Nirmala.
Ketika Galen mengajakku bermain melalui chat, aku pikir dia hanya bercanda atau mungkin penyakitnya masih kambuh. Jadi aku iya-iyakan saja ajakkannya.
Bagaimana tidak? Saat dia menghubungiku, dia sudah seminggu-an tidak masuk sekolah dan sedang berada di Jogja untuk menenangkan diri.
Tapi ternyata dia tidak bercanda mengenai itu. Dua hari setelah dia mengajakku bermain, kami pun berada di Dufan.
Dan sekarang dia sedang cemberut sambil melihatku menghabiskan bekal. Karena Galen sudah mengajakku jalan sejak pagi hari untuk menghindari macet, ibu pun membawakanku nasi uduk dengan maksud untuk bisa menghemat pengeluaran. Ibu tau betul kalau harga makanan dan minuman di Dufan tidak manusiawi. Tapi ternyata begitu kami masuk ke dalam, makananku ditahan oleh penjaga pintu di sana. Aku baru tau ternyata para pengunjung tidak diperbolehkan membawa makanan dari luar.
Ada dua pilihan yang penjaga itu berikan padaku, yaitu menghabiskan makanan itu sekarang atau menitipkan makanan itu di sana sampai kami selesai bermain. Ya tentu saja aku memilih untuk memakan makananku dulu. Lagipula aku juga belum sarapan.
"Nggak usah cemberut, Gal. Sebentar lagi habis, kok. Lagian aku juga belum sarapan kan" ucapku yang sebenarnya tidak enak hati karena melihat wajahnya.
"Aku nggak cemberut. Memang wajahku begini" jawabnya berbohong. Sejak kapan wajah Galen cemberut terus seperti kucing persia gini? Sangat terlihat jelas kalau sekarang dia sedang bete.
Cukup lama waktu berlalu sampai aku akhirnya membungkus kembali nasi udukku yang masih tersisa sedikit dengan menggunakan karet. "Udah ah, kenyang"
Galen yang sedang memainkan hpnya melirikku sekilas. "Belum habis tuh"
"Biarin. Sudah kenyang"
Dia nampak menghela napas. "Apa kamu nggak tau kalau diluar sana banyak orang yang kelaparan karena tidak bisa makan? Sini, aku habiskan"
"Eh?" aku bingung harus merespon apa karena tangan Galen yang tiba-tiba merebut nasi udukku dan melepas karet yang ku ikat pada kertas minyak itu.
Mataku sontak membesar begitu melihat Galen yang benar-benar memakan nasi uduk sisa itu. Yang membuatku salah fokus adalah karena Galen memakan itu menggunakan sendok yang sama dengan yang ku gunakan sebelumnya, padahal Galen kan orang yang sangat peduli kebersihan. Tiap mau makan dan minum di luar saja, dia selalu mengelap sendok, garpu, atau sedotannya terlebih dahulu. Bahkan tak jarang aku melihatnya mengelap pinggiran gelas dengan menggunakan tissue.
Tapi aku kan memang manusia, bukan kotoran atau virus. Kenapa aku harus heran? Baguslah kalau dia tidak mempermasalahkan sendok bekasku. Jika dia melap sendok itu, mungkin aku sekarang aku sudah menjambak rambutnya karena sakit hati.
Tiba-tiba aku tertarik untuk menjahilinya. Aku tersenyum usil lalu pura-pura batuk seperti orang sekarat.
Galen yang sudah selesai menghabiskan nasi uduk milikku sontak menatapku dengan raut wajah yang sulit dideskripsikan. Haha! Pasti setelah melihatku bengek seperti ini, dia akan menyesal karena telah makan menggunakan sendok yang sama denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Things That We Didn't Say [END]
Ficção GeralRANKING : 1 #IU [24 November 2021] 7 #VIU [15 September 2021] 69 #VBTS [25 Februari 2022] 98 #Dream [23 September 2021] 100 #Friendzone [23 Sept 2021] Secara mengejutkan Nirmala bertemu kembali dengan Galen, cinta pertamanya semasa SMA. Kini mereka...