TKPK 💙 3

7 5 1
                                    

Dugh!

Suara ringisan keluar dari mulut seorang gadis bersamaan dengan suara gesekan kursi. Gadis itu berusaha menahan sakit dikeningnya akibat dari kepalanya yang menabrak meja.

“Lagian ini sendok ngapain jatoh segala sih, kejedot gini kan kepala gue!” gerutunya menatap tajam sendok yang sekarang sudah berada ditangannya.

Gadis itu kemudian melangkahkan kakinya menuju wastafel untuk mencuci sendok itu. Setelah selesai, dia kembali memotong bawang merah, bawang putih juga memotong beberapa sayuran yang dibutuhkan.

“Chia!” panggilan seseorang membuat gadis itu menghentikan kegiatan memotongnya.

“Lo liat hp gue gak?” tanya laki-laki pemilik suara itu.

“Mana gue tau. Coba kak Zidan inget-inget lagi deh, ngapain malah nanya gue sih.” Dengan gusar Zidan membalikkan badannya lalu melenggang pergi meninggalkan Chiara yang masih sibuk di dapur.

Seperti yang tadi sore Zidan katakan, dia akan mengajak tanding Sabana dirumah Chiara. Tidak sesuai rencana, anak buah Sabana juga memaksa laki-laki itu untuk mengajak mereka semua. Akhirnya sepulang dari cafe dekat salon, Zidan langsung melajukan mobilnya menuju supermarket terdekat untuk membeli beberapa cemilan dan bahan-bahan masakan yang Chiara butuhkan.

Setelah semua barang sudah terbeli, Zidan tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan langsung menuju rumah Chiara.
Jam dinding masih menunjukkan jam setengah tujuh, namun sampai sekarang Sabana dan antek-anteknya belum juga sampai di rumah Chiara.

“Sausnya kok gak ada sih, apa lupa ambil ya?” gumam Chiara, tangannya sibuk mengacak kantong plastik berisi belanjaannya.

Malam ini rencananya Chiara akan membuat seblak pedas untuk menemani mereka berkumpul. Selain makanan tersebut adalah makanan kesukaan Sabana dia juga sudah jago dalam memasak makanan berkuah itu.

“Kak, gue minta tolong beliin saus di warung depan dong!!” seru Chiara menyembulkan kepalanya diambang pintu.

“Oke, mau berapa?” tanya Zidan.

“Terserah, cepetan ya!”

Chiara kembali ke dapur, tangannya kembali sibuk mengupas bawang. Setelah semua bumbu sudah dia bersihkan, kemudian gadis itu mencuci semua bahan termasuk sayuran yang akan dia pakai.

“Sekarang gue tau kenapa bawang merah lebih jahat dari bawang putih,” gumam Chiara sambil menghapus air matanya yang mengalir dan mengucek hidungnya yang tiba-tiba ingusan.

“Ternyata emang sepedas ini dimata.” lanjutnya. Air mata Chiara menetes karena bumbu yang sedang dia haluskan, bau menyengat bawang merah itu membuat matanya perih.

Setelah semua bumbu dia haluskan, gadis itu segera memasukkan bumbu halus itu ke dalam wajan berisi sedikit minyak yang sudah dia panaskan. Tangannya dengan telaten menumis bumbu halus itu hingga berwarna kecoklatan. Setelah dirasa cukup, dia menambahkan air dan sedikit penyedap rasa.

Sedangkan di ruang tamu, Sabana dan enam temannya sudah duduk santai disofa menunggu Zidan yang keluar untuk membeli saus. Karena merasa bosan, akhirnya Sabana menuju dapur. Tadi, bi Nur—asisten rumah tangga Chiara mengatakan kalau Chiara sedang berada di dapur.  Benar saja, gadis yang kini sudah mengubah warna rambutnya menjadi hitam itu sedang sibuk didepan kompor.

“Sayang,” Tubuh Chiara menegang ketika mendapati tangan seseorang memeluk dirinya tiba-tiba.

“Iihh, kaget tau!” serunya kesal. Bana terkekeh, dia meletakkan kepalanya dibahu Chiara.

“Wihh, masak apa nih?” tanyanya.

“Seblak, kamu suka kan?” Sabana mengangguk lalu melepaskan pelukan pada Chiara. Laki-laki itu kini berdiri disamping Chiara, mengambil alih spatula yang gadis itu pegang.

Terkadang Kita Perlu KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang