Beragam jenis buku berserakan di atas meja. Satu dua ada yang sudah terbuka, sisanya masih menumpuk di ujung meja. Tak jarang, buku yang terbuka akan kutarik lagi ke hadapanku, berusaha mencari lagi, siapa tahu sebelumnya tidak terlihat. Kalau tidak kutemukan, kusingkirkan lagi ke barisan buku yang terbuka. Tapi, kalau ada yang menurutku cocok dengan penelitian kami, akan kukumpulkan di sisi lain dan memberi tanda di halamannya.
"Udah dapat apa aja?"
Pertanyaan Kak Akandra memecahkan fokusku pada catatan dan buku-buku yang berserak. Aku memang sedang ada janji dengan Kak Akandra untuk mencari penelitian terdahulu yang mirip dengan penelitian kami saat ini, sekaligus mencari buku referensi terbaru untuk menambah kajian pustaka jurnal kami.
Aku menoleh ke arah Kak Akandra yang sedang meletakkan tas di atas meja dan mengeluarkan laptop. Kemudian, ia menyugar rambutnya ke belakang dan mengambil duduk di sampingku, hal ini membuatku sedikit salah fokus, karena jujur, Kak Akandra terlihat lebih tampan saat rambutnya berantakan. Terlebih lagi, terlihat beberapa bulir air di rambutnya, menandakan rambutnya basah setelah shalat.
"Naa ... Meenaa ..." Kak Akandra melambaikan tangannya di depan wajahku, mengembalikan kesadaranku.
Aku mengerjapkan mata cepat, "eh ..."
Di hadapanku, Kak Akandra tersenyum manis, membuatku mengalihkan pandangan dengan cepat dan mengambil asal buku di hadapanku.
"Ehm, ini kak, aku baru nemu 3 penelitian yang kurang lebih sama kayak yang mau kita teliti. Buat buku referensi, baru dapat 4 buku," ujarku sambil membolak-balik lembar buku dengan asal.
"Emangnya kamu bisa baca? Bukunya aja kebalik begitu, mana cepat banget lagi bolak-baliknya." ucap Kak Akandra sambil meraih buku yang kupegang dan mengikuti gerakanku sebelumnya. Hal itu, membuatku menenggelamkan muka di atas meja dengan bertumpu pada tangan.
Suara tawa Kak Akandra memenuhi indra pendengaranku, ia tertawa dengan suara lumayan keras, membuatku segera bangkit dari rasa maluku dan memintanya untuk diam.
"Kak ... jangan keras-keras! Kasihan yang lain, nanti pada keganggu," ujarku sambil menghadapnya. "Lagian, apa coba yang lucu?"
Ia masih belum menghentikan tawanya, hanya memelankan suaranya karena ada beberapa mahasiswa yang sudah menatap kami. "Selain karena tingkahmu tadi, aku ngetawain diri sendiri, entah kenapa merasa lucu sama diriku sendiri hahaha ..." ujarnya yang masih dipenuhi oleh tawa.
Aku mengernyitkan kening mendengar perkataannya, heran dengan apa yang ada di pikirannya. Sehingga, aku memutuskan untuk memintanya mencari tambahan buku referensi, "Kak, mending Kak Akandra bantuin aku cari buku lagi buat nambah kajian pustaka. Atau nggak, Kak Akandra coba lihat buku-buku yang udah aku ambil ini, kira-kira udah pas belum sama pembahasan kita!"
"Okai. Siap! Aku baca buku-buku yang udah ada disini dulu ya, biar aku tahu buku apa yang belum ada," kata Kak Akandra sambil menarik salah satu buku di bagian yang sudah kuberi tanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
520
ChickLitBisa berbincang dengannya adalah hal yang sangat aku syukuri. Jika bukan karena dia, mungkin aku akan tetap bersembunyi, karena aku terlalu takut untuk menghadapi kenyataan di depan sana. Selama ini, aku selalu bertanya-tanya pada diriku sendiri. Wh...