16. Lembar Keenam-belas

1.1K 144 5
                                    

Happy reading!!!



"Ansel..."

"Dokter!"

"Ren, lo s-sadar?"

Putih samar-samar.

Pertama kali yang Darren lihat saat membuka mata.

Apa ini? Kenapa gue tiba-tiba ada disini?

Kenapa badan gue gak bisa digerakin?

Kenapa... rasanya sakit semua?

"AKH!"

"Ren, mana yang sakit?"

"Permisi Bu, Mas, saya akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu."

Darren yang tak tau apa-apa hanya menatap bingung pada orang yang ada disana secara bergantian. Ia hanya mengenal Jonathan dan Auryn, selebihnya ia tak tau. Mungkin dokter dan suster?

Setelah di periksa, Darren merasa tubuhnya tidak sesakit tadi. Namun Darren jadi merasa mengantuk, tapi ada sesuatu yang terasa mengganjal.

Tentang, bagaimana ia bisa berada disini?

Termasuk hampir sekujur tubuhnya yang terasa kaku.

Terutama bagian kepalanya yang terus saja berdenyut. Apa yang sebenarnya terjadi?

"A-apaㅡ" Tunggu.

Kenapa mulutnya terasa sulit digerakan?

"Kenapa sayang? Darren mau apa?" Tanya Auryn seraya mengelus lembut kepala ponakannya itu.

"A-aku k-kenapa t-tante?" Tolong, rasanya begitu sulit sekali ketika Darren berbicara. Belum lagi dengan selang oksigen yang menurutnya cukup mengganggu itu.

Wajah pucat itu, membuat Auryn tak tega. "Mending kamu istirahat, hm? Pasti kamu masih pusing."

Darren menggeleng, "A-aku u-udah cukup tidurnya. S-sebenernya aku K-kenapa, Tan? A-ansel mana?"

Auryn tak tau harus menjawab bagaimana.

"K-kenapa malah diem? Ansel kemana? Tante, Jo, kok malah diem sih? Jawab!"

Jonathan yang sedaritadi hanya diam di sudut kamar itu, menundukkan kepala. Ia juga bingung harus menjawab apa.

Disatu sisi ia ingin berkata jujur karena Darren berhak tau, tetapi disisi lain ia tak mau kondisi sepupunya itu kembali drop.

"Jawab! Kenapa pada diem sih?! Ansel kemana?! Adek gue kemana?!"

"Darren..."

"Jawab, Tante! Jangan bikin Darren takut..." Suaranya melemah diakhir.

Auryn mengalihkan pandangannya. Ia tak bisa menatap Darren.

"Jo, kasih tau gue. Ansel dimana?! Kenapa dia gak ada disini juga?"

Jonathan bergerak gelisah, "A-ansel..."

"Ansel kenapa?! Kasih tau gue cepet!"

"Ansel meninggal..."

Darren terdiam sebentar, kemudian tertawa. "Bercanda? Gak lucu anjir!"

"Ren, gue serius..."

"Lo suka nipu! Gak percaya gue."

Darren beralih menatap sang Tante. "Jojo bohong 'kan, Tan? Ansel gak meninggal, kan? Ansel masih ada disini, kan? Ansel itu sayang Darren, mana mungkin Ansel tega pergi."

Auryn mendongak, menahan air matanya turun. Kemudian menatap Darren dalam, "Sayang, denger Tante. Adek kamu, Ansel sudah pergi, nak."

"Pergi kemana? Cuma sebentar, kan? Nanti pasti balik lagi."

Auryn mengusap wajahnya kasar. Melihat Darren yang sepertinya tak akan terima, ia takut ponakannya itu akan terpuruk lagi seperti dulu.

"Ren, lo harus terima. Ansel emang udahㅡ"

Darren menggeleng cepat, "GAK! KALIAN PASTI KERJA SAMA BUAT BOHONGIN DARREN!"

"Jangan nge-prank deh! Ultah gue masih lama!"

"Terserah kalo lo gak percaya. Adek lo itu emang udah meninggal, Ren." Entah bagaimana lagi cara Jonathan untuk meyakinkan sepupunya itu.

"Gak mungkin! Ansel masih hidup! Lo jangan macem-macem sama gue!" Darren terjatuh dari kasurnya. Niatnya ingin memukul wajah Jonathan, tapi kakinya malah tak bisa digerakan.

"Kaki gue... Kenapa kayak gini? Kenapa mati rasa?"

Auryn tak tahan lagi, ia merengkuh tubuh itu seraya berusaha menenangkan.

"Tante! Aku kenapa?! Apa yang sebenernya terjadi..." Banyak sekali pertanyaan di kepala Darren yang membuatnya pusing.



Dua bulan yang lalu

"Jadi kita mau kemana?"

"Hmm, enaknya kemana nih? Ansel bingung juga."

"Kata Mario sih ada kayak festival makanan gitu. Mau coba kesana gak?"

"Boleh!"

Hari itu mereka ingin melanjutkan list ketiga. Yaitu pergi jalan-jalan bareng. Tapi berhubung perginya ke festival makanan, jadinya sekalian juga sama list keempat.

Dijalan diisi dengan suara nyanyian mereka. Ansel sih yang lebih mendominasi.

Sedangkan Darren lebih menjadi penikmat aja. Toh suara Ansel juga bagus dan enak didengar.

Tak lama kemudian mereka sampai. Disana benar-benar surganya makanan. Mulai dari makanan ringan, berat, hingga makanan tradisional pun ada.

Ditengah keramaian, sepasang adik-kakak itu saling bergandengan tangan agar tidak terpisah.

"Lo mau nyobain apa dulu?"

"Kira-kira apa? Makanan pembuka dulu kali ya?"

"Yaudah, ayuk cari."

Keduanya begitu excited jika sudah berurusan dengan makanan. Buktinya saja sudah banyak sekali stand makanan yang mereka kunjungi.

Tak terasa waktu pun cepat berlalu. Ketika Ansel sedang mengantri untuk sebuah camilan, Darren melihat sesuatu yang menarik.

Gula kapas.

Bentuknya berbagai macam, cukup lucu. Akhirnya Darren berniat membelikan itu untuk Ansel. Berharap adiknya itu akan suka.

Tapi setelahnya ia tak menemukan keberadaan Ansel. Ternyata adiknya itu malah berjalan ke arah parkiran yang terdapat disebuah lahan luas, di sebrang jalan.

Darren berniat menghampiri, tetapi sebuah mobil bermuatan besar melaju kencang dengan klakson yang terus berbunyi.

"Tolong minggir semuanya! Remnya blong!"

"Ansel!" Darren panik melihat tubuh adiknya yang hanya diam saja, bukannya menghindar.

Tak memperdulikan gula kapas yang ia beli tadi, Darren berlari untuk menyelamatkan sang adik. Namun naas, belum sempat tangannya menggapai Ansel, tubuh keduanya sudah lebih dulu terpental.

Dentuman keras terdengar disambut dengan pekikan panik orang disana.







































To be continue


Selamat malam senin :)
Otw menuju ending~

Surat Untuk Abang || Jihoon & Junkyu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang