2. Ego

4 4 0
                                    

Sebelum baca klik dulu
Bintangnya
🌟🌟🌟

Tengkyuuuu buat yang udah VOTE
😘😘😘😘😘

2. Ego
"Kenapa aku harus bersusah payah kalau ujung-ujungnya di dapur" Azkiya mengerutkan dahi dan menaikkan alisnya yang tebal serta nada suara yang terbilang tinggi.

"Hapus pandangan itu dari otak kamu. Kamu pikir menjalani hidup ini mudah, hah? Bagaimana kamu bisa menghadapi  kerasnya hidup dengan cara berpikir yang dangkal?" Suara tinggi Aretha mengalahkan suara Azkiya.
Rasanya baru kemarin Azkiya diajari berbicara oleh Ayah dan Bunda. Tapi hari ini, dia sudah pandai bersilat lidah melawan kakaknya, Aretha.

"Kenapa harus dari sekarang aku di tuntut kayak gini, temen aku aja nggak kayak gini. Mereka bebas ngabisin masa muda mereka dengan bermain bersuka ria. Sedangkan aku, harus berangkat pagi pulang sore, malem belajar lagi, aku kan manusia bukan robot." Tak mau kalah, kini suaranya meninggi menyetarakan dengan Aretha.

Senyum sinis yang Aretha pancarkan saat mendengarkan ucapan Azkiya barusan berubah menjadi tatapan tajam dan penuh amarah yang menjalar di tubuhnya.

Aretha menatap Azkiya dengan pandangan yang tak biasa, pandangan yang hanya dia tunjukkan ketika dia benar-benar sudah naik pitam, kesal, kecewa, dan tak tahan.

"Kakak nggak nyangka kamu begitu lemah, baru permulaan kamu udah ngeluh, sampe ngutarain lelahnya kamu seolah-olah kamu yang paling tersakiti. Inget ini belum apa-apa. Kalau belajar aja nggak mau, terus kamu mau jadi apa, hah? Belajar apa kamu selama ini? Di kasih otak kok nggak dipake yang bener. Nggak usah manja Azkiya! malu sama umur." Kata-kata pedas yang tak biasa Aretha lontarkan, kini dia lontarkan dengan segenap kekesalan yang menyelimuti tubuhnya.

Menurunkan pandangan dan diam tak berkutik. Itulah yang dilakukan Azkiya saat ini. Aretha bukan tandingannya. Hinga Azkiya gemetar karena takut dan tak kuasa melanjutkan, tanda menyerah.

Sangat jarang Aretha bersikap demikian, dan sangat jarang juga bagi Azkiya bersikap seberani itu pada sang kakak, Aretha. Dari sekian kali kegiatan belajar malam yang dilakukan baru kali ini Azkiya menampakkan wujud aslinya ketika belajar. Entah setan mana yang merasukinya.

"Kak kita lanjut aja yah, entar keburu malem lagi. Kan semuanya juga harus istirahat." Azka mencoba menepis perseteruan yang tengah terjadi.

Hening beberapa saat. Azkiya duduk di sofa yang tepat berada di depan papan tulis.

"Oke daripada buang-buang waktu untuk hal yang nggak penting langsung aja buka buku kalian, malem ini kita belajar vocabulary." Aretha mengalihkan pandangan dan mulai fokus mengajar si kembar Azka dan Azkiya.

Dia tidak menghiraukan Azkiya, meski telah membuat kekacauan. Kegiatan belajar mengajar terus berlangsung seperti biasa. Meski keadaan berubah  menjadi canggung. Sepatah katapun tak keluar dari mulut Azkiya selama proses belajar hingga selesai.

"...... "

Brakkk... Kencangnya pintu kamar yang Azkiya tendang cukup membuat orang yang mendengarnya menjadi geram. Sikapnya seperti itu tak seharusnya Azkiya pelihara. Namun apa daya, cukup sulit dan rumit memperbaikinya. Sebatas menasehati tanpa kekerasan adalah cara yang saat ini Aretha dan Azka terapkan. Berusaha tetap baik-baik saja menghadapi sikap Azkiya adalah tantangan berat bagi Aretha dan Azka.

"Aku akan coba bicara dengannya." Azka berjalan pergi ingin menyusul Azkiya untuk memberikan nasihat.

"Biarin aja dulu, dia butuh waktu" Jawab Aretha pelan, dengan tangan yang masih menghapus rangkaian kata di papan tulis. Matanya memancarkan tatapan sendu yang tersirat kesakitan di sana.

UNKNOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang