Chapter - 13. It's You?

500 47 9
                                    

Baca Assistant For A Year, Unexpected Psychopath, Hopeless, dll

Untuk Hopeless, nyali gak kuat, mending gausah baca 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

Assistant For A Year terlalu menggoda untuk dihiraukan 🤣🤣🤣🤣

Jangan lupa jejaknya, yooo 🤣

HAPPY READING

--------------------------------------

"Mau sampai kapan kau berbaring tanpa minum obat, hm? Mau sampai kapan? Kau perlu vitamin agar sakitmu hilang! Sakit-sakit begini pun, kau masih bisa melawan, ya?" Pagi-pagi Bree sudah mengoceh panjang-lebar sembari berkacak pinggang di sisi ranjang. Ia benar-benar kesal karena ia sudah peduli, tapi Zeus memanfaatkan kepeduliannya. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya pria jelek ini inginkan. Lama-lama, emosinya memuncak dan benar-benar tak mau menghilang.

Zeus berdecak kemudian mengembuskan napas sembari memposikan diri untuk duduk. Saat sakit, membuatnya begitu malas untuk beraktivitas sekecil apa pun. Badannya tak enak digerakkan. Ia tidak tahu mengapa ia menjadi manusia termalas saat sakit. Tidur adalah jalan terbaik menghilangkan sakit.

"Makan!" perintah Bree sembari menyodorkan semangkuk bubur yang telah ia buat lagi pagi ini.

"Suap," rengek Zeus pelan tanpa membuka mata, bak anak kecil yang malas disuruh bangun pagi saat sekolah.

Bree menghela napas kuat. Pria ini benar-benar menaikkan emosi. Untung saja sakit. Jika tidak, ia akan melemparkan bubur ini ke muka Zeus agar lebih buruk lagi dari sebelumnya. Ia duduk terpaksa di tepi ranjang kemudian menyodorkan sesuap bubur ke mulut Zeus.

"Minum," rengek Zeus di sela-sela suapan Bree. Ia mengulum bibir, merasakan perhatian Bree yang mungkin hanya ini yang bisa ia dapat. Jadi, ia tidak mau menghilangkan kesempatan.

Bree berdecak. Ia meraih segelas air di atas nakas lalu memberikannya pada Zeus.

"Suap juga." Bree langsung melotot. Ternyata pria ini membenarkan kata-kata sudah dikasih hati, minta jantung. Sudah benar ia berbaik hati membantu, tapi Zeus malah menyusahkannya semakin banyak.

Bukan menolak, ia malah mendekatkan bibir gelas ke bibir Zeus. Ya, kali ini saja ia berbaik hati. Hanya kali ini.

"Sekarang kubantu, untuk ke depannya tidak!" ketus Bree, namun ditanggapi Zeus dengan senyum.

"Aku memang tak salah menikahimu."

Bree memutar bola mata. Zeus berniat menggombal agar ia luluh. Tentu tidak semudah itu, kan? Ia adalah wanita terkeras. Jadi bualan semacam itu tak berpengaruh, apalagi yang mengatakannya si pria buruk rupa dan egois ini. Ia terus menyuapi Zeus dan tahu Zeus menatapnya tak putus. Ia agak gelisah dan salah tingkah, tapi bisa tertutupi dengan sikap masa bodoh.

Bubur telah tandas beserta air. Kini, Bree menyodorkan pil obat pereda demam yang telah ia siapkan bersama sarapan.

"Tidak mau," rengek Zeus, menunjukkan kesan manja lagi.

Bree langsung menjauhkan wajahnya, memberikan ekspresi menjijikan. Laki-laki ini memang sangat melunjak sekali. Kesabarannya benar-benar diuji hingga jika diberi api sedikit saja, maka ia akan melemparkan semua benda-benda ini ke kepala Zeus agar lebih cepat mati. Bukankah lebih baik agar Zeus tak merasakan penyiksaan dari demam ini?

"Kau bertingkah lagi, huh?" Bree berdecak, ia masih menyodorkan obat itu dan tak berniat menyuapi.

"Suap."

Bree melebarkan kedua mata dan memejamkannya erat sembari mengembuskan napas pasrah. Teramat pasrah. Obat itu ia sodorkan ke bibir Zeus kemudian langsung diterima baik meskipun ia tersentak kaget saat Zeus bermain-main dengan menggigit kecil jarinya.

Ia menyodorkan segelas air agar memudahkan Zeus menelan. Akhirnya urusan dengan pria berpenyakitan ini berakhir. Ia menghela napas lega sekaligus menggelengkan kepala, membunyikan beberapa tulang yang pegal. Tanpa sadar, matanya menangkap satu foto yang dibingkai kecil. Tanpa izin, ia mengambilnya dan menatapnya lekat.

Zeus awalnya tersentak, namun sudut bibirnya naik, sekaligus mata memerahnya menatap Bree yang tengah melihat foto itu.

"Ini siapa? Anakmu?"

Tiba-tiba Zeus membuka mulutnya, melongo kecil. Anak? Sejak kapan ia punya anak? Kesal karena tebakan Bree merontokkan harapan, ia memilih tak menjawab.

Bree terus mengamati foto itu. Sekelebat perasaan tak asing kembali menghinggap. Senyum ini, terlihat tak asing. Mata ini ... seketika ia menoleh ke arah Zeus yang masih menatapnya meskipun tak bersahabat. Mata ini mirip dengan milik Zeus.

"Di mana anakmu?"

Jawaban yang ia dapat hanyalah decakan. Ia penasaran dan untuk menuntaskan ini, ia harus memaksa.

"Tadi aku sudah membantumu makan, sekarang balas budimu dengan jawab pertanyaanku."

Zeus memutar bola mata kemudian bersiap berbaring. "Tebak saja sendiri."

Bree langsung kesal, tak urung ia kembali mengamati foto pria tampan yang berbalut jas. Rambut yang disisir rapi ke belakang, menyisakan beberapa helai di bagian depan dengan hidung mancung dan bibir merah. Ada yang paling menonjol. Alis tebal yang agak runcing dan menyatu. Sosok ini begitu sempurna. Porsi tubuhnya begitu ideal, apalagi pose berdiri yang menampilkan seluruh kesempurnakan, menggambarkan pria Yunani modern.

"Kau gay?" Pertanyaannya kembali tak mendapat jawaban. Ia tak tahu bagaimana ekspresi Zeus ketika ia menanyainya hal menjijikan itu. Tapi, ia penasaran. Bagaimana bisa ada pria sesempurna ini lalu fotonya dibingkai dan disimpan di kamar. Astaga, mendadak ia geli.

"Buang pikiran kotormu jauh-jauh. Aku normal," kata Zeus padat. Ia tahu Bree pasti berpikiran yang tidak-tidak dan beramsumsi sendiri lagi. Wanita itu benar-benar suka mengambil kesimpulan buruk tentangnya.

"Ck! Sudahlah, tak penting!" Bree kembali mengamati foto tersebut sebelum meletakkannya ke atas nakas. Namun, sesuatu menghalangi saat benda itu hampir menyentuh permukaan meja. Ia membawanya kembali dan tersentak kaget. Tatapan itu ....

Ia mendongak, menatap punggung Zeus sembari meneguk ludah.

"Ini kau?" Ia memang tak bisa melihat ekspresi Zeus, namun ia tahu Zeus menegang setelah pertanyaan itu terlontar.

.

.

.

TO BE CONTINUED

Ugly Kidnapper ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang