Matahari di ufuk barat merangkak pelan menanggalkan senja. Warna merahnya yang menembaga semakin menegaskan bahwa alam sebentar lagi akan menyambut gulita. Gelap gulita bagi sebagian orang adalah tentang kesunyian, kecemasan, dan ketakutan. Bahkan ada yang trauma karena malam yang menurutnya mengerikan.
Setiap orang punya cerita dan sudut pandang yang berbeda dalam menilai gelapnya malam, pun dalam membaca sebuah ujian yang melintang. Semua tergantung bagaimana ia menyikapinya. Iya! Sikap dan tindakanlah yang akan menentukan segalanya, baik dan buruknya jalan hidup yang kita pilih akan dan selalu berjalan di atas takdir yang telah Allah gariskan. Pada akhirnya pengalamanlah yang kan menjadi pembelajaran dalam mematangkan mental.
Seperti malam ini di sudut ranjang kamar tidur yang luas dan selalu terlihat rapi itu, sosok gadis dengan jilbab hitam yang membaluti wajah cupunya sedang terpekur lesu. Wajahnya sama muramnya seperti malam ini yang pekat tanpa cahaya rembulan menerangi.
Malam ini adalah malam paling suram yang ia lalui diantara sekian malam yang telah berlalu. Beberapa kali ia menghela napas panjang. Pikirannya menjalar kemana-mana. Ia memutar kembali lembaran episode yang terekam di memorinya.
Kegembiraan berkumpul bersama keluarganya secepat itu terenggut. Tak ada lagi canda dan riuhnya tawa diruang tengah, tak ada lagi sosok berisik yang akan menemani dan mengisi akhir pekannya. Semua berlalu secepat itu terbenam dalam lembar kenangan yang tak kan pernah terlupakan. Ia rindu sosok-sosok itu. Sesekali terlihat seulas senyuman diwajahnya manakala ia mengingat kejadian-kejadian lucu bersama sosok-sosok berisik itu. Rupanya menyenang-nyenangkan hatinya bisa sesederhana ini.Setelah ia puas menjelajahi rekaman demi rekaman yang tersimpan di lembar ingatannya, ia kembali membuka mata. Tatapannya menyapu setiap deretan buku yang tersusun rapi di rak buku. Mata bulat itu kemudian berhenti di salah satu laci meja belajar. Ia melangkahkan kaki membuka laci pelan mengambil secarik kertas yang tersimpan di dalamnya.
Ia menarik kursi lalu mendudukkan diri. Ia mulai membuka lipatan kertas itu dan membaca sekali lagi pesan yang tertera di dalamnya. Geletar-geletar asing kini menyeruak masuk menyelusup, seakan meremas-remas relung jiwanya. Perasaan yang ia tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya, antara benci dan berbunga entahlah. Tanyakan pada hatinya.
Amrina lunglai menangkupkan wajahnya ke meja belajar. Tak terasa air mata mulai mengaliri pipinya. Ia tak sadar sedang meremas-remas secarik kertas yang belakangan ini begitu menekan dan menusuk hatinya. Ingatannya kembali membayangi peristiwa yang terjadi malam itu.
***
Di sebuah ruang tengah yang teduh, Amrina dan keluarganya berkumpul menghabiskan malam terakhir mereka bersama. Besok mereka harus kembali karena tuntutan pekerjaan. Suara kelakar dan tawa menggema diruang tengah malam itu. Namun seketika tawa renyah itu berubah kaku. Manakala Abrina tiba-tiba menemukan sepucuk surat terselip di antara tumpukan kartu ucapan selamat graduationnya.
Iya, malam itu sembari mengobrol santai, mereka baru membaca kartu ucapan yang mereka terima karena beberapa hari sibuk berwisata. Zeze yang punya kebiasaan Knowing Every Particular Object alias KEPO spontan merebut surat dari tangan Abri yang mengundang tanya semua orang di ruangan itu. Ia lantas membacanya lantang bak membaca sebuah puisi, yang isinya kira-kira begini:
---------------------------💌💌------------------------
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Dinda,,
-----------------------------------------------------------
"Woohoo!" Zeze tertawa kecil berhenti ditengah pembacaan puitisasinya, semua orang mulai terlihat riuh menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEHANGAT MENTARI By Fatumna |✔|
RomansaInilah kisah Amrina Rasyada si gadis culun yang mengharu biru juga membuat pipi memerah jambu. Gadis berdarah campuran Indo-Oz ini sedang menempuh gelar sarjana tahun kedua di universitas Murdoch, Perth, Australia. Hari-hari ia lalui dengan sejuta m...