Jika semuanya bersiap untuk pulang, lain halnya dengan Olivia. Sebab, sepulang sekolah ini ia harus mendatangi ruang BK entah untuk ke berapa kalinya demi kepentingan sekolah.
Tiba di lantai pertama, Olivia menghentikan langkah. Celingukan, mencari seseorang. Hingga akhirnya, kedua sudut bibirnya mengembang merekah melihat sosok yang ia cari itu menampakkan batang hidungnya usai keluar dari ruangan. Ingin menghampiri sebentar. Namun, waktu yang ia miliki tak cukup banyak. Belum lagi, keduanya pasti akan menjadi pusat perhatian.
Gak, Liv. Nggak. Bukan lo yang dicari sama dia. Ge-er banget, dah. Inget! Karir dulu, baru percintaan.
Olivia menggeleng, mengusir pikirannya yang kerap kali dipenuhi dengan Oliver, Oliver, dan Oliver. Melihat laki-laki itu hendak menoleh ke arahnya, Olivia membalikkan badan dan pergi menuju gedung A dan bergabung bersama kerumunan murid di sana. Menerobos panasnya sinar matahari yang menyinari.
Tiba di gedung A, Olivia bergegas pergi menuju ruang guru. Mencari keberadaan Bu Weni. Namun, sayangnya salah satu guru mengatakan jika beliau masih ada jam mengajar. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk menunggu kehadiran wanita itu di lorong penghubung perpustakaan, toilet perempuan, dan musholla. Lalu, bersandar pada dinding tangga. Menundukkan kepala, kedua tangannya bertumpu pada lutut dan mengatur napasnya. Kemudian, kembali mendongakkan kepala dan merosotkan badannya ke bawah. Mengusap wajahnya kasar sembari duduk dengan kedua lutut menyatu.
"Shit!" decaknya.
"Oi, Liv!" panggil Welda memunculkan sedikit kepalanya dari balik korden merah jendela perpustakaan.
Olivia menoleh. Berdiri dari tempat dan berjalan menghampiri gadis itu. "Ha? Naon?" tanyanya.
"Belom pulang lo?" tanya Welda mengetuk-ngetukkan jarinya pada kaca jendela.
"Panggilan BK buat Writing Stories Club," balas Olivia sekenanya.
"Lo doang apa gimana?" tanya Welda lagi.
"Gila aja cuma gue. Gak lah. Ada kok yang lain. Mungkin belom dateng aja. Kebanyakan dari kelas lo, sih, anggotanya," jelas Olivia panjang lebar. "Btw, lo sendiri?"
"Itu, gue Olimpiade PAI UNESA sama Tehan," jawab Welda sedikit menolehkan kepalanya ke belakang.
Olivia mengangguk paham.
"Eh, Liv," panggil Welda menepuk pelan bahu Olivia, usai menatap sekeliling.
"Napa?" tanya Olivia mengerutkan dahi.
"Itu, tuh, itu," kata Welda menunjuk ke arah koridor Mading.
Olivia mengikuti arah pandang gadis itu. Ternyata, di sana Ilona-sang Ratu Olimpiade tengah melintas bersama beberapa teman gengnya. Mereka nampak asyik bercanda tawa. Namun, canda tawa itu perlahan mereda ketika Ilona tak sengaja melihat Olivia berdiri di depan jendela bersama Welda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Days With You [TERBIT]
Teen FictionINSPIRED BY A TRUE STORY "Napa, sih, kamu suka bikin gemes?" tanya Oliver mencubit pipi Olivia yang terlihat lebih tirus dari sebelumnya. "Cubit aja terosss, sampe molor," komentar Olivia mendengus kesal usai pipi terlepas dari cubitan Oliver lalu m...