BAB 23 Mensyukuri Hidup

25 14 28
                                    


Meskipun Kiyana sudah diperbolehkan pulang dari Rumah sakit, tapi tetap saja ia masih belum diperbolehkan untuk ke sekolah, perban yang mengikat kepalanya saja belum cukup kering, Alivia khawatir jika nanti Virgil akan melakukan hal gila lagi kepada Kiyana. Semenjak kejadian itu, Alivia menggugat cerai Ayahnya Virgil. Kiyana menatap keluar jendela kamarnya, pikirannya menerawang entah kemana, semenjak Alivia memilih kembali untuk sendiri, Kiyana mulai berpikir bagimana caranya untuk bisa bertahan hidup. Dengan sisa tabungan yang tersisa, Alivia akan membuka kedai kue, ia menyewa ruko untuk tempatnya berjualan. Kiyana menjadi merasa bersalah, karena dirinya, Ibunya harus kembali banting tulang menghidupi mereka.

"Ki, Mama berangkat dulu ya, Mama harus bersihin ruko, karena besok hari pertama toko kue kita buka."

Kiyana menggenggam tangan Alivia. "Ma, mulai sekarang Kiya janji nggak akan buat Mama kesel lagi, kalau Kiya udah sembuh total, Kiya mau bantuin Mama di toko."

Alivia mengusap puncak kepala Kiyana dengan sayang. "Kamu fokus aja sama kesembuhan kamu, jangan pikirin Mama."

"Kiya sayang Mama--"

Kalimat yang jarang sekali Kiyana ucapkan beberapa tahun belakangan ini, Alivia terisak dan langsung memeluk putri satu-satunya.

"M-mama banyak berhutang waktu sama kamu."

Kiyana menggeleng cepat. "Nggak Ma—Kiya yang nggak ngerti keadaan Mama, Kiya yang egois yang hanya memikirkan kebahagiaan Kiya, tanpa tau kalau Mama sedang berjuang keras agar kita bisa hidup enak."

Sekian lama, akhirnya Ibu dan anak itu menumpahkan segala ganjalan yang ada di dalam hatinya, Kini mereka akan memulai hidup yang baru dengan lebih baik lagi, masa lalu yang cukup kelam bagi Kiyana, ia akan menjadikannya sebuah pembelajaran hidup yang berharga. Keberuntungan dari seorang anak tidak hanya dengan memiliki keluarga yang sempurna. Kesempurnaan hidup akan tercipta jika kita bersyukur atas apa yang telah Tuhan anugerahkan untuk kita.

"Ma, nanti sore jadwal cek-up Kiya."

"Oia, Mama hampir aja lupa, setelah selesai Mama akan segera pulang."

Sebelum pergi meninggalkan Kiyana, Alivia mencium keningnya cukup lama. Saat Alivia hendak keluar dari dalam rumah ia mendengar deru mesin mobil berhenti di halaman rumahnya. Ternya mantan suaminya, yaitu Ayahnya Virgil datang untuk menemui Alivia.

"Mau apa lagi kamu ke sini, mas?"

"Aku hanya ingin kamu mencabut laporan kamu di kantor polisi."

Alivia tertawa sumbang. "Apa yang akan kamu lakukan, jika anak kandung mu akan dibunuh oleh seseorang? – Nggak bisa jawab, kan?"

"Please aku mohon maafkan Virgil, sekarang dia menjadi buronan."

Alivia tidak mempedulikan ucapannya, ia pergi meninggalkannya. Tapi lagi-lagi mantan suaminya itu menahannya.

"Kamu butuh uang berapa? Aku akan kasih berapun yang kamu minta, asal kamu cabut laporan kamu di kantor polisi."

Alivia menghela napas dalam. "Nyawa tidak bisa dibayar pake uang mas!"

"Alah ..., jangan munafik kamu."

"Aku memang butuh uang mas, tapi untuk keselamatan anak ku, aku rela tidak mempunyai uang. Aku hanya menuntut keadilan terhadap apa yang sudah anak mu perbuat, terhadap anak ku."

Mendengar keributan di lantai bawah, Kiyana segera turun untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Om, lebih baik pergi dari sini." Usir Kiyana.

Deskripsi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang