04. CAST AWAY

827 83 18
                                    

INDEKS:

1. Legiun: Daerah atau kota yang tersisa di Daratan Utama. Jarak antar legiun bisa puluhan kilometer, dipisahkan oleh gurun gersang yang sering kena hujan asam saat siang.

2. Splendour: Legiun terbesar di Daratan Utama, salah satu yang memiliki kekuatan militer terkuat dan mampu menjajah legiun lain. Dikenal sebagai bangsa paling maju dan beradab. Mereka tinggal di bawah lindungan kubah raksasa. Dipimpin oleh seorang Gubernur.

3. Scoundrel: Legiun terdekat dari Splendour, dikenal sebagai tempat pembuangan budak.

4. Denaea: Legiun kecil yang memiliki jumlah kuil keagamaan sama banyak dengan jumlah rumah bordil. Markas beragam aliran sekte sesat serta menjadi pusat lelang budak.

5. Ulrik: Legiun bekas jajahan Splendour yang hanya tersisa puing-puing. Dahulu terkenal sebagai penakluk mutan.

6. Mutan: Hewan distopia yang mengalami mutasi karena perubahan iklim ekstrim. Umumnya buas, tanpa bulu, karnivora cenderung kanibal karena minimnya sumber makanan.

7. Hebrid: Mata uang di Daratan Utama.

8. Golden: Keping emas sebagai alat tukar di Splendour. Satu keping bernilai seratus hebrid.

9. Glitter: Hinaan yang diberikan penduduk legiun lain untuk warga Splendour karena keglamoran dan keangkuhan mereka.

10. Pengelana: Orang yang berkelana melintasi Daratan Utama. Biasa berdagang, menjual barang dari legiun lain demi menyambung hidup. Beberapa hidup berkelompok menjadi perampok.

---------------------

Luisa berjalan limbung di tengah gurun. Kaki-kakinya menapak gentar di atas tanah gersang. Daratan ini lebih panas daripada legiun lain yang pernah ia datangi. Daratan yang tak berujung. Hanya dikelilingi oleh pegunungan-pegunungan gersang yang tandus. Ia sadar kalau mungkin saja ia akan mati saat itu juga. Sudah empat belas jam ia berjalan tanpa henti mencari air, namun tanah-tanah di sini begitu keras seakan dilapisi oleh batu.

Harapannya sudah pupus sejak ia meninggalkan Denaea. Begitu tahu ia membawa adiknya menuju daratan yang salah ini, diam-diam ia berdoa dalam hati agar Tuhan menyelamatkan salah satu dari mereka. Tentu saja bukan dirinya, melainkan adiknya, gadis kecil penuh duka yang tak seharusnya berada di sini bersamanya. Tapi kemudian ia berpikir lagi, jika Leera tak bersamanya, di mana lagi dia seharusnya berada?

Kedua lututnya sudah lemas. Ia berbalik mengutuk Tuhan. Padahal beberapa saat yang lalu, ia mengemis keajaiban. Hal ini seringkali terjadi sejak ia diusir dari Splendour, tanah kelahirannya. Sesekali ia juga mengutuk penduduk kota yang telah berani menghancurkan keluarganya. Kemudian ia menangis. Air matanya langsung mengering begitu keluar. Lagi-lagi ia mengemis keajaiban kepada Tuhan tanpa repot-repot minta maaf karena telah mengutuk sebelumnya.

Berhenti menyiksaku, matahari sialan! Ia berdesis sambil menengadahkan kepala.

Kulit bibirnya telah membentuk kerak yang mengelupas. Jika ia membuka mulut sedikit saja, bibirnya pasti langsung mengeluarkan darah. Tenggorokannya tak ada beda dengan gurun ini. Sama-sama gersang. Kulitnya melepuh. Rambut menggumpal kemerahan yang begitu dibencinya menjuntai ke sana-kemari. Gaun sutranya compang camping. Dan kaki-kakinya yang dulu indah... ia menatap nanar kaki-kaki yang sudah membawanya sampai sejauh ini. Kedua lututnya lemas, tak sanggup lagi menopang tubuhnya. Ia jatuh terduduk di atas tanah keras berpasir yang begitu panas.

Luisa yang dulu kuat kini telah hilang asa.

Pandangannya mengabur. Ia memeluk kegelapan yang sekali lagi datang menghampirinya.

SHORT STORIES ONLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang