Menggapai Suhaa 16: Seperti biasa

64 5 1
                                    

Hari berlalu dengan cepat, tak terasa hari ini adalah hari Senin, hari dimana ulangan akhir semester mereka di mulai.

Jika ulangan akhir semester ini berakhir dengan baik, Leya akan mempersiapkan hal yang lebih baik untuk ujian nanti.

Ia akan segera pergi dari sekolah yang saat ini menjadi tempat dimana Leya mendapatkan banyak kenangan, dimana Leya bisa membuat kenangan tanpa larangan dari siapapun.

Saat ini, Leya tengah duduk bersantai dalam kelas. Seperti biasa, ialah yang pertama selesai mengerjakan soal ulangannya.

Tak butuh waktu yang lama agar Leya bisa menyelesaikan essay sebanyak 5 nomor dan pilihan ganda sebanyak 40 nomor.

Sekarang Leya hanya perlu menunggu kertas soal berikutnya dengan tenang sambil bersantai di kursinya. Ia juga harus menjernihkan otaknya sebelum kembali menjawab soal ulangan.

Sambil menunggu teman-temannya yang lain selesai dengan soal ulangannya, Leya hanya termenung sambil mengingat hal yang terjadi dua hari yang lalu.

Tepat di hari Sabtu, Suhaa meminta maaf kepadanya dengan cara yang unik. Ketika kembali mengingat hal menyenangkan itu, Leya kembali tersenyum senang.

FLASHBACK!
"Leya, main truth or dare yok. Sekarang!" ucap Suhaa tiba-tiba sambil melangkah ke arah meja Leya.

"Loh, kok tiba-tiba? Suhaa gabut?" tanya Leya merasa aneh dengan tingkah laku Suhaa.

"Ya serah lu dah mau mikir apa. Pokoknya kita main aja. Lu duluan!" perintahnya tergesa-gesa kepada Leya.

Sebenarnya Suhaa merasa malu untuk melakukan hal ini, tetapi ia harus mendapat maaf dari Leya meski ia harus melakukan ini.

Meski Suhaa tahu jika tanpa melakukan hal merepotkan seperti ini pun, Leya pasti akan memaafkannya. Bahkan, mungkin saja Leya yang akan minta maaf kepadanya.

Ia hanya ingin melakukan hal ini karena tertantang untuk meminta maaf dengan cara yang unik, ini juga usulan dari Zaki dan Dela.

"Okay.. truth or dare?" Leya memulai permainan dengan menyebutkan 'turth or dare'(jujur atau tantangan) kepada Suhaa.

"Dare!" Suhaa menjawab dengan seruan, seolah-olah ia sudah mempersiapkan apa yang akan di pilih olehnya.

Raut wajah Leya berubah, ia bingung sekaligus senang. Ia senang karena Suhaa memilih 'Dare' karena ia memang berencana memberikan Suhaa tantangan.

Sementara kebingungannya di dasari oleh tingkah Suhaa yang bersemangat saat menyebutkan kata 'dare'. Seakan-akan Suhaa sama sekali tidak ingin menyebut kata 'turth' sebanyak apapun Leya kembali mengulang permainan.

"Hm, Leya tantang Suhaa ngajak Leya makan di cafe besok!" Leya berkalimat dengan senang, "Beli cilok di pinggir jalan juga nggak apa-apa, yang penting besok Suhaa jalan bareng sama Leya."

"Oke! Gue mau. Asalkan lu mau maafin gue soal kemarin, gue salah karna maksa lu, padahal lu lagi belajar. Maafin gue!" dengan cepat Suhaa mengambil sikap membungkuk ke arah Leya hingga membuat Leya merasa canggung.

"Eh, kok gitu.. bukannya Leya yang harus minta maaf sama Suh-!!"

"Nggak, gue yang harus minta maaf. Pokoknya maafin gue!" potong Suhaa dengan nada yang tinggi.

"I-iya, iya. Leya maafin kok, lagian Suhaa nggak sal-!!"

"Oke makasih, yok ke kantin." Kembali Suhaa memotong kalimat Leya dan segera meraih lengan Leya, mereka berdua berjalan menuju kantin untuk bertemu Dela dan Zaki.
~
Begitulah hal yang terjadi dua hari yang lalu. Leya juga merasa senang karena Suhaa menepati janjinya untuk menemani Leya seharian di hari minggu.

Mereka juga hanya mampir ke taman dan membeli beberapa jajanan pinggir jalan lalu pulang ketika hari telah memasuki tengah hari.
***
***
"Muka lu udah lumayan seger. Dengerin gue, jaga pola makan lu, temen-temen pada khawatir kalau lu yang satu hari nggak berisik tiba-tiba down, paham nggak!?"

Mereka berdua tengah berjalan beriringan di atas jalan setapak setelah melewati jalan raya dari sekolah mereka.

Zaki dan juga Dela masih berada di sekolah karena ada urusan, urusannya juga tak terlalu penting. Maka dari itu Leya dan Suhaa mengatakan jika mereka akan pulang duluan.

Setelah mendengar kalimat Suhaa yang terdengar khawatir, Leya hanya bisa tersenyum manis karena merasa senang. Mungkin karena ulangan tadi berjalan mulus sehingga membuat mood Leya kembali terbentuk.

"Paham, paham. Leya juga nggak mau bikin temen-temen khawatir, mau gimana lagi. Leya 'kan manusia, sewaktu-waktu, pasti Leya bakal sakit lah..," balas Leya tanpa memudarkan senyum di wajahnya.

"Eh bocil, temen-temen pada khawatir. Setidaknya jaga imun tubuh lu supaya nggak mudah sakit, bikin orang stress aja lu." Suhaa berdecak kesal sambil menatap Leya.

"Loh, bukan salah Leya kalau imun Leya nggak kuat.. kok malah marah-marah?"

"Eh terasi goreng, gue marah-marah karna khawatir woee, lu mau gue tampol hah?" kekesalan Suhaa memuncak dengan sikap Leya yang tak mau kalah.

"Loh, kok Suhaa tambah marah? Tau ah, Leya ngambek." Leya ikut kesal karena Suhaa yang tak kunjung berhenti menasihatinya dengan nada tinggi.

"Lah, kok lu yang ngambek? Seharusnya gue woe.. ah, kesel gue!" balas Suhaa tak mau kalah. Ia membuang muka begitu juga dengan Leya, mereka bertengkar seperti biasanya, ya meski pertengkaran mereka akan segera berakhir.

Jika hari ini mereka bertengkar, maka esok hari mereka akan melupakan kejadian kemarin dan memulai hari dengan canda tawa bersama teman-teman mereka.

Masa-masa SMA memang hal yang terbaik di usia remaja seperti mereka. Kenangan-kenangan bisa tercipta di antara mereka tanpa sengaja atau dengan sengaja.

Keheningan membentang beberapa menit setelah mereka beradu mulut. Dan sedetik kemudian, suara tawa terdengar dari mulut Leya tanpa di tahan-tahan.

Suhaa yang mendengar itu awalnya bingung, hingga akhirnya ia tersenyum senang karena suara tawa seorang gadis manis di sampingnya.

Lengan Suhaa perlahan bergerak dan menggantungkannya di leher Leya. Entah apa itu, mungkin saja hal itu insting, Suhaa tiba-tiba saja merangkul Leya tanpa alasan.

"Yok pulang.." mereka melanjutkan langkah dengan santai sambil menikmati hari yang perlahan memasuki siang hari.

Hari ini mereka pulang cepat karena ulangan, besok mereka bisa datang pagi lagi sebelum memulai ulangan berikutnya.
***
***
Seperti dejavu, Suhaa kembali memandangi Leya sebelum gadis manis yang ada di hadapannya saat ini masuk ke dalam rumah.

Tadinya ia berpikir untuk mampir, tetapi ia mengurungkan niat karena melihat mobil putih terparkir di area rumah Leya dan langsung menyimpulkan jika mobil itu adalah milik dari ayah Leya.

"Maaf ya, tadinya Leya pengen nawarin buat mampir. Tapi ayah lagi di dalam," ucap Leya tiba-tiba dengan ekspresi murung.

"Nggak, gak apa-apa. Lain kali aja, masuk gih." Suhaa hanya membalas dengan senyuman tipis terukir di wajahnya.

Leya hanya mengangguk mengiyakan, sepertinya hari ini adalah hari yang menyenangkan seperti hari-hari menyenangkan lainnya.

Tetapi entah mengapa perasaan Leya terasa berbeda, seolah-olah hari menyenangkan ini akan segera berakhir dalam hitungan hari.

Leya melangkah kan kaki ke arah pintu sambil berjalan mundur. Ia masih menatap Suhaa hingga ia menutup pintu rumahnya rapat-rapat dan membiarkan Suhaa pulang.

Suhaa sendiri masih belum bergerak, ia hanya memandangi rumah sederhana dengan cat berwarna biru menghiasi sekeliling dinding rumah itu.

Hari ini hari pertama ulangan akhir semester ganjil, semua orang tak akan tahu apa yang terjadi di hari-hari berikutnya. Mereka tidak menyadari hal itu karena terlalu menikmati hari kemarin dan hari ini.

Suhaa akhirnya menapakkan kakinya menuju kawasan tempat tinggalnya sambil bersenandung ringan berharap hari-hari yang akan datang tetap memberikan mereka semua kebahagiaan.
***
***
~

Menggapai Suhaa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang