09 - MERAIH BINTANG

53 7 0
                                    

Olivia tak henti-hentinya memanjatkan doa dan menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Olivia tak henti-hentinya memanjatkan doa dan menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya kembali. Sembari memainkan jari-jarinya, ia mengedarkan pandangan ke sekitar. Begitu banyaknya peserta dari berbagai kota yang hadir pada hari ini di aula SMA Atlantik.

Ratusan kursi telah terisi. Di bagian depan sendiri, terdapat meja dan kursi yang kemungkinan menjadi tempat juri. Dan, panggung yang besar nan mewah itu juga terdapat mimbar pidato dengan layar besar di belakangnya yang menampilkan tulisan "Provincial Level Sports and Arts Week English Speech Competition 2021." Jangan lupakan pula sorot lampu yang menambah kesan keindahan. Mengingat aula ini indoor.

"Napa? Nervous?" tanya Oliver yang sedari mengamati Olivia melalui ekor matanya.

Olivia menoleh. "Dikit."

"Kita berjuang bareng, ya? Mau?"

Bersamaan dengan lagu Symphony oleh Clean Bandit ft. Zara Larsson menggema di aula SMA Atlantik ini, Olivia memejamkan mata. Mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Matanya juga terbuka secara perlahan, menatap lurus ke depan-memandang lekat panggung. Lalu menganggukkan kepala beberapa saat kemudian.

"Oke," akhir Olivia.

Mengelus puncak kepala gadis itu, Oliver terkekeh. "Gitu, dong. Leggo!"

Olivia membalasnya dengan menarik sudut bibir dan menganggukkan kepala. Dapat ia rasakan jika semuanya perlahan kembali normal. Dan, ini cukup membuatnya lebih tenang. Saat itu pula, berakhirnya lagu Symphony menandakan jika kompetisi segera dimulai.

"Sambil nunggu giliranmu maju, baca teksnya aja teros, oke? Biar gak kepeleset kayak waktu itu," goda Oliver, mengingat kejadian ketika mereka masih mengikuti pidato tingkat-sebagian-kabupaten.

"Ih, Piannn!!! Jan diinget-inget lagi! Aku malu tau," protes Olivia sedikit berbisik dengan penekanan di tiap katanya, melirik sinis laki-laki itu, lalu menutupi wajahnya menggunakan teks pidato yang sempat ia print ulang kembali semalam. "Mending kamu hapalin teksmu," sarkas Olivia mulai membaca teksnya.

"Aku gak bawa teks."

"Hah? What the fuck?!"

"Ssstttt. Starting to be bad girl, huh? Lagian marah-marah di tempat umum itu dilarang, Oyi. Apalagi kompetisinya udah dimulai, paham?" Oliver bertanya, menempelkan jari telunjuknya pada bibir merah muda Olivia.

Sembari mengatur napasnya naik-turun dan tangan yang terkepal, Olivia menghadap Oliver. "Abis kamu bikin kaget, sih. Kenapa gak dibawa teksnya? Ntar kalo kamu lupa, trus Bu Yuni tau yang sebenarnya abis itu kamu kena marah, gimana?" cerocosnya.

"Gak, gak bakal. Kupikir gak sampe provinsi, ya udah, aku buang. Lagian aku juga udah hapal, kok, Oyi. Ya walaupun cuma lupa bagian penutupannya doang. Tapi, kan, aku masih bisa liat punyamu. I promise!"

Days With You [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang