Kiyana pikir perhatian Galen yang diberikan kepadanya adalah nyata, namun ternyata semu. Semua terlihat nyata ketika sama-sama saling menatap satu sama lain. Baru saja sembuh luka dibagian kepalanya, kini ia merasakan kembali hati yang patah, bahkan rasa sakitnya melebihi kepalanya yang terluka.
"Bodoh, goblok, bego, kenapa gue masih terlalu banyak berharap," Kiyana merutuki dirinya sendiri.
Tina baru saja tiba, dan langsung mendaratkan tubuhnya di bangku sebelah Kiyana.
"Gila, tadi lo lari cepet banget!" seru Tina yang sedang berusaha menetralkan deru napasnya.
"Gue itu cewek yang paling bego sedunia Tintin, udah tau dia punya pacar, masih aja gue berharap dia balik lagi ke gue."
Tina menenggak air mineral yang ada di atas meja, lalu menghela napas panjang sebelum berucap. "Jangan terlalu berharap banyak sama manusia, berharap banyaklah sama Tuhan. Dengan berdoa, tawakal dan pasrahkan segala urusan dunia hanya kepada-Nya, insyallah Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik."
Kiyana terpana atas ucapan Tina, tidak biasanya Tina mengucapkan kata-kata bijak seperti itu.
Kiyana tergelak. "Setan apa yang udah ngerasukin lo, Tintin? Sampe kalimat keramat keluar dari mulut lo."
Tina mendengus kesal. "Lah, jangan salah sis, lo nggak tau aja sisi lain dari diri gue."
"Sisi lain? Setan dong lo!" Kiyana kembali tergelak.
Sedikit banyak, Tina telah menghibur Kiyana yang sedang merasakan hatinya yang patah untuk ke sekian kalinya. Lonceng jam pelajaran pertama berbunyi, Kiyana segera mengeluarkan buku catatan matetika dan juga LKS miliknya dari dalam tas. Tina melongo dengan apa yang dilakukan Kiyana, biasanya buku catatan Kiyana, di dalam satu buku terdapat beberapa catatan mata pelajaran, meskipun para guru sudah memperingatinya agar memisahkan buku catatan setiap mata pelajaran, tapi tak pernah di dengarkannya. Tina membolak-balik buku catatan matematika milik Kiyana dan melihat isinya.
Tina tergelak. "Gila, tumben nih buku catatan lo rapi bener? Pantesan aja di luar langsung mendung."
"Gue mau lulus sekolah, terus kuliah, terus kerja, biar bisa bantu nyokap gue."
Tina manggut-manggut. "Akhirnya temen gue insyap, setelah merasakan dicampakan sama cowok, hahaha."
Spontan Kiyana memukul bahu Tina pelan. "Ini nggak ada hubungannya sama cowok."
Pak Amer masuk ke dalam kelas dengan membawa buku paket matematika dan juga penggaris yang panjang, karena hari ini ia akan mengajarkan persamaan garis vertikal. Dengan seksama Kiyana memperhatikan Pak Amer yang sedang memberikan penjelasan di papan tulis. Pak Amer meminta salah satu siswa untuk mengisi soal di papan tulis, sebelum melanjutkan ke pembahasan yang lain.
"Siapa yang bisa? isi ke depan!" seru Pak Amer.
Kiyana berdiri ia akan mencoba mengisi soal yang ada di papan tulis, tapi Tina menarik tangannya.
"Anjir, lo mau kemana? Gila aja mau bolos pelajaran ada gurunya di depan," bisik Tina.
"Ih, paan sih lo, orang gue mau ngisi soal ke depan." Kiyana maju ke depan dan mulai mengisi soal yang diberikan Pak Amer.
Semua mata yang ada di dalam kelas tertuju padanya, karena tidak biasanya Kiyana mau mengisi soal yang ada di papan tulis.
"Sudah selesai Pak!" ujar Kiyana seraya memberikan spidol white board pada Pak Amer.
"Jawaban kamu sudah betul, tapi di sini Bapak bangga sama kamu, karena kamu sudah berusaha untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi."
Sebenarnya kemalasan tercipta karena kebiasaan, membiasakan berleha-leha, santai, hingga akhirnya terbentuk menjadi rutinitas yang sering dilakukan. Kalau bukan diri kita yang melawan rasa malas, lalu siapa lagi?
"Terima kasih banyak Pak!"
Bukan hanya Pak Amer yang dibuat takjub dengan perubahan Kiyana, tapi guru yang lain pun sama, dimana setelah pelajaran Pak Amer berakhir, masuklah guru pelajaran bahasa Indonesia yang memberikan tugas, untuk membuat sebuah puisi lalu dibacakan di depan kelas. Dan lagi-lagi Kiyana dengan percaya diri maju ke depan kelas membacakan Puisinya yang berjudul Ibu.
Ibu
Kau menangis karena aku
Kau bersedih karena aku
Kau terluka karena aku
Tapi sedetik pun, kau tak pernah mengeluh tentang ku
-Kiyana Sisova-
Itulah sebait puisi yang Kiyana bacakan di depan kelas, Tapi mampu membuat semua yang ada di dalam kelas berkaca-kaca, karena Kiyana membacakannya dengan memakai perasaan hingga isi dari puisi tersebut sampai kepada orang yang mendengarnya.
"Ki, lo kenapa bisa bikin puisi sepuitis itu? Gue jadi kangen nyokap gue," ujar Tina seraya memeluk Kiyana.
"Tintin lo lebay banget deh ..."
Ketika jam istirahat berbunyi, Tina mengajak Kiyana ke kantin, namun Kiyana menolaknya, karena ia membawa bekal makanan buatan Alivia. Tina tau jika Kiyana sedang menghemat keuangannya, ia pun menawarkan Kiyana akan mentraktirnya makan di kantin, tapi tetap saja Kiyana menolaknya. Akhirnya Tina pergi ke kantin seorang diri meninggalkan Kiyana yang sedang membuka bekal makanannya di dalam kelas. Roti sandwich telur cukup membuat perut Kiyana kenyang saat itu. Tiba-tiba saja seseorang menyodorkan air mineral kepadanya, Kiyana pun, mendongakkan kepalanya, ternyata Galen yang memberikannya, reflek Kiyana melihat ke kanan dan kiri mencari keberadaan Siril.
"Tumben sendiri?" Tanya Kiyana seraya mengambil botol mineral dari tangan Galen.
"Siril lagi makan di kantin," balas Galen yang langsung duduk di depan Kiyana. "Gue seneng, sedikit banyak lo udah berubah, nggak males-malesan lagi dalam belajar," sambungnya.
"Tapi gue nggak seneng, sama sikap lo yang plin-plan!" tukas Kiyana seraya beranjak dari tempat duduknya hendak meninggalkan Galen.
Galen mencekal pergelangan tangan Kiyana. "Ki, tunggu gue bisa jelasin."
"Jelasin kalau lo nggak enak sama Siril, karena dia yang udah ngasih pekerjaan buat lo, dan lo nggak bisa ninggalin dia—"
"Gue butuh waktu Ki, semuanya nggak semudah yang lo bayangkan!"
"Oke fine, mulai sekarang nggak usah ngomong lagi sama gue!"
"Ki—Kiya, bukan gitu maksud gue—"
Kiyana pergi meninggalkan Galen, ia pergi ke perpustakaan untuk menghindari pria bermata tidak terlalu lebar itu, namun Galen masih tetap saja mengikuti Kiyana, ia pun ikut masuk ke dalam perpustakaan berpura-pura mengabil salah satu buku di rak dan lalu ikut duduk di sebelah Kiyana. Sedangkan Kiyana tidak acuh atas kehadiran galen ia tetap fokus pada buku bacaannya.
"Please, Ki jangan gitu, gue nggak bisa lo giniin."
Kiyana menarik napas dalam. "Gue juga nggak bisa lo gituin!"
"Sssstttttt," semua penghuni perpustakaan menatap horror ke arah Galen dan juga Kiyana. Mereka merasa terganggu.
"Cepet lo pergi dari sini!" usir Kiyana.
"Gue ngak akan pergi dari sini, sebelum lo ngerti keadaan gue."
"Gue nggak mau ngerti keadaan lo—karena itu nyakitin buat gue."
"Kalian kalau mau ribut, sana di luar!" usir penjaga perpustakaan.
Akhirnya Galen membawa Kiyana pergi dari perpustakaan, Kiyana tidak bisa berbuat apa-apa, karena Galen ia di usir dari perpustakaan, pada hal ia benar-benar ingin membaca buku, ingin memperbaiki nilai-nilainya menjadi lebih baik.
"Gara-gara lo, gue di usir dari perpus, gue itu ke sekolah cuma mau belajar, masalah lo sama Siril gue bodo amat, itu urusan lo!"
"Gue nggak akan tenang kalau lo marah sama gue."
Kiyana mengangguk pelan dengan tersenyum samar. "Jadi, siapa yang lebih penting? Gue atau Siril?"
Galen bungkam, membuat Kiyana semakin tersenyum sinis. "Nggak bisa jawab kan, lo—"
***
Bersambung....
Terima kasih yang sudah memberikan vote dan komentarnya semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deskripsi (TAMAT)
Novela JuvenilBad girl julukan yang selalu disematkan untuk Kiyana Siskova atau yang akrab disapa Kiya. Sebuah karma membuat Kiyana menyadari kesalahan-kesalahan karena telah mempermainkan arti sebuah cinta. Galen Basil adalah pria pertama yang membuatnya merasak...