Fatenemy

20 12 4
                                    


      Satu lagi dunia yang tenang dan indah bersama anak-anak kecil. Sedikit jahat, tapi tangisan mereka menjadi hiburan tersendiri karena cara mereka menangis begitu lucu dan alasannya sangat sederhana bagi orang dewasa. Perdebatan mereka sudah macam pertunjukan tanpa skenario yang menggelitik sekaligus bikin gemas, mereka meributkan tokoh fantasi siapa yang paling bagus dan jago dalam bertarung atau para murid perempuan yang mulai pandai bergaya, sedangkan yang lain masih sibuk dengan ayunan atau perosotan.

      Menjaga mereka agar tidak keluar dari pekarangan sekolah, memisahkan mereka yang bertengkar dan tidak jarang adu fisik dan meladeni murid yang ingin bermain bersama gurunya. Semua adalah hal melelahkan yang bisa dilakukan seseorang yang baru saja tamat sekolah dan belum berpengalaman memegang anak kecil, kecuali keponakannya sendiri.

      Berbekal pengalaman menjaga keponakan dan suka pada anak kecil, Flo, seorang gadis berwajah Arab meski tidak memiliki sejarah keturunan Arab menerima tawaran dari seorang kenalan ibunya untuk bantu mengajar di sebuah PAUD milik masyarakat setempat. Dia baru saja lulus, gaji belum menjadi persoalan penting. Orang tuanya selalu berpesan soal pengalaman lebih penting karena pengalaman bisa 'dijual' di dunia kerja.

      Tinggal dua anak lagi yang harus ditunggu sampai orang tuanya menjemput. Hanya ada empat orang guru termasuk dirinya di sekolah ini dan ketiganya sudah pulang lebih dulu. Flo dibebankan menunggu muridnya pulang. Tidak jadi masalah, dia adalah guru termuda di sekolah ini. Boleh dikatakan guru yang ada di sekolah ini berasal dari tiga generasi.

[Udah selesai ngajar belum? Pak Lurah ngundang kita ke rumahnya.]

      Pesan itu muncul saat Flo berusaha mengambil foto dua muridnya sedang saling mengajarkan soal permainan online yang belakangan digandrungi laki-laki dari berbagai usia. Kebersamaan ini patut diapresiasi sebagai bukti anak mampu bersosialisasi dengan baik. Setelah mengambil satu foto dan sebuah video berdurasi kurang dari dua menit, Flo membalas pesan dari temannya,

[Bentar lagi, Mpok. Tinggal nunggu 2 murid dijemput, tunggu di Kelurahan aja.]

      Orang tua dari dua muridnya datang di waktu bersamaan.

      "Makasih, Bu, udah ditungguin," ucap seorang ibu berjilbaba besar yang menunggu anaknya di atas motor. Dua murid yang memang dekat dengannya melambaikan tangan, melebarkan senyum manisnya. Ada suatu kebahagiaan yang belum pernah dirasakannya melihat dua anak kecil nan manis tersenyum dan melakukan salam perpisahan dari jauh. Seperti bertemu dua malaikat kecil yang sebentar lagi akan mulai dicemari masa.

      Dan tentu saja, telinganya masih asing dengan sebutan 'Bu' padahal dia masih ada di angka belasan akhir. Dia mulai berkata pada dirinya sendiri untuk terbiasa dengan sebutan itu. Bagaimanapun, dia ada di lingkungan formal dan mengharuskan para orang tua memanggilnya demikian.

      Flo menarik napas. Cuaca sedang terik, sebenarnya dia malas bepergian, ingin langsung pulang saja. Sebelum pesan itu masuk dia berniat mendinginkan wajahnya dengan es batu dan memesan minuman dingin lewat aplikasi. Berhubung pak Lurah yang mengundang, tidak enak rasanya menolak. Lagi pula, jarak tempat Flo mengajar dan Kelurahan hanya sepuluh menit kurang jika berjalan kaki.

      Di Kelurahan, Flo langsung menduduki salah satu meja staff yang sedang tidak berada di tempat dan mendinginkan dirinya di bawah AC.

      "Ayo! Malah duduk." Flo sedikit kesal. Dia baru saja beristirahat, tapi mau bagaimana lagi, memang dia penyebab anggota Karang Taruna menjadi kelompok terakhir yang datang ke rumah pak Lurah yang semestinya mereka pergi bersama staff Kelurahan.

      "Flo sama siapa?" tanya Mpok Nuri. "Sama mas Andre aja, ya?"

      "Jangan!" Flo terkejut Dona tiba-tiba melarang. "Mas Andre badannya kecil, motornya motor Dilan nanti kejengkang ke belakang."

FatenemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang