentuk keinginan menarik energi baik dari sirat kemurniannya. Tapi warna ungu ini, Tuan, jangan salah. Dia juga punya makna. Anda tahu bunga lilac, Tuan? Bunga dengan julukan ratu semak, yang tetap bermekaran meski dikelilingi tumbuhan belukar. Akhir-akhir ini saya punya harapan tentang itu, jadi hari ini saya menggunakannya."

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang