Oneshoot

105 13 1
                                    

Mari bertanya pada Tuhan, bolehkah hambaNya ini berkeluh kesah?
Mari bertanya pada Tuhan, bolehkah hambaNya ini protes atas ketidakadilan?
Mari bertanya pada Tuhan, bolehkah hambaNya ini memiliki kebahagiaan yang tidak akan ada akhirnya?

Yoo Jeongyeon hanyalah wanita berusia 27 tahun yang tinggal berdua bersama orangtua tunggalnya. Sang Ayah yang mengidap penyakit Alzheimer dan selalu bersedih setelah kehilangan istri tercintanya sepuluh tahun lalu, saat Jeongyeon menginjak kelas dua sekolah menengah akhir.

Kebakaran yang melanda kediamannya dulu, telah menewaskan sang ibu juga satu adik dan kakaknya.
Ya, Jeongyeon yang awalnya adalah anak kedua dari orangtuanya, kini berakhir menjadi satu-satunya, ditemani orangtua tunggal disisinya.
Semua ludes terbakar, tak terkecuali seragam sekolah Jeongyeon yang kejadiaannya bertepatan dihari libur panjang ujian untuk para tingkat akhir. Hanya Jeongyeon dan sang ayah yang selamat dalam peristiwa naas itu.

Tak ada yang tersisa, bahkan ijazah terakhirnya sekolah tidak terselamatkan. Jeongyeon terpaksa keluar dari sekolahnya sebelum lulus. Tak ada satupun murid atau guru yang menolong untuk sekedar memberi seragam demi ia bisa melanjutkan sekolah kembali. Ayahnya tak memiliki biaya untuk kelanjutan sekolah Jeongyeon, ditambah dengan penyakit lupa pria paruh baya itu, menjadikannya sulit diterima bekerja dimanapun.

Jeongyeon akhirnya putus sekolah, berbekal ilmu pas-pasan ditambah ketiadaan ijazah untuk kelengkapannya dalam melamar pekerjaan. Beruntung masih ada yang sudi menerimanya. Ia kini tengah bekerja di tiga tempat sekaligus.
Pagi hari ia menjadi pengantar susu, mulai dari pukul lima subuh sampai pukul tujuh pagi. Setengah delapan, ia berlanjut untuk membagikan koran ke setiap perumahan yang sudah tercatat untuk ia datangi. Siangnya pada pukul sebelas sampai empat sore, Jeongyeon berjaga di toko bunga sekaligus menjadi perangkai tetap selama hampir lima tahun ini.

Malamnya ia gunakan waktu yang tersisa untuk menjaga dan merawat sang Ayah. Beliau tidak dibolehkan sering keluar rumah oleh Jeongyeon sebab penyakit lupanya. Semua tetangganya tidak menyukai keberadaan keluarganya, terutama sang Ayah yang seringkali teledor dalam melakukan sesuatu karena Alzheimer yang dideritanya.

Pernah suatu kali, tetangga barunya yang belum mengetahui penyakit Ayah Jeongyeon, menitipkan anjing putihnya kepada pria tua itu. Namun belum sampai satu jam, ayah Jeongyeon lupa kemana anjing itu pergi. Dan dengan entengnya beliau berkata bahwa ia tak pernah memelihara seekor anjing dan tak mengenali orang yang memarahinya habis-habisan didepan tetangga lain.

Dari sana, Jeongyeon tak mau lagi terlalu lama meninggalkan sang Ayah. Ia tak ingin orangtuanya terus-menerus menjadi bahan hujatan orang-orang hanya karena penyakitnya. Apalagi ketika beliau kumat dengan berkata bahwa istri dan kedua anaknya masih hidup, tapi lupa akan Jeongyeon yang setiap hari berada disisinya.

Pernah dengar kutukan anak penengah?
Jeongyeon rasa, hal itu juga menimpanya.
Dari dulu, Jeongyeon adalah anak yang tak begitu diharapkan oleh kedua orangtuanya.
Jeongyeon terlahir prematur, dikarenakan sang ibu yang memaksa diri meneguk obat induksi guna mempercepat kelahirannya disaat tahu bahwa keuangan keluarganya mulai merosot. Namun tiga tahun kemudian, ibu Jeongyeon hamil kembali dan melahirkan anak yang dengan kecerdasan otaknya, membuat si bungsu dapat meringankan ekonomi keluarga sebab selalu mendapat beasiswa di sekolahnya.

Kakaknya pun adalah pekerja tetap disebuah perusahaan retail yang menjabat sebagai staff dibagian gudang.
Keduanya -tentu saja kecuali Jeongyeon, merupakan anak kebanggaan orangtuanya. Namun keluarga bahagia itu nyatanya tidak bertahan lama akibat kemalangan yang menewaskan dua anak kesayangan serta sang ibu, menyisakan Yoo Jeongyeon yang sebenarnya tak pernah jadi harapan.

Jeongyeon tidak peduli, meskipun ayahnya kadang lupa bahwa dia ada disampingnya. Ia tetap berjuang demi keberlangsungan hidupnya dan satu-satunya orang yang dimiliki didunia ini. Jeongyeon rela bekerja keras diusianya yang masih terbilang muda, apalagi ia seorang wanita.
Dunia ini keras, namun manusia lebih keras dari dunia. Itulah prinsip yang selalu dipegang Jeongyeon agar menyadari bahwa hidup tak selalu memberikan keindahan didalamnya.

Zero 0'clock (oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang