33. Rantai yang Mengikat

33 5 23
                                    

Gamaliel melihat lautan manusia berkerumun di sekitarnya. Dia sadar, dia tengah berada di tengah-tengah kerumunan yang sangat ricuh. Saat mendengar suara sorakan antusiasme mereka, entah mengapa membuatnya merasa tertarik untuk melihat lebih dekat kepada penyebab kericuhan. Dia mencoba untuk menerobos lautan manusia itu agar dapat ke depan dan melihat hal yang tampaknya sangat menarik perhatian mereka. Perasaannya campur aduk ketika berlari. Rasa penasaran dan firasat tidak enak memenuhi benaknya, seolah mencegah untuk mengetahui apa yang ada di depan sana. Sialnya, firasatnya itu benar ketika dia telah sampai di depan, melihat penyebab lautan itu. Dia sama sekali tidak bisa berkata-kata ketika melihat sosok penyebab antusiasme itu.

Sosok gadis berseragam SMA yang tampak usang. Beberapa bagiannya robek, seolah baru saja mengalami kecelakaan. Wajah orientalnya tampak sayu dan suram. Tangan dan kakinya yang kecil dirantai dengan kuat hingga membuat bekas kecokelatan di kulitnya. Terlihat juga rantai kecil di lehernya yang baru saja disadari Gamaliel. Namun, sebenarnya yang membuatnya semakin terkejut adalah ketika menyadari bahwa si gadis adalah Celine.

Setelah menyadari hal itu, dia kembali memperhatikan berbagai olokan terdengar dari berbagai arah. Berbagai barang dilemparkan kepada gadis yang hanya dapat bertekuk lutut itu. Barang yang mengotori pakaian dan tubuhnya hingga tak lagi terlihat seperti seorang manusia. Makanan busuk, plastik, muntahan dalam plastik, semua terlempar dari para penonton hingga membuat penampilan gadis rapuh itu semakin membuat hatinya tersayat. Dia tak habis pikir, bagaimana bisa mereka menganggap gadis itu bagaikan sampah. Apa yang diperbuatnya hingga harus mendapatkan perlakuan tak adil seperti itu? Dan seberapa besarkah kesalahannya hingga mereka tak menganggapnya sebagai manusia lagi?

Gamaliel geram. Sungguh. Dia sangat geram. Terlebih ketika mendengar ungkapan provokasi yang seolah memberitahukan bahwa gadis itu jahat. Tak pantas disamakan dengan manusia beradab seperti mereka.

Beradab apanya?

Gamaliel makin mengepalkan tangannya. Dia benar-benar geram terhadap mereka. Sebenarnya, bisa saja dia menghantam mereka. Namun, karena yang bergunjing adalah wanita, dia tak bisa melakukannya. Karena hal itu bisa memicu kerusuhan yang lebih besar. Bahkan, yang terparah, mereka bisa saja menghukum Celine dengan lebih berat jika mengetahui alasannya menghantam wanita tak bersalah itu.

Gamaliel kembali mendongakkan kepalanya. Dia memandang Celine yang tertunduk dengan wajah sayu. Terlihat pula sedikit bekas air mata di pipinya, yang baru disadarinya. Bekas air mata itu membuatnya ingin berlari ke sana dan membebaskannya. Membebaskannya dari penjara terbuka itu, membebaskannya dari lemparan sampah berbau busuk dan dari segala arah, dan kata-kata menyakitkan yang dilontarkan oleh mereka. Namun, hatinya meragu. Lagi pula, jika dia berlari ke sana dengan tujuan untuk membebaskannya, tetapi dia sendiri tak mempunyai kunci rantai itu, apa gunanya? Bukankah itu hanya akan memperparah keadaan?

Gamaliel menghela napas sembari menundukkan kepalanya. Dia tahu, tak ada yang bisa dia dilakukan selain menyaksikan gadis itu terus tersiksa. Dijadikan tontonan seolah dia bukanlah seorang manusia. Saat ingin menyembunyikan tangannya ke dalam kantung celana-sebagai pertanda keputusasaan-dia merasakan benda keras berada dalam kantung. Tanpa basa-basi, dia langsung mengeluarkan benda itu, sebuah kunci. Ukurannya kecil, sedikit berkarat. Sama seperti borgol berantai yang mengikat Celine.

Dia yang tadinya menunduk, langsung mendongakkan kepala, menatap Celine yang masih terdiam dengan tatapan kosong tanpa bisa melawan penindasan yang diterimanya. Ketika melihat keadaan Celine yang terlihat semakin menyayat hatinya, Gamaliel menggenggam erat kunci kecil yang ada di telapak tangannya. Bola matanya memancarkan tekad yang seolah mengatakan akan membebaskan gadis itu dari jeratan rantai itu. Segera.

Namun, ketika hendak melangkah untuk membebaskan gadis itu, tiba-tiba saja muncul cahaya yang amat menyilaukan hingga membutakan mata. Awalnya Gamaliel dapat menahan sinar itu. Akan tetapi, ketika sinar itu terlihat semakin menyilaukan, dia tak dapat lagi menahan silaunya dan perlahan menutup matanya, hingga yang tak terlihat apa pun, selain warna putih yang mengenai kelopak matanya.

A Lovely Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang