//10-Zax?

3 1 0
                                    

Apakah nanti akan ada yang berubah?
-miss Ice


Pagi ini SMA Cakrawala sedang dihebohkan dengan perkelahian antara anak-anak nakal dengan seorang gadis yang mungkin sangat jarang mereka lihat wajahnya.

Bugh

Empat laki-laki kawanan pembuat onar Cakrawala itu tersungkur akibat pukulan-pukulan dari gadis itu-Valyn.

Valyn menarik kerah Jordi-pemimpin preman sekolah yang sungguh meresahkan. "Gak usah bilang diri lo cowok, kalo beraninya sama yang lemah." Ujarnya lirih menatap Jordi tajam.

Secuek-cueknya Valyn, dia tetap tak bisa terima kalau seseorang menjadi korban bully, keroyokan, atau semacamnya.

Siswi kelas X yang menjadi korban bully-an Jordi mendekati Valyn dengan sedikit menunduk. Merasa takut sekaligus amat sangat berterima kasih pada Valyn.

"M-makasih kak,"

Valyn mengangguk, lalu segera meninggalkan kerumunan siswa-siswi yang masih mengamatinya itu.

"Udah cantik, jago gelud lagi. Idaman bangettt." Celetuk seorang siswa dengan senyum lebar.

"Itu siapa njir?*

"Gak tau. Dia sekolah disini? Kok gue gak pernah liat ya?"

"Sama."

Bisikan-bisikan itu terdengar hingga ke telinga Dira dan Linda.

"Barusan yang lawan Jordi dan sahabat itu Valyn?" bisik Dira di telinga Linda.

"Iya kali. Samperin yuk,"

••--🎡--••

"Val, gue yakin besok lo viral di Cakrawala." Ujar Dira bersemangat.

"Oke. Gue udah siap jadi most wanted girl di Cakrawala." Dengan percaya dirinya Linda berucap sambil memakai kacamata hitam.

"Kok lo sih!?" Kesal Dira menatap Linda.

"Kan kita sobatnya, otomatis kita ikut terkenal dong,"

Valyn berdiri, bersiap untuk meninggalkan kelas. Setelah perkelahian beberapa menit yang lalu, ia diseret oleh Dira dan Linda menuju kelas.

"Eits, nggak boleh kemana-mana." Kata Linda menarik Valyn untuk kembali duduk ditempatnya.

"Lo--" suara Dira terpotong oleh suara seseorang dari pintu masuk kelas.

"Woi langganan BK! Ayo reuni!" Suara Nando-ketua OSIS Cakrawala dari pintu menatap Valyn yang duduk paling belakang.

Semua pasang mata di kelas menatap gadis yang kini berdiri, bersiap untuk menuju ruang Bimbingan Konseling yang sudah pasti ada Pak Yanto dan Bu Sri.

"Mangatt!" Ujar Dira menyemangati Valyn.

Di koridor, Nando mensejajarkan langkahnya dengan Valyn. "Lo seneng banget ya, masuk BK terus?"

"Biasa aja." Jawab gadis itu singkat.

Di ruang BK, sudah ada Pak Yanto, Bu Sri, Jordi dan sahabat, juga Aina-adik kelas yang tadi menjadi korban bully-an Jordi.

Dan perdebatan panjang pun dimulai. Berakhir ketika Jordi dan kawan-kawannya diberi hukuman berupa skorsing selama tiga hari.

••--🎭--••

Ziel menghampiri Avan yang sedang menyesap rokoknya sambil duduk di teras markas. Pandangannya lurus ke depan.

Melihat Ziel mendekat, Avan langsung membuang rokoknya lalu menginjaknya hingga padam. Avan mengerti, tentang Ziel yang sangat anti dengan rokok.

"Menyendiri mulu Lo," ujar Ziel setelah duduk disebelah Avan.

"Yang penting masih napas." Sahut Avan melirik kearah Ziel.

"Huh," Ziel menghela napas pelan. "sampai kapan lo mau dendam sama Rainzors?" Tanyanya.

Avan diam sejenak sebelum menjawab. "Nggak tau. Mungkin selamanya," Avan menggantung ucapannya. "Aria nggak ada karena ketua Rainzors." Lanjutnya. Diam-diam tangannya terkepal.

"Yang selama ini dianggap buruk tak selamanya buruk. Quotes itu gue dapet dari sosmed. Pahami kalimat itu, semoga lo bisa ngerti segalanya."

Embusan angin terdengar, menerpa dua insan yang kini terdiam setelah ucapan dari salah satunya. Avan juga tak tau, sejak kapan Ziel jadi suka quotes seperti ini?

"Lo ... Ziel bukan?" tangan Avan terulur untuk memeriksa dahi Ziel.

"Gue waras anjir!" dengan kesal, Ziel menepis tangan Avan dengan kasar.

"Ya lagian lo sejak kapan jadi kek anak Indie gini?"

"Anak Indie gundulmu!" Ziel bangkit dari duduknya, kesal dengan respon Avan. Walaupun sudah biasa seperti itu sih. "Bodo ah."

"Dih, ngambekan. Kek cewek." Setelah mengucapkan itu, Avan membaringkan tubuhnya di kursi panjang yang sebelumnya ia duduki.

Namun setelahnya, Avan merenungi segala perkataan Ziel. Perasaannya kini bercampur aduk. Ia tak tau harus bagaimana. Dorongan dari ayahnya untuk terus bermusuhan dengan Rainzors masih terus menggerayangi pikirannya.

Di waktu yang berbeda, di tempat berbeda pula, seorang gadis usia dua puluhan tengah duduk di hadapan ayahnya-yang menggunakan jas hitam rapih.

"Aku menemukan beberapa hal tentang dia. Saat sudah waktunya, akan segera kutemui dia." Gadis itu, berkata dengan penuh percaya diri.

Pria berjas di depannya, menatap dalam putrinya. "Awasi dia terus lewat bawahanmu. Selagi kita belum menangkap para teroris itu, kita tidak akan pergi dari Itali."

"Oh iya, aku dengar, ayah dari gadis itu mengamuk di sebuah rumah sakit jiwa, itu benar?"

"Benar. Semakin hari, dia semakin menyesali perbuatannya dulu. Tapi walau begitu, dia masih saja memperlakukan putranya begitu kejam dan tidak memperhatikannya. Malang sekali putranya,"

Gadis di depannya mengangkat sebelah alisnya, "Tak semalang itu, mungkin. Dia memiliki beberapa teman dekat yang mampu mengerti dirinya."

"Yeaa, kuharap dia baik-baik saja. Dan ... gadis itu juga."

••--🦄--••

Ting

Thaka segera membuka ponselnya. Melihat siapa yang mengiriminya pesan.

Ternyata sebuah DM dari akun Anstagram bernama Zax.

Zax

Halo, Tuan.
Satu teka-teki untuk anda, apa yang ada di masa lalu?

.

.

.

.

.

Miss Ice (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang