Ia tidak akan pergi jika kamu membiarkannya hidup bersamamu.
Ia tidak akan pergi jika kamu tidak mengucapkan selamat tinggal dan menuju dalam perjalanan yang baru
Dan ia, bernama kenangan yang tidak diharapkan kehadirannya di hidupmu.-Not House, but Home-
...
"Mampus lo diambekin Raya."
Dikta tertawa kuat, begitu melihat delikan dari Sam. Kini kelimanya sampai di sebuah ruko. Ya, tempat yang beberapa bulan menjadi terkenal akibat menu baksonya yang beragam. Aroma asin, gurih, bercampur menjadi satu di sore ini.
"Eh, Din." Dikta menyenggol siku Dinan, berhasil membuat cowok yang tengah seru menyesap teh dingin itu, nyaris tersedak. "Kenalin, ini Sam. Mantan vokalis Square dulu. Gila, bisa-bisanya lo berdua salah paham sampai hampir berantem."
Dinan diam saja, bahkan ogah membalas jabatan tangan dari Sam. Lihat saja sampai berapa lama semua topeng ini akan terbuka, hingga Dikta maupun Raya mengetahui sisi Sam yang sebenarnya.
Bukan si ketua OSIS yang memegang dua periode jabatan berturut-turut, bukan pula vokalis band ataupun kapten basket yang memiliki citra baik. Melainkan seseorang yang lahir dari penghancur rumah tangga serta bakat tersebut menurun hanya saja dalam bentuk yang berbeda.
Menyakiti Rin.
"Lo kenapa lost contact sama kita?" tanya Raya setengah menahan geram.
Sungguh, Dinan tidak tertarik dengan percakapan ketiga orang itu. Perlahan, mata bundar itu terangkat, memperhatikan lengan yang tidak tertutupi lengan sweater. Rin, gadis ini masih saja ....
"Ada banyak hal terjadi. Gue perlu istirahat. Rencana gue, kalau udah selesai bakal hubungin lo berdua, tapi ya ...." Sam mengangkat kedua bahu. "Udah keburu ketemu kitanya."
Makanan di hidangkan, uap panas dari kuah menyapu wajah. Sam mengaduk makanan, menoleh. "Dik, lo nggak pesan?"
Dikta menggeleng, meneguk sisa air mineral di botol minuman. "Entar lagi gue mau pulang. Keburu dijemput," ucap Dikta.
"Kalau gitu gue juga." Dinan memperhatikan jam tangan, tanpa basa basi lagi menyandang tas lalu mengulurkan tangan tepat di hadapan Rin. "Lo pulang sama gue."
Raya dan Sam menoleh seketika. Dikta mengangkat kepala. "Hati-hati lo, entar kena gebuk Sam."
Sam tertawa, datar.
"Gue nggak peduli." Dinan menatap tajam ke arah Sam. Di situasi seperti ini maka Dinanlah yang memegang kendali. Bukankah Sam harus membangun citra baiknya di hadapan Raya dan Dikta? "Temanin gue beli bahan buat tugas kelompok, gue nggak tau di mana."
Raya menoleh lalu beralih kepada Dikta. "Tugas kelompok? Ada? Gue belum dapat kelompok, woi!"
"Ada." Dikta mengangguk lalu menjitak kepala Raya dengan sebelah tangan. "Dasar pikun, lo satu kelompok dengan gue, elah! Buruan pergi sana, Din! Keburu malam entar."
Untuk pertama kalinya Dinan menurut, menggenggam tangan kecil itu dan berlalu. Ya, akan berlalu lebih jauh jika saja Dinan tidak menyadari bahwa Rin mencengkram ujung jaket biru Dinan dengan erat. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not House, but Home [COMPLETE]
Teen Fiction[Remake : Your Home] Katanya, dapat mengawali hidup baru itu menyenangkan. Namun tidak menurut Dinangga. Kehidupan baru yang ia jalani sama gelapnya dengan apa yang pernah ia lalui. Hidup bersama abang tiri dan berhadapan dengan perempuan yang mengh...