13. Said The Quirk

615 51 2
                                    

Sebagaimana Megumi yang belum mengenal baik kakak kelasnya, Yuta pun belum mengenal baik adik kelasnya.

Mereka sama-sama belum mengenal satu sama lain. Hubungan mereka berdua masih belum terbangun dengan benar dan urutan yang mereka lakukan begitu teracak.

Namun mereka sudah sampai sejauh ini. Yuta tidak bisa mundur dan Megumi tidak mampu untuk menolak. Keduanya sama-sama merasa apabila sekarang mereka berhenti, relasi yang selama ini dibangun berlahan akan runtuh seketika.

Meskipun pada kenyataannya, secara teori. Keputusan apapun yang akan mereka berdua ambil, semuanya akan berujung memberikan damage yang cukup besar pada relasi mereka.

"Tapi....apa jadinya kalau aku malah kehilangannya?" pemikiran tersebut sedari tak bisa lepas dari kepala Yuta.

"Selama ini aku selalu mengenal Megumi sebagai sosok yang bebas. Tapi aku tak berkehendak untuk melepaskannya. Kalau bisa aku ingin mengurungnya di suatu tempat, dimana tiada satu orangpun bisa menemukannya," semakin Yuta memikirkannya/ membayangkan Megumi yang suatu saat nanti akan pergi meninggalkannya, semakin dirinya dibuat tidak sabaran, dibuat semakin serakah.

Walaupun dirinya telah menyadari keegoisannya. Namun Megumi adalah pertama kalinya setelah sekian lama/ setelah insiden yang berkaitan dengan Rika. Akhirnya sekarang Yuta pun kembali belajar untuk mulai jujur terhadap hasratnya.

"Ukh!!"

Di tengah Yuta sibuk termakan oleh emosi negatifnya sendiri. Tiba-tiba terdengar suara Megumi yang merintih kesakitan, dengan suara tertahan.

Yuta pun lantas menyadari sepasang tangan Megumi yang menarik-narik dan mencengkram sprei di kedua sisi ranjang, pemuda itupun mengigit bawah bibirnya sampai terluka, membuat Yuta bertanya-tanya manakah yang lebih sakit: bibir Megumi atau apapun yang dilakukan Yuta padanya sekarang?

"Maaf," ucap Yuta lirih lalu menunduk dan mengecup dahi Megumi sebagai bukti kecil permintaan maafnya.

"Hmm. Kelihatannya bakal mustahil melakukannya hari ini huh," komentarnya seraya berlahan mengeluarkan ketiga jarinya dari dalam lubang seperti cincin merah muda. Padahal Megumi memang nampak kesakitan namun lubang tersebut berkedut seolah mengundangnya.

"......kalau aku bisa menahannya. Tidak akan ada masalah," jawab Megumi dengan nafas yang tersengal-sengal. Mulutnya itu memang berkata seolah dia akan baik-baik saja tapi berbeda dengan kenyataannya, hanya dengan sekali lihat saja siapapun sudah mengetahui kondisi Megumi saat ini.

"Mana bisa. Kau tahu aku tidak mau membuatmu terluka kan? Maaf karena membuatmu menangis sampai melukai bibirmu...." ucapnya dengan nada penyesalan sambil mengusap pelan darah di sudut bibir Megumi.

Yuta menolaknya diikuti dengan sunggingan senyuman kecil yang menenangkan. Walau demikian Megumi masih nampak tak rela, pemuda itu nampak murung dengan kedua pipinya yang agak mengembung kecil. Yuta senang sekaligus heran dibuatnya. Rupanya sang kelinci lebih keras kepala ketimbang perkiraan.

Diperhatikannya kembali baik-baik penampilan Megumi.

Pemuda di bawahnya itu sedang berbaring dalam posisi kedua kakinya terangkat tinggi, memamerkan selangkangannya. Pemandangan itu sangat erotik. Dan Megumi tidak akan pernah membuat dirinya sendiri dalam posisi vulgar tersebut kalau tidak Yuta yang menariknya ke dalam posisi tersebut.

Kulit pemuda tersebut mulanya putih bersih, selembut susu, dan sewangi madu bagai kulit bayi. Kini Yuta mulai memperhatikan satu persatu bekas kemerahan yang di tinggalkannya di permukaan kulit tersebut juga bagaimana sensasi lengket dan panas ketika menyentuhnya.

Rain And PetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang