Sejak kecil kehidupan keluarga Koko yang memiliki nama lengkap Andi Kahyangko Kahar, merupakan keluarga yang berkecukupan. Ia dan adiknya, Kaila, tinggal bersama Sang Ibu. Meskipun bersekolah Koko dan Kaila jarang bersosialisasi dengan temannya. Jarangnya bersosialisasi dengan teman pada waktu kecil menjadi masalah tersendiri bagi diri Koko. Dia memiliki konflik internal. Konflik tersebut membuat Koko tidak mampu mengatasi egonya. Dia selalu ingin menang sendiri, tidak peduli dengan orang lain, tidak mau berkorban. Koko tumbuh menjadi anak yang tidak dapat mengatasi egonya.
Sejak kecil ibunya memprotek anak-anaknya dengan melarang mereka bergaul dengan teman di sekitar rumahnya. Namun semua kebutuhan dan segala keinginan anak-anaknya terpenuhi. Guru les juga didatangkan untuk semua mata pelajaran. Pantaslah kalau semasa sekolah di masa sekolah di SMA ia merupakan siswa berprestasi, beberapa kali menjadi juara umum di angkatannya. Di kegiatan ekskul paskibraka ia sangat aktif dan berprestasi.
Bapaknya sebagai dosen Perguruan Tinggi Negeri dan tinggal di kota lain. Suatu hari bapaknya berencana pulang namun cuaca yang ekstrim membuat mereka was-was menunggu kedatangan Bapak. Hujan sore itu begitu deras. Bukan saja suara air seperti diguyur dari langit yang terdengar, suara desiran angin pun terasa menyapa tubuh kami. Dari sisi kanan rumah aku melihat dahan dan ranting pepohonan meliuk-liuk, menari mengikuti angin. Sesekali guntur menggelegar yang sebelumnya diawali dengan kilat yang berkelebat.
“Semoga sudah landing, Bapakmu, Nak, cuaca begitu ekstrim,” suara ibu terdengar samar-samar meski kami duduk berhadapan di sofa ruang tengah.
“Iye, Bu?” Kaila menegaskan ulang apa yang dikatakan ibunya.
“Bapakmu,” ibu mengulang kata-katanya sambil mengarahkan telunjuknya ke atas.
“Oh Bapak, ini Bu, Koko sudah tahu kalau pesawat yang Bapak naiki sudah mendarat,” katanya.
“Alhamdulillah, tapi kenapa kamu tahu, Koko? Apa kamu habis menelepon petugas bandara?” selidik ibu dengan penuh rasa heran.
“Nggak, Bu. Ini,” Jawab Koko sambil menunjukkan hapenya.
“Masa iya bisa dilikat dari hape?” Ibunya semakin penasaran.
“Ini, Bu pakai aplikasi FlightStats. Banyak aplikasi yang bisa dipakai untuk memantau pergerakan pesawat,” Koko menjelaskan kepada ibunya.
“Oh begitu,” kata ibu sambil mengangguk. “Tapi mengapa Bapak belum sampai ya?”
“Nah yang itu tidak bisa dipakai aplikasi, Bu, coba Ibu telepon.” Kata Kaila.
Betapa kagetnya mereka, ternyata nomor hape Pak Kahar belum bisa dihubungi. Tidak seperti biasanya Bapak tidak meminta dijemput sama ibu. Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima. Hujan, guntur dan kilat pun mereda. Ibu beserta dua anak masih duduk di sofa ruang tengah. Tak henti-hentinya mereka berusaha menghubungi Bapaknya, namun tetap saja hape ayahnya belum bisa dihubungi. Jarak yang tidak terlalu jauh antara rumah dengan bandara semestinya Bapaknya sudah sampai.
“Ayolah kita salat magrib dulu, di masjid sudah terdengar azan,” ibunya memberi arahan agak kami salat.
Kami segera menyiapkan diri untuk salat berjamaah. Tiba-tiba terdengar pintu depan diketuk, dan terdengar suasa seseorang memberi salam. Alhamdulillah bapak sudah datang. Tidak banyak cerita langsung bapak mengambil air wudu dan menjadi imam salat magrib. Kami duduk setelah selesai salat.
“Bu maafkan bapak ya,” kata Bapak setelah dami bersalaman.
“Kenapa bapak minta maaf? Tidak ada yang salah kok Pak.” Kata Ibu.
“Coba ibu lihat,” kata Bapak sambil meluruskan tangan kanannya,
“Jam tangan Bapak?” reaksi ibu setelah melihat jam tangan merk terkenal yang merupakan hadiah ulang tahun bapak hilang.
“Iya Bu, jam tangan dan hape hilang, dirampok ketika bapak dalam perjalanan pulang.” kata bapak.
“Kok bisa? Bukannya Bapak naik taksi bandara?” sambung Ibu.
“Iya Bapak naik taksi bandara, tapi, ya itu salah Bapak.” Kata bapak tenang.
Koko dan Kaila masih menyimak cerita bapak dengan saksama. Ada rasa penasaran mengapa sampai bapaknya dirampok.
“Pantas saja tadi kami mencoba menghubungi Bapak, hapenya tidak aktif,” Kata Kaila.
“Ceritanya bagaimana, Pak?” Kata Koko penasaran.
Bapaknya mulai menjelaskan kronologis kejadiannya. Pada waktu bapak sudah berada di taksi Bandara, tidak jauh dari bandara, tepatnya di halte pertama jalan keluar bandara ada seorang laki-laki yang meminta tolong menumpang di taksi bapak. Karena kasihan dan situasi waktu itu masih hujan makanya bapak menyetujuinya. Ternyata yang bapak beri tumpangan adalah orang jahat. Dia menggasak jam tangan dan hape bapak. Beruntung dompet bapak tidak dirampok, karena bapak letakkan di sisi samping tas. Bapak tidak bisa melawan karena perampoknya membawa pisau lipat.
“Alah paling kerjasama sulirnya?” sela ibu.
“Itu bapak tidak tahu. Karena setelah mendapatkan jam tangan dan hape bapak, perampok itu juga mengancam supir taksi dengan pisau lipat yang dibawanya.
“Iyalah pura-puranya mengancam padahal sebenarnya mereka sekongkol.” Kata ibunya lagi.
“Jangan suudzon, Bu kalau tidak benar kan ibu yang berdosa.
“Iya kan sayang Pak jam tangan dan hape bapak kan mahal,” kata ibunya lagi.
“Sudahlah semoga pihak polisi bisa membereskannya. Bapak tadi sudah lapor ke kantor polisi.” Kata bapak dengan tenang,
“Iya Pak, semoga kan sayang hape dan jam tangan mahal,” kata Kaila.
“Iya juga tapi kalau sudah hilang mau di apakan.” Kata bapak.
“Oh pantas Bapak lama sampai di rumah, sampai masakan saya dingin Pak,” kata Mbak Sami yang ternyata ikut nguping cerita bapak.
“Ya sudah Mba, panasi lagi masakannya dan siapkan makan malam, kita akan makan bersama. Bapak pasti sudah lapar. Ibu sudah masakkan coto kesukaan Bapak. Kita masih bersyukur Bapak baik-baik tidak disakiti oleh perampok tadi. ” Kata ibu.
“Iye Bu, sudah saya panasi lagi tadi, sekarang sudah siap, Bu” kata Mba Sami.
“Kalau begitu, tolong bongkar oleh-oleh Bapak Mba,” kata bapak kemudian.
Pah Kahar memang selalu berkeyakinan bahwa Allah akan mengganti barang yang hilang dengan rezeki lain yang lebih baik. Sepertinya akhir pekan kali ini menjadi akhir pekan yang diwarnai dengan tragedy yang Pak Kahar alami. Namun bagi bagi Koko dan Kayla adalah akhir pekan yang menyenangkan karena bisa melewatkan akhir pekan ini dengan melepas kerinduan sama Bapaknya yang berdomisili di kota lain.
Mereka duduk-duduk santai bersama bapak, ibu dan adiknya sambil menikmati oleh-oleh yang dibawa oleh Bapaknya. Sebenarnya tujuan mereka sekadar melepas kangen setelah sekian lama tidak bertemu. Pak Kahar menanyakan keadaan mereka selama bapaknya tidak berada di rumah. Mereka juga membicarakan perkembangan kegiatan belajar anak-anaknya. Kemudian bapaknya menanyakan kelanjutan studi anak pertamanya. Dari cerita yang pernah bapaknya alami di rumah sakit dan cita-cita bapaknya yang tidak kesampaian sepertinya Koko mengetahui bahwa Bapaknya menginginkan ia menjadi dokter. Hati keci Koko berontak, dia mulai berani melawan Bapaknya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (bukan) Pembangkang
General FictionKisah ini menceritakan perjuangan Koko dalam mencapai cita-cita.