HAPPY READING 📖
--------------------------------------------
Bree terus memikirkan foto itu sejak pertama kali ia melihat ada pria setampan yang tak pernah ia bayangkan. Jika ditelisik, ketampanan Lewis dengan sosok di figura itu tidak ada apa-apanya. Bagaikan dewa yang diutus dari surga dan menjadi manusia, seperti itulah sosok yang ia lihat. Jawaban pun tak ia dapat dari Zeus. Setelah pertanyaan singkat itu terlontar, Zeus tetap diam dan saat ia lihat, ternyata sudah terlelap. Akhirnya ia memutuskan tidak bertanya lagi dan memilih memendam. Lagi pula, bisa saja tu saudara kesayangan Zeus atau kerabat dekat, mungkin?
Ia menselonjorkan kakinya di atas ranjang, mengambil buku di atas nakas untuk melanjutkan membaca. Namun, wajah sosok itu tak mau hilang dari pikiran. Seperti ia pernah terlibat secara tak sadar dengan sosok itu. Ia tak mengerti kenapa hanya melihatnya saja, menimbulkan getaran aneh. Tubuhnya mendadak kaku bak disetrum listrik.
Ia menggelengkan kepala, kemudian fokus membaca. Saking begitu fokus, ia menguap dan kantuk menyerang. Bukunya ia letakkan ke sisi ranjang, lalu berbaring sembarangan dan menutupkan mata.
***
"Bree ...." Suara samar-samar dengan kilasan yang tak terlihat wujudnya, mengganggu ia yang tengah di dapur. Untuk melihat wujud itu, selalu saja ada penghalang. Namanya dipanggil, ia terus mencari, namun tidak menemukan sebuah sosok. Ia agak ketakutan. Tangannya bergetar saat mengaduk teh untuk minuman sebelum tidur.
"Bree ...." Suara itu nyata, namun saat ia melongokkan kepala lagi, ia tidak mengerti mengapa sosok itu tak muncul. Akhirnya ia kembali mencari yang tidak membuahkan hasil.
Mulutnya sama sekali tak bisa terbuka. Entah mengapa ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata. Ia melangkah pelan, takut ada penyusup yang masuk. Ia mengambil langkah dengan hati-hati, kemudian ada sesuatu yang menyerang. Sakit. Kepala belakangnya sakit sekali. Ia menoleh, namun tak menemukan siapa pun. Ia sendiri di rumah ini.
Sakit itu kembali mendera. Ia meringis pedih, kemudian entah dorongan dari mana, ia tersentak ke depan dan terjerembab di lantai.
"Ahh ...," Bree sontak membuka mata sepenuhnya. Ia mengamati sekitar yang ternyata gelap. Sial! Mimpi itu kenapa terasa nyata? Ia bahkan kaget setengah mati saat memori singkat itu mengaliri kepala karena terdorong ke lantai. Degup jantungnya meronta-ronta di dalam.
Ia menarik napas kemudian mengembuskannya, dilakukannya berkali-kali agar menetralisir ketakutan. Ia melirik jam dinding yang ternyata menunjukkan setengah dua. Ia mengambil posisi duduk kemudian berpikir sejenak mengenai mimpi tadi. Setidaknya masih beberapa kepingan memori yang ia ingat. Termasuk suara yang memanggil namanya. Mimpi yang aneh dan ingin ia abadikan, namun begitu malas untuk mencatat atau merekamnya. Ia harap saja mimpi ini akan ia ingat.
Ia mengambil segelas air di nakas kemudian menggeram karena gelas tersebut sudah kosong. Ia haus, tapi malas sekali untuk ke dapur. Ternyata, kemalasannya kalah. Ia berdiri sembari membawa gelas itu kemudian melangkah ke dapur. Matanya agak terpejam dan sesekali menguap. Kalau bukan karena mimpi itu, ia pasti masih tertidur nyenyak. Akhir-akhir ini tidurnya memang sering terganggu. Entah gangguan internal maupun eksternal.
Ia sontak terkejut di ambang pintu dapur saat melihat punggung tegap tanpa pakaian menghadapnya sembari menyeduh sesuatu. Ia menajamkan penglihatan sekaligus menggali memori. Astaga, kenapa ia bisa lupa jika ia tidak lagi di rumahnya sendiri?
Suara decakannya ternyata membuat sosok itu berbalik. Ya, si buruk rupa itu. Kalau bukan dia, siapa lagi?
"Kenapa kau di situ?" tanya Bree ketus sembari ke dispenser untuk mengisi air. Meskipun banyak yang menggunakan air keran untuk minum, namun mereka berbeda. Mereka menyalurkan air keran itu ke dispenser otomatis memasak air. Entahlah, jika di rumahnya, ia pasti langsung mengambil air minum dari keran. Zeus dan antek-antek menyebalkannya, memang terlalu higienis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ugly Kidnapper ✅
RomancePertama kali publish : 20 Juni 2021 Bree Ramsey harus menerima kenyataan ia diculik oleh sosok buruk rupa. Selain kenyataan, ia pun harus menerima segala arogansi, sikap otoriter, dan yang terparah omong kosong dari Zeus Ashton yang mengatakan ia ad...