Petuah Kuno

157 38 2
                                    

"Kan sudah nenek bilang toh. kalau mau ambil keputusan itu dipikir dulu yang matang", ujar nenek.
Aku Senjani. Gadis remaja biasa dengan rambut sebahu, punya lesung pipi di bagian pipi sebelah kanan. Dan...Aku tumbuh dengan biasa-biasa saja. Dibilang tumbuh dewasa juga tidak, dibilang tumbuh terlambat masih kekanak-kanakan juga tidak. Semuanya serba sedang.
Umurku 17tahun. Tidak ada yang spesial dariku. Mungkin.
Oh iya. Soal nenek tadi, nenek sejak tadi sibuk mengomeliku karena aku telah melakukan hal ceroboh.
Dua hari yang lalu, aku memutuskan untuk ikut kerja serabutan di kota. Tentu saja aku punya alasan kenapa aku memilih untuk ikut. Karena waktu pencarian karyawan kerja serabutan diumumkan, Aku mendengar dengan teliti bahwa pekerjaannya santai, lalu dapat gaji yang lumayan untuk anak SMA seumuranku.
dan pemberangkatannya tadi pagi-pagi buta.
Tapi ternyata kenyataannya tidak seperti yang dijanjikan.Ternyata semuanya ditipu. Para karyawan yang diangkut dari desaku menuju ke kota telah ditipu. Dengan modus bayar uang masuk karyawan 50 ribu, pulang dari kota dapat uang berkali-kali lipat. HAH! DASAR PENIPU!
Ternyata uangku serta uang para romobongan hanya dijadikan tumbal. Setelah sesampainya aku dan para rombongan di kota, kami disuruh menunggu di halte bus. katanya mau dijemput bosnya nanti pake bus. HAH! BOS BOSOK!
Ya. Tentu saja kami hanya ditelantarkan begitu saja. Tidak ada bus manapun yang menjemput rombongan. DASAR PENIPU.
Akhirnya para rombongan sepakat untuk pulang ke desa kembali. Aku yang hanya berbekal uang hasil tabunganku, merasa sedih karena telah ditipu. Berkuranglah uang tabunganku sia-sia. Akhirnya harus mengikhlaskan uangku lagi untuk ongkos pulang.
Sampailah kami para rombongan di desa, saling mengaduh, tatapan kecewa dan sedih dari tiap wajah. Ada juga yang wajahnya biasa-biasa saja. Aku? jangan ditanya. nenek tidak akan suka aku datang dengan kondisi seperti ini.
Sesampainya di rumah yang hanya kutinggali dengan nenek, aku menghela nafas panjang sebelum memasuki rumah. disambut nenek, aku langsung saja bergegas untuk mandi dan bersih-bersih.
Setelah itu, nenek sudah menungguku di ruang makan. dan tibalah malam yang panjang bagiku. Iya, omelan nenek. Setelah aku menceritakan semuanya, nenek yang sangat menyayangi cucunya ini tidak akan pernah tinggal diam. Nenek ingin aku tumbuh dengan cukup.
kita kembali ke omelan nenek yang mengomeliku tentang pengambilan keputusan cerobohku,
"iya nek, kan tadinya senja cuma ingin ikut karna butuh uangnya saja untuk ditabung. Senja kan sebentar lagi mau kuliah, nek."
Nenek menatapku lamat-lamat.
"senja gak mungkin kan cuma numpang enaknya saja sama nenek. Nenek susah payah jual kerupuk. Masak senja cuma berpangku tangan sama nenek?"
Nenek menghela nafas lalu memegang tanganku,
"Senja, mungkin niat senja bagus untuk cari uang. Tapi segala sesuatu tidak bisa senja lihat hanya dari satu sudut pandang". Aku tidak mengerti maksud nenek.
"kemarin kan nenek sudah ingatkan senja apa yakin mau ikut? Karena dari seluk beluknya saja tidak jelas itu pekerjaan jenis apa"
"ingat ini baik-baik petuah dari leluhur, ojo milik barang kang melok, ojo mangro mundak kendo. Tau artinya?"
Aku menggeleng.
"Jangan mudah tergiur oleh sesuatu yang tampak bagus dan indah, dan jangan cepat berubah fikiran agar tidak menyesal. Senja ingat itu baik-baik". Aku mulai mengerti.
"Selama nenek masih hidup, sebisa nenek mendampingi senja sampai dewasa. Tapi dewasa juga bukan hal yang menyenangkan, senja. Senja harus punya pendirian yang kuat, dan hati yang teguh. karena dunia ini tidak melulu hanya soal uang dan materi. Mau jadi apapun Senja bila besar nanti, jadilah senja yang tahu arah jalan pulang, Nak. Agar tidak tersesat."
Aku tahu ini bukan pertama kalinya nenek menasehatiku karena kecerobohanku. Tapi malam ini berbeda.
Entah kenapa aku merasa tidak mau kehilangan nenek saat itu juga, sampai besok, lusa, atau kapanpun. tidak mau.
Aku hanya menunduk, sambil mengusap ingus karena sejak tadi aku sudah mewek.
Benar kata nenek, meskipun aku masih remaja berusia 17tahun. tapi pendirianku harus tetap di nomor satukan. karena tidak semua kemauanku akan dikabulkan oleh Tuhan.
Malam itu juga, aku berdoa dalam hati dan dalam pelukan nenek.
"Tuhan, aku memang naif. aku juga ceroboh. tapi aku mohon, jika nanti dunia ternyata lebih kejam lagi. kuatkan kakiku, kuatkan tanganku. jika nanti ada masanya Kau gelapkan jalanku, beri aku setitik cahaya saja agar aku bisa menemukan jalan pulang."

Aku Senjani, gadis biasa-biasa saja yang tidak memiliki keistimewaan. Mungkin.
Dan ini belum berakhir.
Kesenanganku baru akan dimulai, serta kesedihanku yang lebih menyakitkan..

SENJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang