10. Maaf

222 28 8
                                    

Sorry for typo ~

☆☆☆☆

Chanhee membuka pintu rumahnya dengan perasaan senang. Karena hasil ujiannya memuaskan. Cukup untuk membuatnya lupa akan kejadian minggu lalu, dimana hatinya disakiti lagi dan lagi oleh kakak tingkat yang mulai besok tidak akan ia lihat lagi di sekolah.

Karena hari ini adalah hari kelulusan bagi kakak tingkatnya itu.

"Mama, Papa. Chanhee pulang." Teriaknya dengan nada ceria yang terdengar jelas.

"Eh, anak Mama senang banget kayaknya.  Gimana hasil ujiannya? Pasti bagus ya? Makanya semangat banget. Papa belum pulang, btw." Mama Choi memeluk putranya dengan  erat.

"Heheh iya. Chanhee masuk ranking 3 besar, Ma." Mamanya ikut tersenyum melihat wajah bahagia anaknya.

"Selamat ya, sayang. Pinter banget Anak Mama."

"Ekhem." Pelukan Mama dan anak tersebut melonggar ketika deheman itu terdengar oleh Chanhee. Dia menoleh untuk mengetahui jika harinya sudah tidak akan sebahagia sebelumnya.


"Oh iya, Mama lupa. Tadi nak Younghoon kesini nyariin kamu. Tapi kamu nya belum pulang, jadi Mama minta tunggu di ruang tamu." Jelas Mama Choi saat Younghoon kini sudah berdiri tak jauh dari keduanya.

"Kamu ganti baju dulu sana. Sekalian ajak Younghoon ke kamar kamu. Mama mau ke tempat bibi Jung buat arisan. Jaga rumah, ya." Chanhee mengangguk lalu melepas pelukannya dari sang Mama dan berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai dua tanpa menyapa Younghoon.

"Makasih ya, Ma. Younghoon ke Chanhee dulu. Mama hati-hati, ya." Pamit pemuda tampan itu lalu mengikuti Chanhee.

Dia berdiri di depan pintu kamar Chanhee yang terbuka sedikit, ragu untuk ikut masuk. Setelah menimang beberapa saat, ia pun memutuskan masuk lalu menutup pintu kamar itu kembali.


"Aku gak tau tujuan kakak kesini apa. Tapi aku minta tolong, kakak pulang aja. Aku gak mau disakitin lagi." Chanhee berdiri memunggunginya, Younghoon yang berada dua meter dari Chanhee masih diam tidak bicara.


"Aku minta maaf. Soal minggu lalu. Aku udah nyakitin kamu." Younghoon akhirnya bersuara setelah beberapa menit hening.

Chanhee berbalik, untuk bertemu tatap dengan wajah kakak tingkatnya yang tampak sedikit pucat.

Hati Chanhee terenyuh. Dia khawatir. Namun berusaha agar tetap tidak peduli.

Cahaya mata kedua netra cokelat kelam itu memudar. Tidak seperti minggu lalu.

Chanhee mengepalkan dua tangannya agar tegar. Dan tidak mau terperangkap lagi.

"Setelah aku maafin, lalu apa? Kakak mau nyakitin aku lagi? Apa yang sebelumnya masih gak cukup?"

Younghoon menunduk dalam. Ia menjatuhkan dirinya di atas dua lututnya.

Chanhee cukup kaget, namun dia biarkan.

"Aku minta maaf. Aku gak tau harus apa. Aku sayang sama kamu. Tapi..." kalimat Younghoon terputus.

"Tapi apa? Kakak bakal pake cara apalagi biar aku luluh? Aku gampangan banget ya di mata kakak?" Kalimat itu begitu menusuk. Sebutir air mata jatuh di punggung tangan Younghoon.

Chanhee melihat itu rasanya ingin segera berlari dan membawa tubuh jangkung itu ke dalam pelukannya. Younghoonnya menangis.

Namun masih bisa dia tahan. Harus kuat. Tidak boleh terjatuh lagi di luka yang sama atau nantinya akan lebih dalam, pikirnya.


"Aku minta maaf. Semua kalimat aku minggu lalu itu anggap aja gak pernah ada. Aku keterlaluan." Pinta Younghoon lirih.

Pertahanan Chanhee runtuh begitu saja saat bertemu dengan kedua manik yang kini balas menatapnya penuh luka.

Pada akhirnya dia berjalan mendekat lalu membawa tubuh Younghoon ke dalam pelukannya. Ia menangis terisak di leher yang lebih tua.

"Kakak kenapa? Kenapa begini? Siapa yang nyakitin kakak sampe kayak gini? Hiks." Younghoon membalas pelukan itu dan menghirup wangi vanilla yang menguar dari tubuh Chanhee. Rasanya damai dan menenangkan.

"Aku mau disini sama kamu." Lirih Younghoon, lalu kesadarannya hilang. Chanhee buru-buru menahan tubuh itu agar tidak jatuh ke lantai.

Badannya panas dan wajahnya begitu pucat. Chanhee memapah tubuh Younghoon ke atas ranjangnya. Lalu dia baringkan disana.

Pemuda manis itu berlari panik turun ke lantai satu untuk mencari baskom dan mengisinya dnegan air, serta handuk kecil. Lalu dia kembali ke kamarnya setelah mendapatkan semua itu.

Ia sangat khawatir melihat wajah pucat Younghoon. Perlahan, Chanhee menempelkan handuk kecil yang cukup basah ke dahi pemuda tampan itu, berharap panasnya akan turun..

Setelah lima belas menit, panas Younghoon tidak juga turun. Chanhee cukup panik dan resah.

Chanhee akhirnya menghubungi Dokter keluarganya. Tidak lama, Dokter Park datang bersama asistennya lalu memeriksa kondisi Younghoon.

"Nanti tolong berikan obat ini jika dia sudah bangun ya. Dia akan baik-baik saja." Pesan sang Dokter. Lalu Dokter Park dan asistennya pamit setelah memeriksa Younghoon dan memasanginya infus.

Chanhee menatap tubuh jangkung yang terbaring lemah di ranjangnya. Dengan selang infus di pergelangan tangan kiri.

"Aku harus gimana kalo kakak kayak gini?" Gumam Chanhee yang duduk di pinggir ranjangnya. Menggenggam satu telapak tangan milik pemuda Kim.

"Gimana caranya nyuruh kakak pergi kalo kakak kayak gini?"


1 jam kemudian.
Mata Younghoon terbuka dengan perlahan. Menyesuaikan dengan cahaya kamar.

Dia melihat Chanhee tertidur dengan kepala di atas tangannya yang tidak dipasang  infus.

Pemuda manis itu duduk di lantai kamarnya yang dingin, dan menggeggam erat tangan Younghoon.

Pemuda Kim itu mengusap pelan surai pink milik Chanhee.

"Maaf, aku selalu nyusahin dan nyakitin kamu."




☆☆




"Mana Kim Younghoon?! Kenapa hari ini dia tidak datang?? Kalian gak becus!"















Tbc

Semoga ini gak aneh dan masih tetap nyambung sm yg sebelumnya 🙈

Makasih buat yg udah baca, vomen dan nyemangatin ya. Stay safe 💗

INSANITY || BBANGNYU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang