PART 10

4.1K 552 76
                                    

***

Entah sudah berapa kali Raffa menghela napas dibalik meja kerjanya. Pikirannya sedang tak fokus pada setumpuk pekerjaan yang menanti untuk diselesaikan. Percakapannya bersama Rania dua hari yang lalu masih terus terngiang. Terlebih saat dia tahu jika perasaan Rania untuknya ternyata tak pernah berubah dan hal itu kian membuatnya merasa bersalah.

Seandainya dulu dia berani berkata jujur mengenai perasaannya lalu mereka membuat kesepakatan untuk tetap menjadi seorang teman, mungkin rasa kecewa Rania tidak akan sebesar ini. Dia hanya takut mereka tidak mampu bertahan dalam sebuah hubungan lebih dari seorang teman, kemudian pertemanan diantara mereka menjadi taruhannya. Bukankah kasus-kasus seperti itu sudah banyak terjadi? Dan dia tidak mau menjadi salah satunya.

Karena demi apapun dia sangat menyayangi Rania bahkan melebihi teman-temannya yang lain. Kehilangan wanita itu sebagai teman tentu menjadi momok mengerikan. Sampai akhirnya dia dipertemukan dengan Lusi. Sikap lembut wanita itu dan juga kedewasaannya mampu menggoyahkan hatinya. Namun secuil sayang pun tak pernah dirinya hilangkan untuk seorang Rania. Dia menyayangi wanita itu seperti saudara sendiri.

Namun kemudian dia sadar bahwa keputusannya untuk pura-pura tidak mengetahui perasaan Rania ternyata menjadi boomerang. Pertemanan yang ia jaga sepenuh hati nyaris hancur karena kebodohannya.

Raffa menghela nafas sekali lagi dengan bola mata yang terus mengarah pada layar ponsel yang menampilkan foto dirinya bersama Rania dalam balutan seragam OSIS.

"Maafin aku Na," ucapnya lirih.

"Aku terlalu mempedulikan pertemanan kita sampai nggak sadar kalau apa yang aku lakuin justru menyakiti kamu, Na."

Tok. Tok. Tok.

"Masuk."

Raffa menaruh kembali ponselnya ke meja begitu mendengar derit pintu terbuka yang menampilkan sosok asistennya.

"Maaf Pak mengganggu, di luar ada tunangan Bapak."

"Suruh Lusi masuk, Nes." titahnya yang diangguki Innes.

"Baik Pak. Kalau begitu saya permisi."

Raffa mengangguk dengan seulas senyum tipis.

"Mas,"

Tidak berselang lama, wanita yang disebutkan Innes masuk ke dalam ruangan dengan senyum lembut yang menenangkan. Raffa kemudian menghampiri wanita yang telah dipacarinya selama 6 tahun terakhir--lebih tepatnya calon istri.

"Kenapa nggak bilang kalau mau ke kantor?" tanyanya setelah memberikan pelukan singkat.

"Sebenarnya nggak sengaja lewat makanya mampir, Mas."

Lusi beranjak duduk di sofa yang diikuti oleh Raffa.

"Tadi sempet ketemu juga sama Bu Salma di bawah. Katanya mau nganter makan siang buat Pak Radit. Beliau masih cantik banget ya Mas? Padahal kelihatannya seumuran sama Mamah loh, tapi muka Bu Salma tuh kayak 10 tahun lebih muda dari usianya."

Raffa terkekeh pelan.

"Kamu juga kelihatan 10 tahun lebih muda kok," godanya yang langsung dihadiahi cubitan dipinggang.

"Kalau mau bikin seneng tuh nggak usah pakai acara ngarang cerita deh, Mas."

"Aku serius sayang,"

Lusi yang tadinya pura-pura memasang wajah cemberut seketika mengukir senyum setelah mendapatkan usapan lembut di puncak kepala.

"Kamu bisa lanjut kerja Mas, biar aku tungguin. Mumpung bentar lagi jam istirahat, nanti kita bisa makan siang sekalian di luar. Soalnya sekarang Mamah udah cerewet minta kita supaya jangan sering-sering ketemu dulu. Apalagi kalau nanti udah makin deket harinya, mana bisa kita ketemu." keluhnya yang disambut kekehan geli pria disisinya.

Stuck in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang