Telah memasuki Akhir bulan Desember,
Phuwin memegang permukaan jendela kaca di kamarnya, lewat sana dia bisa melihat kearah bawah. mata lentik rupawan membentuk garis menandakan empunya sedang tersenyum, untuk kesekian kali memandang sosok tegap tampan yang selalu ia tunggu-tunggu. Melewati dihalaman rumah secara rutin, pemuda tampan mengagumkan selalu rutin mengantarkan koran sang ayah di pagi hari.
Tak terasa Butir-butir kristal kecil salju mulai turun, perlahan Phuwin mengerjap tak percaya. Dibukanya sedikit saja permukaan kaca jendela, hingga netra kelam itu masih pada lelaki jangkung yang sibuk menghitung jumlah lembar surat kabar. tampan sekali, aktivitas yang dilakukannya bahkan membuat sosok itu berkali-kali lebih tampan.
"Aku ingin menyentuhnya" Lirih Phuwin mengeratkan jaket di tubuhnya agar merasa lebih hangat.
Kring... Kring...
Tanda pengantaran koran sudah selesai, sepeda usang dikayuh cepat dengan tumpukan surat kabar yang terikat dibelakang sana. hilanglah lelaki itu bersamaan dengan phuwin yang tersenyum memejamkan mata. Tak berhenti ia terus meyakinkan dirinya, bahwa hari ini adalah salah satu hari terbaik dalam hidupnya.
.
.
.
.
."Sudah beres.." pond melepaskan earphone, dia menuntun pelan sepedanya menuju parkiran sekolah.
Selesai memarkirkan kendaraan usang itu, kakinya berjalan santai menuju kelas. Sembari memasukkan satu tangan ke kantong saku, matanya mengedar menyusuri koridor sekolah. Nampak suasana sudah ramai dengan teman-teman Bahkan adik kelasnya, Sebentar lagi senior high school akan berakhir bagi Pond.
Untuk sampai di titik ini, Dia tak henti-hentinya bersyukur. bukankah sangat sulit hidup tanpa sandaran? Tapi Pond telah melakukannya, dia berjalan melalui hidup yang panjang tanpa mengeluh pada siapapun. dan sampai hari ini dia bisa menyaksikan dirinya telah berhasil sampai di penghujung dunia persekolahan, benar-benar hampir selesai.
Bruk...
"Ahhh" ringisan wanita cantik yang tak sengaja terbentur dengan bahu Pond membuatnya sigap memeluk gadis itu "ishhh"
"Ya ampun, Berhati-hatilah sayang" tangannya mengusap lembut rambut sang kekasih.
"maaf... aku terburu-buru, ya ampun kekasihku berkeringat" June, nama wanita itu. tangannya sangat sibuk mengusap dahi Pond "baru selesai bekerja yah?"
"Iya" Kekeh Pond, dia mengacak rambut June. kemudian berlalu pergi sebelum tadi sempat mengatakan ada tugas yang harus dikerjakan mendadak. Dan lagi guru ilmu sosial masuk di jam pertama, membuat kekasih cantiknya hanya menggeleng kasihan.
Bukankah pond adalah lelaki yang menakjubkan? Ini adalah salah satu alasan June masih bertahan pada hubungan mereka.
.
.
.
.
.Sudah siang, tapi diluar sana salju masih lebat. meskipun tak sebanyak tadi, tetap saja jalan-jalan masih tertutup dengan butiran-butiran kristal dingin itu.
Phuwin mencoba menuruni ranjang dan memakai sandal kemudian berjalan kearah lemari, berangsur mengambil jaket yang sangat tebal disertai syal biru. Tangan lentiknya menyambar topi di dekat pintu kamar bertujuan untuk menahan dinginnya udara dingin.
kaki jenjangnya menapaki tiap keramik keluar dari sana menuju lantai bawah, mendekat ke arah wanita paruh baya yang sedang sibuk menata beberapa menu di atas meja makan,
"Bibi Chai" Lirihnya pelan, namun wanita itu langsung menghampirinya "hehehe Bibi"
"Tuan muda? Tuan mau kemana?"
"Sebentar saja kok, aku akan pergi ke kedai depan sana" Tunjuknya kearah pintu "hanya sebentar saja Bibi"
"Baiklah, supir akan mengantar tuan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wishes And Dreams [Pondphuwin]18+[END]
Fanfiction"Lonceng sepeda apa?" Wajah manisnya kebingungan, mengapa dia menyusun alur yang bahkan tak pernah hadir dalam ingatannya? "Apakah ada legenda tentang dua malaikat muncul di permukaan salju? Aku selalu memimpikannya" Kerinduan menguliti tubuhnya, ka...