Kediaman Jaeger.
“Gue ngeliat banyak luka di badannya, bukan luka biasa tapi mirip kayak … luka cambukan,”
Elissa berujar lirih tatkala luka-luka di tubuh Angela kembali muncul di kepalanya. Ia meringis seraya memeluk dirinya sendiri. Beberapa remaja yang ada di rumahnya saat ini bergidik ngeri saat mendengar penjelasannya.
“Lo yakin kalo itu luka cambukan?” Jarvis yang bertanya, cowok bermata hazel itu kembali menuangkan jus jeruk ke gelasnya. Dibalas anggukan kepala dari Elissa.
“Yakin, soalnya di punggung Angela itu lukanya berupa sabetan panjang dan keliatan baru. Mungkin itu juga yang jadi penyebab tadi Angela pingsan,” asumsinya. Elissa menghembuskan nafas panjang dan memijit pelipisnya, ingin sekali dia mengetahui penyebab bagaimana Angela mendapatkan semua luka itu.
“Tadi muka Angela pucat banget, deru nafasnya gak teratur, badannya gemetar hebat, dan dia demam. Di kondisinya yang separah itu kenapa harus ke sekolah? Apa karena dia dipaksa?”
Erhardt memiliki tebakan, asumsi dan pemikiran tersendiri terhadap gadis yang disukainya itu. Mengingat bagaimana tadi Angela tiba-tiba pingsan saat jam olahraga, semua orang panik dibuatnya dan adegan bak film romantis pun terjadi, Erhardt langsung menggendong Angela dan membawanya langsung ke UKS. Dan karena kondisinya mendadak down, gadis itu terpaksa dilarikan ke rumah sakit.
“Apa ada kemungkinan kalo dia mendapat kekerasan dari keluarganya sendiri?” tebak Agatha, gadis berambut pirang itu berhenti dari kegiatannya. Mengerjakan pr.
“Keluarga Angela itu masih abu-abu, meskipun marganya Innocencio tapi Tuan Xavi mengaku ke publik kalo beliau gak punya anak 'kan?” sambung Jeremy, seketika ketujuh remaja di sana langsung menoleh ke arahnya.
“Tuan Xavi juga punya citra bagus di mata publik, dan kalo pun kasus kayak gini sampe ke pemerintah, maka akan sulit untuk ditangani apalagi Tuan Xavi itu pengacara, dengan mudahnya beliau pasti bisa menjungkirbalikkan kasus ini jadi sebuah kemenangan untuknya,” jelas Jarvis, cowok berambut cokelat terang itu menggaruk-garuk belakang kepalanya gusar. “Don't judge a book by it's the cover. Mungkin tampang luarnya aja Tuan Xavi itu kayak malaikat tapi bersembunyi sifat iblis di baliknya,”
“Atau mungkin Angela itu anak adopsi?” cowok berambut abu-abu yang mendapat julukan Si Ubi Springer itu baru buka suara setelah menelan keripik ubi yang baru saja masuk ke mulutnya. Saffar kembali melanjutkan, “Meskipun cuma anak adopsi, gak seharusnya dia mendapat kekerasan, bukan? Itu udah melanggar HAM,”
“Gue setuju sama nih anak!” cetus Jeremy tiba-tiba. Cowok berambut hitam itu mengambil satu keripik ubi Saffar tanpa seizin pemiliknya, dan langsung memakannya, tidak memperdulikan Saffar yang kini mendelik tajam ke Jeremy. “Seharusnya kasus kayak gini udah bisa dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kalo misalnya Angela sengaja menutup mulut, maka percuma aja,”
“Kalo pun dia tutup mulut, mau sampe kapan bisa bertahan? Gue gak yakin umurnya akan bertahan lama kalo tiap hari mendapat kekerasan,” Arvin menambahi.
Iris azure Arvin terlihat sendu, ia membuang nafas panjang lalu meminum jus jeruk di gelasnya yang tinggal setengah. Ia merasa pusing dengan pembicaraan yang masih belum menemukan titik terang dan ujung. Agatha yang duduk di sebelah Arvin manggut-manggut saja, gadis Arlert itu juga tampak sedih dan bingung. Begitupun dengan yang lainnya, mereka diam membisu setelah mendengar asumsi Saffar yang semakin membuat sakit kepala kalau dipikir-pikir ulang.
“Tapi gue gak yakin kalo Tuan Xavi gak punya anak. Kalo diperhatikan, bukannya Angela itu mirip sama Tuan Xavi, ya? Cuman beda warna mata aja,” Aedan menyela. Cowok bermata cobalt itu menatap satu-persatu wajah temannya secara bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to The Past ✓
Fanfic[Book Three] [Complete] Lanjutan dari Dandelion. Disarankan baca Dandelion terlebih dahulu sebelum baca ini. Erhardt dan Elissa sudah tumbuh dewasa, dan gara-gara sebuah buku mereka melintasi waktu kembali lagi ke zaman orangtua mereka saat masih mu...