"Nee, Asami, kamu setelah ini ada acara lagi?" tanya senpai tiba-tiba ketika aku sedang mengambil koperku.
"Kurasa tidak, ada apa Senpai?" balasku singkat apa adanya, mungkin senpai mau mengajakku jalan lagi.
"Eh, kamu mau pergi ke bioskop denganku nanti?" tanya senpai dengan sedikit gugup. Ada apa dengannya? Bukannya sudah biasa jalan denganku.
"Boleh, jam 10:30 kan Senpai," balasku sekaligus memastikan jam senpai menjemputku. Kalau seperti biasa, harusnya jam segitu.
"Hai," katanya mengonfirmasi perkataanku sebelumnya dengan singkat. Sikapnya memang agak aneh, tapi daripada memusingkannya, aku hanya masa bodoh menanggapinya.
Pas jam 10:30, senpai sudah ada di depan apartemenku. Aku yang tidak ada kerjaan hari ini selain membersihkan apartemen yang tidak ditinggali selama seminggu ini pun sudah selesai berpakaian dan berdandan. Ketika membuka pintu, aku sudah memakai sepatu dan kami langsung jalan saja.
Jika kuperhatikan, penampilan senpai hari ini agak sedikit berbeda. Hari ini senpai memakai gel rambut yang jarang digunakannya. Selain itu, senpai juga sengaja menyewa mobil, padahal kami bisa saja naik kereta seperti biasa. Tapi, lagi-lagi, aku tidak memusingkannya.
Setelah kira-kira 2 jam, kami selesai nonton film dan keluar dari studio.
"Bagaimana menurutmu film tadi?" tanya senpai ketika kami berjalan keluar dari studio.
"Si pria itu seharusnya bisa menerima kenyataannya. Mau berapa kalipun dicoba, kalau sudah ditakdirkan untuk pergi dari dunia ini, tidak mungkin bisa dicegah. Daripada memikirkan cara supaya si gadis tidak meninggal, lebih baik dia fokus menikmati saat-saat bisa bersama dengan gadis itu," komentarku terhadap film yang kami nonton barusan.
"Tapi, kalau aku yang jadi si pria, aku pasti tidak bisa berhenti memikirkan cara supaya gadis itu tidak meninggal. Karena kalau sampai dia tidak ada di dunia ini lagi, rasanya seperti kehilangan tujuan hidup," kata senpai dengan menekankan kata gadis itu dan dia sambil memandangku dengan penuh arti. Tidak mungkin kalau senpai...
"Nee, Sami, sebenarnya..." sambung senpai dengan sedikit terbata. Suasana seketika berubah menjadi hening meski kami ada di tengah keramaian orang yang lalu lalang di mall ini dan semua fokusku tertuju pada senpai yang pandangannya seakan mengunci diriku.
"Aku, aku menyukaimu. Aku tidak tahu sejak kapan perasaan itu muncul, tapi yang pasti, sejak melihatmu pindah ke apartemen, aku merasa aku menemukan tujuan hidupku."
"Senpai, aku—"
"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, kamu bisa memberitahuku besok pagi," katanya memotong perkataanku. Sebenarnya, aku ingin langsung menerimanya, tapi entah kenapa setelah mendengarnya berkata begitu, ada satu sisi diriku yang bilang lebih baik tidak terburu-buru memutuskan, padahal jawabannya sudah pasti.
"Hai," jawabku menurutinya.
"Jya, bagaimana kalau kita makan siang dulu sekarang," ajaknya yang terdengar lebih seperti biasanya. Mungkin setelah mengungkapkannya, semua ketegangannya sejak pagi menghilang seketika. Suasananya juga berubah lebih santai dan nyaman.
"Boleh juga, bagaimana kalau kita makan di..." balasku menyebut sebuah nama restoran yang baru buka minggu ini di sekitar sini.
Hari sudah mulai sore dan kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Senpai mengantarku sampai di depan gedung apartemen dan pergi untuk mengembalikan mobil sewaannya. Ketika sampai di depan loker surat, aku baru ingat belum mengeceknya sejak pulang tadi. Dan di dalamnya ada beberapa amplop yang salah satunya adalah sandi dari si pengirim misterius. Yang kali ini sedikit berbeda karena ada tulisan 'saigo' (terakhir) pada bagian depan amplop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Touch in My Life
Mystery / ThrillerAku menemukan amplop itu lagi, amplop yang mampu membuat senyum dan semangatku yang mengembang menjadi padam. Siapa orang yang mengirimkan ini? Rasa takut dan was was selalu mengantuiku setiap kali menemukan amplop polos itu. Kapan semua ini akan be...