BAB 18 Dejavu

25 15 11
                                    

Sebenarnya Galen dengan sengaja mengatakan, jika ciuman itu tidak berati apa-apa untuknya, hanya karena agar Kiyana bisa membencinya, tanpa sengaja Galen menyadari keberadaan Kiyana dibalik dinding yang menguping percakapan antara dirinya dengan Siril. Setitik cairan bening terjatuh tanpa bisa Kiyana tahan, ia membekap mulutnya agar tidak bersuara, kali ini Galen benar-benar sudah menjatuhkan harga dirinya dihadapan Siril. Galen dan Siril berjalan kembali ke arah kelas dengan membawa beberapa buku paket. Kiyana butuh asupan gizi setelah mendengar pernyataan pahit, ia melanjutkan perjalanannya menuju kantin memesan baso ditambah sambal yang tidak tanggung-tanggung, Kiyana menuangkan semua sambal ke dalam mangkuk basonya.

"Neng, itu nggak kebanyakan sambelnya?" tanya Ibu kantin.

"Nggak kok, soalnya saya lagi butuh yang pedes-pedes Bu, bukan cuma baso doang yang pedes, kehidupan saya juga pedes Bu," jawab Kiyana seraya mengaduk mangkuk basonya.

Ibu kantin mengernyit bingung, ditanya apa, jawabnya apa. Akhirnya Ibu kantin hanya menggelengkan kepalanya pelan. Kiyana benar-benar menghabiskan baso yang dibanjiri sambal itu dengan menghabiskan tujuh botol teh pucuk. Peluh menghiasi wajahnya, saat Kiyana menenggak teh pucuk yang terakhirnya Tina muncul dengan napas naik turun, sepertinya Tina berlari dari arah kelas ke kantin.

"Wah parah lo, nggak ngajak-ngajak gue ke kantin!" seru Tina dengan napas memburu.

"Sorry, gue laper!"

Tina memesan baso kepada Ibu kantin, dan akan menuangkan sambal ke dalam mangkuk basonya, saat ia melihat botol sambal ternyata isinya kosong.

"Bu, ini kok sambelnya abis?" tanya Tina kepada Ibu kantin.

"Sambelnya abis tuh, sama temennya," tunjuk Ibu kantin pada Kiyana.

Tatapan Tina menghunus ke arah Kiyana. "Gila lo, sambel sebotol lo abisin, sisain gue sesendok kek, gue kan, nggak bisa makan baso kalau nggak pake sambel." Gerutu Tina.

"Denger ya Tintin sayang, hati gue lagi panas, lagi ke bakar kayanya sebentar lagi hati gue bakal jadi abu deh, daripada gue lampiasin ke hal yang negatif yang bisa ngerusak tubuh gue, mendingan gue lampiasin sama baso pake sambel yang banyak."

"Sama aja surtiii, gue yakin bentar lagi perut lo mules, apa itu bukan ngerusak tubuh?" 

"Tau ah, lo nggak ngerti apa? hati gue udah jadi abu yang ditiup dikit langsung hilang."

Tina tidak habis pikir, baru saja kemarin ia memberikan ide kepada Kiyana, kenapa sekarang tiba-tiba patah hati lagi, akhirnya Tina bertanya apa yang sebenarnya terjadi, dan Kiyana pun menceritakan dengan nada yang pelan. Saat Kiyana mengatakan jika ia telah mencium Galen, seketika Tina menyemburkan kuah baso yang sudah ada di dalam mulutnya. 

"What? Fix, Kiyana Siskova lo udah gila!" seru Tina seraya menggelengkan kepalanya pelan.

"Terus gue harus gimana?"

"Ya udahlah cari lagi yang lain, repot amat!" 

"Ih, nggak bisa Tintin, hati gue tuh kalau udah nyaman sama seseorang susah buat lupainnya." 

"Tau ah, bodo amat!"

Tina terlalu lelah menasehati Kiyana, yang akhirnya ia pergi meninggalkan Kiyana.

"Yah, dia pergi--" 

Mulai minggu depan sudah berlangsung bimbingan terhadap semua kelas XII untuk menghadapi ujian nasional. Selain itu, sudah banyak universitas-universitas ternama yang membagikan brosur di SMA Melati. Ada salah satu universitas yang menawarkan beasiswa sekolah bola ke brazil. Sungguh Galen tak menyianyiakan kesempatan itu, ia mendaftarkan dirinya di universitas tersebut, agar bisa mendapatkan beasiswa sekolah bola ke brazil. Setiap hari Galen terus berlatih bola agar ia bisa mendapatkan beasiswa tersebut. Berbeda dengan Kiyana, ia sama sekali tidak tertarik dengan universitas manapun, ketika dibagikan brosur, yang ada brosur tersebut akan berakhir mengenaskan ditempat sampah.

Deskripsi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang